2. Warisan masalah

34.5K 1.1K 88
                                    

Felisio Danindra menatap arloji di pergelangan tangan kanannya dengan kesal. Sudah pukul tiga pagi dan dia belum juga mendapatkan kabar apa yang dia cari. Bagaimana mungkin orang-orangnya butuh waktu lama hanya untuk mencari seorang bocah perempuan yang tinggal di seputaran Juanda.

Ixora Lovely Nikita. Dalam kepala Felisio nama itu berdengung berkali-kali. Dia benar-benar menyesal karena melepaskan gadis kecil itu begitu saja. Dan sekarang… lihat akibatnya. Harusnya dia menyekap gadis itu di salah satu rumah kosong milik ayah tirinya. Menyelidiki latar belakang dan bila tidak menimbulkan bahaya maka dia baru bisa melepasnya pergi. Tapi siapa yang tidak akan berpikir jika gadis itu bukanlah pelacur kecil jika menemukannya berada satu kamar dengan Tanto Danindra.

Felis sangat mengenal lelaki macam apa ayah tiri yang mengadopsinya itu. Tanto Danindra bukan suami dan ayah yang baik bagi keluarganya. Dan itulah yang dia pikir saat menemukan ayah tirinya itu meninggal di hotel, hanya ditemani seorang bocah perempuan belia yang benar-benar cocok untuk dipersangkakan sebagai seorang cewek bayaran. Dan karena itulah penyesalan menyergap hatinya, penyesalan yang sangat dalam nyaris seperti ia telah membuat dosa besar karena bahkan tidak mengenali wajah wanita cinta pertamanya yang tercetak pada paras belia Ixora Lovely Nikita.

Tiba-tiba saja pintu kamar yang terbuka lebar menghentikan lamunannya. Dari kegelapan lorong diluar ia melihat siluet tubuh seorang perempuan dalam kegelapan. “Jangan bilang jika kau mengurung diri dengan alasan berkabung.” Suara lembut itu terdengar sinis dan sedikit mencemooh saat bicara. “Dia bukan orang yang pantas untuk itu.”

Felisio menggurat senyum samar dalam remang cahaya kamarnya. “Kau sendiri?” tanyanya. “Kenapa tidak bisa tidur? Apa kau merindukan kehangatan dari tubuh Ayah tiriku yang sudah jadi mayat itu, Sabrina?”

Suara tawa terdengar begitu lepas keluar dari bibir wanita yang dipanggil Sabrina oleh Felis. Gadis muda yang selama lima bulan terakhir di bawa masuk dalam rumah keluarga Danindra oleh Tanto Danindra sebagai istri sirinya yang baru. Felis mengenal Sabrina sudah sejak lama, dari masa-masa saat dia masih kuliah dulu di Singapura. Bisa dibilang mereka memiliki ketertarikan satu sama lain tetapi juga tidak ingin saling terikat. Bentuk hubungan yang sangat tidak lazim untuk dua orang yang jika dilihat sekilas sangat sepadan untuk bersanding sebagai sepasang kekasih.

Sabrina menutup pintu kamar Felisio dan menghampiri pemuda yang duduk di atas ranjangnya itu dengan langkah-langkah ringan nyaris seperti tarian pemikat. Mata Felisio menyipit saat lampu tidurnya menyiramkan cahaya temaram pada tubuh gadis itu. Sabrina terlihat hanya mengenakan lingerie sutra berwarna hitam yang luar biasa seksi, dan Felisio juga yakin jika wanita itu tidak mengenakan apa-apa lagi dibalik sutra tipisnya. “Apa yang kau inginkan, Sabre?” Tanya Felisio malas-malasan. “Katakan saja tanpa perlu repot-repot melakukan ini.”

Sekali lagi Sabrina tertawa datar, langkahnya terhenti disisi tempat tidur Felisio. “Picik sekali kau…”

“Berhenti bermain-main, cantik, aku mengenalmu luar dalam … bisa dibilang aku sudah mati rasa dengan gayamu menggodaku, itu kuno.”Kata-kata itu bergitu dingin, tajam, menyakitkan. Sabrina mendengus tersinggung dengan keterus terangan Felis. Pria itu masih tetap sama seperti dulu. Konsisten dalam setiap perbuatannya dan selalu mampu menyakiti siapapun hanya dengan kalimat-kalimatnya yang berbisa. “Aku tidak mungkin meladeni semua kehendak lima ibu tiriku yang datang menggoda dengan lingerie seksi, Sabrina. Jadi jangan buang waktuku, katakan saja apa maumu.”

Sabrina mendengus kesal. Tapi dia tidak mungkin menentang kehendak Felisio sekarang. Sepeninggalan Tanto Danindra, hirarki kekuasaan jatuh pada tangan pemuda itu. Dan akan terus begitu sampai—setidaknya—Andromeda cukup umur dan layak menjadi kepala keluarga.

“Aku ingin bagianku.” Kata Sabrina tegas. “Aku tidak ingin berperan jadi janda Danindra jika tidak mendapatkan bayaran yang layak.”

“Ckckckckck …” Felisio berdecak kesal.  Wanita-wanita Ayahnya sejak tadi satu demi satu memburunya untuk ini. Padahal mayat Ayah tirinya itu masih terbaring kaku di aula rumah.

My Lovely LoliWhere stories live. Discover now