F o u r

1.8K 100 6
                                    

∞ ∞ ∞ ∞ ∞

"Lo pasti kaget banget liat gue bikin surprise sebagus itu, Dant."

"Gue penasaran beneran deh, Baal."

"Nanti lo kan liat surprise-nya gimana. Oh iya, lo jangan dateng telat."

Aku membeku, menempelkan punggungku di dinding luar kelas. Tadi niatnya aku ingin masuk kelas, tapi ternyata sebelum aku menginjakkan kaki di dalam kelas, dari ambang pintu aku melihat Iqbaal duduk di kursiku dan sedang berbicara dengan Dianty. Dan aku mendengar obrolan mereka yang begitu menyanyat hatiku.

Apakah gadis yang disukai Iqbaal adalah Dianty? Dianty sahabatku sendiri? Aku tau jika mereka dekat, bahkan sengat dekat. Tapi aku kira mereka hanya dekat sebagai teman biasa karena mereka berdua memang sama-sama pandai bergaul, jadi bisa dengan mudah berteman dengan siapapun. Karena itulah aku tidak pernah cemburu dengan Dianty. Aku bahkan sering melihat mereka saling meledek dengan kalimat-kalimat yang seisi kebun binatang mereka sebutkan semua. Aku tidak menduga jika diam-diam Iqbaal meyukai Dianty, sama sekali tidak menduga.

Dengan lutut yang rasanya melemas, dengan sekuat tenaga aku berlari menyusuri koridor. Aku tidak peduli dengan tatapan teman-temanku yang menatapku bingung. Aku memasuki salah satu bilik toilet, menguncinya. Aku menangis sejadi-jadinya tanpa suara. Rasanya dadaku seperti dihantam palu yang begitu besar. Sakit. Cinta yang aku pendam selama dua tahun, hancur dalam hitungan detik.

Aku tidak tau kenapa harus sesakit ini ketika aku tau jika Iqbaal menaruh hati pada sahabatku. Padahal setiap waktu aku merasakan sakit karena hanya aku yang berharap tanpa diharapkan. Aku mencintainya, aku melihatnya, dan aku mendengarnya, tanpa balasan. Tapi aku menikmati setiap detiknya. Aku menikmati setiap kali hatiku berdebar ketika melihatnya. Aku menikmati senyumannya setiap kali dia tersenyum walaupun bukan untukku. Dan aku menikmati setiap penggal suaranya ketika berbicara dengan lawan bicara, bukan berbicara padaku. Se-klise apapun itu kedengarannya, tapi aku bahagia. Tapi aku tidak setegar itu ketika aku harus menyaksikan dia bersama sahabatku. Aku yang merasakan, orang lain yang mendapatkan. Aku tidak menyalahkan Dianty sama sekali. Tapi aku menyalahkan diriku sendiri. Kenapa aku harus sedalam ini mencintai orang yang bahkan melirikku sedikitpun tidak? Cinta memang tidak salah, yang salah adalah kenapa aku harus tetap bertahan ketika aku tau cinta yang aku rasakan tidak pernah berpihak padaku?

Apa aku harus benar-benar melupakan Iqbaal?

***

Dianty A: Zidnyyy

Dianty A: Lo bisa anterin gue ke kafe magenta ga?

Dianty A: Gue mau kesana, tapi tiba-tiba mobil gue ga nyala gitu, terus gue nungguin taksi ga ada yang lewat

Dianty A: Lo anterin gue ya ya ya? Gue butuh banget ke sana soalnya gue udah ditungguin

Dianty A: Pleaseeee gue tau lo itu temen gue yang paling baik

Aku bergeming ketika membaca pesan dari Dianty, merasakan sesak di hatiku. Apa Dianty akan bertemu dengan Iqbaal? Apa Iqbaal akan memberikan kejutan itu untuk Dianty malam ini?

Dianty A: Zid kok di read doang ga lo bales? Jahat demi

Zidny: Kenapa ga dijemput sama orang yang nungguin lo, Dant?

Dianty A: Dia maksa mau jemput tadi, tapi gue ngotot mau naik mobil sendiri aja. Ya udah dia ngalah. Eh malah mobil gue ga nyala

Dianty A: Mau nangis nih gue masa gue minta dijemput sekarang sama dia sih gengsi lah tadi kan udah nolak kok sekarang minta jemput

DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang