Angels in The dark

Start from the beginning
                                    

"Relax Alex, relax... don't think it too much."

Meskipun bibirnya mencoba menenangkan, Sophia tak dapat menyangkal bahwa dirinya juga takut. Ketegangan antara dua orang yang sudah lama dianggapnya sebagai kakak sendiri itupun tak dapat ia abaikan.

"I will take care of it. I'm promise."

Meski tak kentara, wajah Alex kini terlihat jauh lebih tenang.

"Thanks... Sorry distrubing you."

"No problem."

Layar berubah menjadi hitam. Tanda video call telah ditutup dari seberang.

"Sebaiknya aku mandi untuk menyegarkan pikiran." Gumamnya keluar kamar.

~CNS~

Sophia memutar keran, membiarkan air membasahi tubuh putih susu miliknya terguyur air hangat dari Shower.

Pikirannya melayang kepada tiga sosok itu. Alexandra Gracia, Himuro Tatsuya dan tentu saja, Kagami Taiga.

Hanya merekalah yang tak meninggalkannya setelah ia telah kehilangan semuanya. Tiga orang yang setia, meskipun hal hal buruk senantiasa menghampiri mereka kala itu, meski hanya sementara.

Ia takkan menyebutkan 'itu' apa, rasanya terlalu menyakitkan untuk diputar ulang dalam memori.

Wangi khas tercium kala ia mengusapkan sabun pada kulitnya, Usapannya lembut dari leher, ke perut, dan paha. Namun kala ia menengok kebelakang, menghadap cermin untuk mengosok punggungnya, matanya malah teralih kearah sebuah bekas terbakar di sana. Tak besar memang, namun yang masalah adalah gambarnya. Sebuah simbol malaikat bersayap iblis, Luficer.

Tanda itu adalah tanda yang diberikan sebelum menjadi agen. Dulu ia tak pernah mengerti apa maksudnya, namun setelah lulus, barulah ia sadar apa maksudnya.

Dari beberapa cerita yang didengarnya, luficer adalah seorang malaikat yang dikutuk tuhan karena membangkang perintahnya untuk bersujud kepada adam.

Sebuah perlambangan yang cocok untuk mendefinisikan hancurnya rasa empati, kepolosan dan kebaikan hati, serta terbentuknya kekejian, kebencian, serta kelicikan dalam diri masing masing calon agen. Meski mungkin ada yang masih memilikinya, namun itu hanyalah sebagian kecil.

Setelah ia selesai memberi sabun diseluruh tubuhnya, ia pun menyalakan kembali air. Belum beberapa menit, telepon berdering nyaring. Bergema di kamar mandi, membuatnya terdiam sebentar.

Sebuah nada dering khas yang memang sengaja dibedakannya dari yang lain. Tanpa peringatan ia menyiram tubuhnya sekali, mengabaikan busa yang masih menempel di beberapa bagian tubuhnya, menyambar handuk dan melilitkannya di tubunya dengan gerakan kilat.

"Halo?"

"Ah, Masayoshi-san. Aku kaget kau langsung mengangkatnya. Aku tak menganggu kegiatanmu kan?"

"Berhentilah berbicara sok formal seperti itu, Mizutani-san. Katakan ada masalah apa?"

"Hahaha. Baiklah baik, maafkan aku. Aku hanya mengingatkan untuk lebih waspada. Tim Seirin sedang ada di Maji Burger, dan sepertinya ada yang mengawasi mereka."

Nada bicara Mizutani terdengar jauh lebih berbahaya, membuat Sophia khawatir.

"Kau kenal mereka?"

"Nope. Aku baru pertama kali melihat orang sepertinya."

Hening.

"Masayoshi-san, apa kau sudah dengar berita pagi ini?"

"Huh? Belum."

"Tolong lihatlah. Nanti kuhubungi lagi."

"Roger."

~Skip Time~

Setelah menyelesaikan acara madinya dengan lebih layak, Sophia segera mengambil remote yang tergeletak manis di meja, menghidupkan TV datar dihadapannya.

'Berita terkini,

Dua pemuda dikabarkan hilang di wilayah Akita dan Tokyo. Masing masing berumur 16 dan 17 tahun. Keduanya terakhir tanggal 6 dan 9 November. Bagi yang melihat korban harap hubungi nomor berikut.... sekian dan terima kasih.'

Sophia memandang layar dengan alis terangkat, bertanya tanya dalam hati tentang hubungan antara berita ini dan informasi yang disampaikannya tadi.

"Apa dia hanya ingin mengerjaiku?" Dengus gadis itu jengkel.

Handphone disampingnya mendadak bergetar, menandakan sebuah email telah masuk.

------------------
From : Water Hawk~
To : Sophia Masayoshi.

Kau pasti sudah lihat beritanya kan? Ini data singkat orang orang yang hilang itu. Kau akan terkejut.

Selamat menganalisa~

[Number Case.docx]

------------------

Sophia menatap Handphonenya, speechless.

"Seenaknya saja dia memerintah. Memangnya dia siapa?" Komentarnya jengkel.

Meski ia tetap menyimpan folder itu dalam memory cardnya. Saat ia akan membukanya, jam dinding telah menunjukkan angka 12.

"Sebentar lagi Taiga pulang. Aku harus menyiapkan makan siang." Tuturnya beranjak dari Sofa. Tanpa tau ancaman yang mengintai seluruh kehidupannya.

~TBC~

Aoi-chan : Lohaa~ balik lagi sama Aoi sini ※^w^※ ada yang masih ngikutin FF ini kah QwQ?

Kuro : Pesimist mode : On.

Aoi - chan : Hidou Q^Q

Kuro : Shh. Sudahlah, jangan banyak curhat. Ini chap udah pendek, jangan bikin pembaca tambah kesel.

Aoi - chan : Neechan QAQ jahatnya T.T

Kuro : Shush.

Aoi-chan : Yaudah deh. Ane tutup yah. ^^ semoga Chap ini memuaskan readers sekalian ^w^)/

Sign : Aoi-chan & Kuro.

(Note : Sehabis ini ada Epilog dikit. Jangan langsung pindah ya^^)

=Epilouge=

Mizutani menatap layar ponselnya dalam diam. Iris keperakannya nampak sayu, seolah bosan akan sesuatu.

Telepon Mizutani berdering.

"Hello?"

"How is it?" (T : Bagaimana?)

"I've sent the data to her. Keep an eye on them, especially the redhead and the shadow..." (T : Aku sudah mengirimkan data itu kepadanya. Tetap awasi mereka, terutama si rambut merah dan si bayangan...)

Mizutani menyerigai kecil sebelum melanjutkan kata katanya. Tatapan matanya menggelar sejenak.

"...We will be 'play' with them immediately." (T : Kita akan 'bermain' dengan mereka segera.)

~TBC~

Code Name : Sea! [SLOW-UPDATE]Where stories live. Discover now