07. Perjalanan Akhir Pengemis Sakti

3.1K 57 0
                                    

SETELAH lewat sepekan, penyakit yang mengganggu tubuh Kang-lam Koay-hiap berangsur-angsur mengurang dan ia sudah mulai suka makan hidangan yang disediakan oleh Lie Bun.

"Muridku, tubuhku yang telah tua dan lemah ini agaknya tidak kuat menandingi semangatku yang masih kuat dan gembira. Kalau kupaksa-paksa tentu aku akan semakin menderita. Mulai besok, kita akan langsung menuju ke kotamu dan pulanglah ke rumah orang tuamu. Ingatkah kau, sudah berapa lama kau tinggalkan rumah orang tuamu?

Karena gembira melihat suhunya telah sembuh, Lie Bun menjawab sambil tersenyum.

"Kurang lebih tujuh tahun, suhu, karena dulu teecu baru berusia sebelas tahun dan sekarang sudah hampir delapan belas tahun."

"Perjalanan kita sudah jauh juga hingga waktu lewat tidak terasa lagi. Dari sini ke kotamu masih membutuhkan waktu perjalanan sedikitnya setengah bulan. Tapi dalam keadaan tubuhku seperti sekarang ini, mungkin dalam satu bulan baru bisa sampai."

"Tidak apa, suhu. Teecu sabar menanti. Apakah artinya satu atau dua bulan setelah berpisah selama tujuh tahun?"

Kang-lam Koay-hiap mengangguk-angguk. "Kau benar, muridku. Jadi orang harus sabar, harus sabar sekali......"

Lie Bun heran melihat sikap suhunya. Agaknya penyakit itu telah mendatangkan perubahan besar kepada gurunya yang tadinya bersemangat kini menjadi lemah.

Kemudian ia tinggalkan gurunya untuk mencari hidangan malam. Karena ia masih ada simpanan uang, maka ia membeli masakan dari rumah makan. Ia tahu bahwa sehabis sembuh dari penyakitnya, suhunya tentu ingin sekali makan enak. Juga ia membeli arak wangi satu guci penuh. Dengan hati girang Lie Bun yang setia dan menyinta gurunya itu lari kembali ke kelenteng rusak. Ia sengaja ambil jalan di atas genteng agar dapat lari lebih cepat lagi.

Tapi alangkah kagetnya ketika ia loncat turun dari atas genteng kelenteng. Ternyata gurunya sedang bertempur hebat melawan tiga orang. Dan suhunya terdesak hebat sekali oleh ketiga musuh yang tangguh itu. Lie Bun banting makanan yang dipegangnya dan cepat sekali ia menyerbu dengan marah sekali ke dalam medan pertempuran.

Ternyata olehnya bahwa yang mengeroyok gurunya adalah dua orang berusia kurang lebih empat puluh tahun dan seorang hwesio gundul yang bertubuh kate dan gemuk. Kepandaian dua orang setengah tua itu tidak begitu hebat walaupun pedang mereka cukup cepat, tapi yang hebat ialah hwesio kate gemuk itu.

Biarpun hwesio itu hanya bertangan kosong, tapi jelas bahwa kepandaian si kepala gundul itu tidak berada di bawah kepandaian Kang-lam Koay-hiap sendiri. Karena ini maka Lie Bun menyerang dengan hebat dua orang yang bersenjata pedang.

"Lie Bun, kau gempurlah dua tikus ini!" Yang dimaksud dua tikus adalah dua orang yang bersenjata pedang itu, maka Lie Bun lalu lepas ikat kepalanya dan menyerang dengan benda itu.

Lie Bun telah maju pesat ilmu silatnya, juga ia telah banyak mengalami pertempuran selama ikut suhunya merantau, maka ia dapat melayani kedua orang itu dengan baik.

Biarpun ia bersenjata ikat kepala tapi karena ikat kepala itu panjang dan lemas dan digunakan dengan tenaga lweekang, maka ganas dan kuatnya tidak kalah dengan pedang lawannya. Bahkan dengan ikat kepala itu ia mencoba untuk membelit pedang lawan dan merampasnya.

Sementara itu, Kang-lam Koay-hiap melayani hwesio pendek gemuk yang sangat lihai itu. Mereka sama-sama mahir dan ahli lweekeh yang tinggi ilmu silatnya, hingga pertempuran mereka merupakan pertempuran yang mati-matian. Sayang sekali bahwa tubuh Kang-lam Koay-hiap yang baru saja sembuh dari sakit itu masih lemah dan setelah bertempur ratusan jurus, Kang-lam Koay-hiap merasa lelah sekali dan kepalanya mulai pening.

Agaknya penyakit yang telah sembuh itu kambuh lagi.

Lie Bun memang tahu bahwa suhunya masih lemah, maka ia menaruh perhatian sekali dan sambil bertempur ia selalu melirik ke arah suhunya.

Pendekar Bermuka Buruk - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang