"Eh? Siapa?" Alden baru sadar ada Kinal di meja mereka, namun Alden tidak begitu mengenali siapa gadis itu.

"Ini Kinal, temen sekelas kita. Masa nggak tahu?"

"Oh ya?" Alden memperhatikan wajah Kinal yang menunduk pada makanannya. Cowok itu mengangguk-angguk. "Halo, Kinal. Salam kenal."

Kinal hanya diam, tapi kepalanya mengangguk pelan.

Alden tersenyum.

Jia melihatnya. Sikap Alden biasa saja pada orang lain tetapi kenapa berubah terhadapnya? Ia ingin tahu apa yang sebenarnya sudah terjadi pada cowok aneh ini.

"Elo sih, Al. Kenalnya cuma sama Zee aja."

Alden menoleh ke arah Jia dan kaget karena baru sadar gadis itu sedang memandangnya. Dengan cepat Alden mengalihkan pandangan. Menyeruput milkshake-nya kuat-kuat. Sekali lagi Jia hanya bisa bertanya-tanya kenapa Alden seperti itu padanya.

***

Jia mengepal kedua tangannya, menguatkan tekad untuk masuk ke dalam gedung mall tempat di mana audisi pencarian model dilakukan. Acara dilangsungkan di lantai dua, Jia menaiki eskalator menuju ke sana. Dan terlihatlah keramaian. Di tengah-tengah spot yang luas terdapat panggung catwalk. Acara sudah dimulai sejak dua jam yang lalu.

Jia mengenakan kacamatanya dan berbaur dalam keramaian itu. Sangat sulit menembus pagar betis yang padat. Namun ia tak mau menyerah karena hanya ini kesempatannya untuk melihat Rika Oriana. Melihat ibu kandungnya.

Dengan susah payah dan mendapatkan omelan sebal beberapa pengunjung, akhirnya Jia sampai di barisan depan. Tak begitu dekat dengan panggung. Ia kemudian mencari di mana para juri. Ia menoleh ke samping lalu terkejut karena di situlah para juri duduk. Ada lima orang, termasuk Rika Oriana. Perempuan itu duduk di paling ujung. Sedang fokus memperhatikan peserta yang berjalan di catwalk.

Jia tercengang. Tak menyangka akhirnya bisa melihat sosok perempuan itu secara langsung. Dia cantik. Seperti yang ia lihat di majalah dan televisi. Bola matanya bulat, persis seperti mata Jia. Gadis itu tersenyum. Ia tak bisa melepaskan pandangannya dari Rika Oriana barang sedetikpun. Ia memperhatikan gerak-gerik ibunya itu. Terkadang ia akan menunduk untuk menulis score di selembar kertas, lalu berbincang dengan juri lain di sebelahnya.

"Eh? Zianka?" seseorang mengejutkan Jia. Saat ia menoleh ditemukannya Alin, teman satu kelasnya.

"Kamu mau ikut modeling juga?" tanya Alin. Jia menggeleng cepat. Alin tampak heran lalu mengangguk. "Aku lagi nemenin temen di sini. Tadinya mau ikutan audisi tapi kriterianya kurang. Tingginya nggak menuhi syarat."

Jia hanya mendengarkan. Matanya kembali melirik ke arah Rika Oriana. Masih di sana dengan kesibukannya. Acara ini akan selesai sekitar dua jam lagi. Jia berencana mengikuti ke mana Rika Oriana akan pergi. Mungkin ia akan tahu di mana ia tinggal.

"Aku kira kamu ikutan. Soalnya kamu cocok loh jadi model." Alin rupanya mengamati penampilan Jia saat ini. Jia memang punya bentuk wajah yang proposional. Ia juga cantik. Tubuhnya lumayan tinggi untuk ukuran gadis berusia 17 tahun.

Jia selalu tak nyaman dengan jenis pembicaraan yang berhubungan dengan modeling. Ia hanya menanggapi ucapan itu dengan senyum aneh. Alin melihat lurus ke arah panggung.

"Wah, mereka cantik-cantik ya. Eh, Zi kamu pernah nggak sih kepikiran buat jadi model? Aku kadang kepikiran tapi yah...sadar sendiri sih. Badanku terlalu kurus dan gak bisa dibikin berisi." Alin kemudian melihat ke dadanya yang kecil. Ia mendesah kecewa.

LOOKING FOR MOONLIGHTWhere stories live. Discover now