F i v e

2.2K 123 43
                                    

∞ ∞ ∞ ∞ ∞

Aku baru saja akan membuka mulut untuk bilang pada Dianty jika aku mau pulang, namun mulutku kembali tertutup ketika Dianty tiba-tiba menoleh ke arahku lebih dulu.

"Kenapa, Dant?"

"Zid."

Aku menaikkan sebelah alisku. "Samperin Iqbaal gih. Dia udah nungguin lo." Aku tersenyum samar. "Gue pulang ya." Aku lalu balik badan.

"Kalo lo menganggap cinta harus diperjuangkan, berarti lo juga harus melakukan itu. Perjuangkan cinta lo."

Aku benar-benar baru balik badan dan belum melangkahkan kakiku sama sekali, sehingga aku refleks kembali menatap Dianty. Apa maksudnya?

"Lo yang di sini, dan gue yang pulang, Zid."

APA?

Mataku melebar. Sungguh, aku sedang tidak ingin bercanda di saat hatiku sedang kacau seperti ini.

"Dant, lo apaan sih. Udah ya gue pul--"

Kalimatku lagi-lagi terputus ketika aku melihat Dianty sudah balik badan dengan cepat dan langsung menuruni tangga. Aku seperti orang linglung sekarang. Dan yang aku lakukan sekarang hanya menatap Iqbaal sekilas lalu berniat melakukan hal yang sama seperti yang Dianty lakukan; meninggalkan rooftop ini.

"Zid."

Aku mematung. Ayunan kakiku yang baru saja akan menginjak anak tangga pertama untuk turun seketika langsung terhenti. Saat ini aku sangat berterima kasih kepada Tuhan karena telah memberiku refleks yang bagus sehingga aku tidak terjungkal ke bawah karena saking kagetnya ketika mendengar suara itu. Ini ada apa sebenarnya?

Lalu tiba-tiba aku mendengar suara petikan gitar dari arah belakangku. Aku sangat kenal dengan nada lagu ini. Yang aku tau hanya aku dan... Iqbaal yang berada di sini. Jadi, apakah Iqbaal yang melakukannya? Iqbaal yang bermain gitar? Tapi untuk apa? Bukannya Dianty tadi sudah pergi? Ya Tuhan, aku benar-benar blank saat ini. Otakku seperti tidak berfungsi sama sekali.

I won't let these little things

Slip out my mouth

But if I do

It's you

Oh it's you

They add up to

I'm in love with you

And All these little things

Ya Tuhan lirik lagu itu. Dan kalian harus tau jika yang memetik gitar tadi benar-benar Iqbaal. Dan dia menyanyikan lagunya tepat di belakangku, aku bisa merasakan itu. Ini apa maksudnya? Jangan biarkan aku berharap, karena aku tau berharap hanya akan menambah rasa pedih ketika harapan itu tidak akan pernah terwujud.

Aku takut aku jatuh di saat aku baru merasakan indahnya terbang.

"Lo terlalu menarik walopun gue cuma liat punggung lo, Zid."

Deg.

Rasanya jantungku ingin merosot ke perut detik ini juga.

"Tapi apakah lo akan tetap membiarkan gue untuk liat punggung lo tanpa punya kesempatan untuk menatap tepat di mata lo?"

Dalam sekali kedip, aku yakin air mataku akan jatuh dengan cepat di pipiku. Kalimat Iqbaal baru saja terasa mengelitik dan menusuk hatiku secara bersamaan. Bukankah selama ini aku juga hanya bisa menatap punggungnya? Punggung yang sering kali menjauh dalam pandanganku sebelum aku sempat menyentuhnya dan menyuruhnya menoleh?

DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang