Slide One

72.2K 4.2K 88
                                    


No one understands me quite like you do
Through all of the shadowy corners of me

-Falling In Love At A Coffee Shop-

Ellie baru saha menandaskan secangkir susu vanilla hangat ketika Mama memasuki ruang makan dengan semangkuk nasi goreng yang baru selesai dimasak. Aroma nasi goreng dengan taburan bawang goreng dan irisan mentimun serta tomat yang baru diiris sukes membuat perutnya berulah. Padahal dia baru saja menghabiskan setangkup roti selai kacang. Tanpa menunggu Mama selesai menata meja, Ellie sudah mengambil piring dan bersiap untuk menyendok nasi goreng.

"Ck, udah kelas tiga SMA tapi kelakuan kamu masih kayak bocah," Mama berdecak melihat kelakuan Ellie.

"Ma, please..." dia memutar bola mata sambil melengkapi naso gorengnya dengan irisan telur dadar, keluarga mereka menyebutnya telur mie, irisan timun dan kerupuk udang. Sarapan adalah waktu makan paling penting, itu peraturan meja makan pertama di rumah mereka.

Setelah selesai menata meja, Mama langsung melemparkan pandangan penuh tanya ke arah Ellie, "Kenapa?"

"Sekarang udah bukan kelas tiga tapi kelas XII. Emangnya zaman Mama apa?"

"Sama aja," Mama mengambil tisu lalu membersihkan sisa susu di sudut bibir anak perempuan semata wayangnya, "Tahun depan kamu udah masasiswa, lho, Kak. Kelakuan bocahnya dikurangin, deh. Terus itu, penampilan juga harus lebih kamu perhatiin. Coba tiru Renata. Jangan tiap hari ke sekolah pakainya cardigan, converse sama backpack! Agak lebih cewek, gitu, lho."

Yayasan Persada Gemilang tempat Ellie bersekolah sejak pre-school memang tidak memiliki peraturan ketat terkait seragam. Para siswa dibebaskan untuk memadumadankan seragam mereka dengan pakaian atau fashion item pilihan mereka. Ini merupakan salah satu cara yayasan untuk membuat para siswa belajar untuk berani menunjukkan siapa diri mereka seutuhnya.

Tentu saja sebagian besar siswa memanfaatkan kelonggaran ini untuk berpenampilan se-stylist mungkin. Termasuk Renata, sahabat Ellie sejak kelas X.  Tapi Ellie berbeda. Dia tidak pernah mengenakan fashion item selain oversized cardigan, bandana kain dan converse berbagai warna koleksinya. Seperti hari ini, tubuhnya yang mungil terlihat semakin kecil dengan oversized cardigan rajut berwarna khaki, dia juga melengkapi penampilannya dengan bandana polos sewarna dengan warna rok seragam sekolah, biru tua, dan backpack handalannya.

"Kakak gini aja juga udah cantik," Ellie menyesap air hangat yang ada di sampingnya, "Tuh, tanya aja sama Yasha. Iya, kan, Yas?"

Yasha, adik laki-laki Ellie yang baru saja berulang tahun ketujuh masuk ke ruang makan sambil menyeret ransel. Matanya terlihat mengantuk walau rambutnya basah pertanda kalau dia sudah mandi. Sama seperti Ellie yang sudah rapi berseragam, Yasha juga. Hanya saja dia memilih untuk tidak menambahkan fashion item apapun. Bocah itu terlihat menggemaskan dalam seragam bernuansa baby blue yang menjadi seragam SD Persada Gemilang

"Siapa yang cantik?" Yasha bertanya sambil menyambut sepiring nasi goreng yang diulurkan Mama.

"Kakak," Ellie mengambil polaroid dari backpack yang disandarkan di kaki kursi, "Smile!"

Otomatis Yasha bergaya sambil memamerkan sesendok penuh nasi goreng. Dalam ingatannya, Ellie pribadi yang lekat dengan kamera. Kalau bukan polaroid, maka mirrorless yang ada dalam genggamannya. Tidak ada yang mengerti kenapa Ellie begitu terobsesi mengabadikan waktu dan kenangan dalam bentuk foto. Tapi tidak ada juga yang berusaha untuk menghentikannya karena hasil jepretan Ellie selalu terlihat artistik.

The Salad Days [Completed]Onde histórias criam vida. Descubra agora