12. Antara Kita

Começar do início
                                    

Sekai tersenyum. "Harusnya dengan selera makan setinggi ini lo punya badan yang gendut ya, Al."

Alden terkekeh. "Dari kecil, badanku emang nggak mau gemuk. Beruntung deh bisa makan apa aja, sebanyak apapun."

Jia lebih banyak diam kali ini. Namun ia cukup heran melihat Alin yang tak biasanya menjadi sama diamnya seperti dirinya. Bahkan kadang wajahnya akan muram. Ia juga tampak tak selera makan. Nasinya yang sedikit tak banyak berkurang. Ia hanya menyuap beberapa kali lalu diam lagi. Sebenarnya apa yang terjadi antara Alin dengan Tobi. Sepertiya mereka punya masa lalu sendiri. Apa sebenarnya mereka sangat dekat dulunya?

"Wah, lagi rame!" seorang pria berusia akhir dua puluhan tiba-tiba datang. Ia berpenampilan rapi dengan kemeja bermotif dan celana kain. Tobi tampak menyunggingkan senyum lebar melihat pria itu.

"Om Bima? Kapan datang?"

"Barusan." Pria bernama Bima itu adalah paman Tobi. Adik dari ibunya.

Alin menoleh. Ia kenal pria itu. Namun ia tak bisa menyapanya seperti dulu.

"Eh, ada Alin juga." Namun nyatanya Bima menyadari kalau Alin ada di sana. Dan mau tak mau Alin tersenyum, terpaksa. Tobi mengamati lewat sudut matanya.

"Udah gede ya Alin. Dulu waktu masih SD suka lari-larian sama Tobi." Kenang Bima. Alin tak terlalu suka saat diingatkan soal hubungannya dengan Tobi. Bukan karena ia tak ingin, namun karena ia yakin Tobi yang paling tidak suka. Ia benci mengingat bagaimana dulu Tobi memutuskan hubungan pertemanan mereka karena...

"Tumben Om main ke sini. Biasanya ke sini kalo liburan aja. Emangnya kantor Om lagi libur ya?" Tobi bertanya. Dan kemudian ia dan Bima bicara cukup lama. Sedangkan Alin, wajahnya kian muram.

***

"Dulu, aku sama Tobi itu temen dekat. Dulu, waktu kita masih SD." Sepulangnya dari rumah Tobi, barulah Alin cerita. Sebenarnya tak satupun menanyakan hal itu. Namun tampaknya Alin telah menahan perasaannya cukup lama hingga ia bisa mengatakannya dengan mudah di depan orang lain—yang belum menjadi teman dekatnya.

"Tapi, karna satu hal, Tobi mutusin supaya kita jaga jarak dan akhirnya malah nggak temenan lagi."

"Kenapa Tobi begitu?" tanya Alden, sambil mengemil wafer cokelat yang ia dapatkan dari lemari es milik Tobi. Ia menawari Jia namun gadis itu menolaknya. Saat ini, ia jadi cukup tertarik mendengar cerita Alin tentang hubungannya dengan Tobi.

Alin tak langsung menjawab. Ia sedikit resah kemudian menghela napas.

"Tobi itu anak cowok satu-satunya di rumah. Dia punya dua kakak dan satu adik cewek. Karna di rumah banyak anak cewek jadi Tobi cenderung suka hal-hal yang...uhm feminin." Alin sedikit sulit menjelaskan sebab tak mau membuat imej Tobi jelek di mata teman sekelasnya.

"Karna itu Tobi jadi susah bergaul sama anak cowok. Rumah kami lumayan dekat jadi kami sering main bareng. Tobi baik dan setia kawan. Dia bakal berusaha nunjukin sisi terbaiknya supaya orang lain suka sama dia. Aku senang temenan sama dia." Alin tersenyum kecil.

"Terus kenapa sekarang kalian jadi sering berantem?" tanya Sekai.

Kinal yang berjalan paling belakang terlihat cuek. Ia melipat tangan di depan dada sembari melihat tanaman-tanaman pagar yang mereka lewati. Tak ada yang menarik. Gadis itu hanya memikirkan apa lagi yang akan ia ributkan dengan ibunya di rumah.

"Itu mungkin...karna kami sama-sama ngerasa aneh sama hubungan yang sekarang."

"Kenapa kalian bisa nggak temenan lagi?" tanya Sekai lagi. Barusan Alden juga akan menanyakan hal yang sama.

LOOKING FOR MOONLIGHTOnde histórias criam vida. Descubra agora