Prolog

15.1K 1.1K 23
                                    

Gadis itu dihadapkan dua pilihan antara menikah atau menggugurkan janinnya. Tentu saja ia masih mempunyai akal sehat. Menikah dengan pria yang baru dikenalnya. Jalan yang ia anggap benar. Janin yang bersemayam dirahimnya tidak berdosa. Itulah dibenaknya.

Pernikahan itu telah dilaksanakan empat jam yang lalu. Tampak sang pengantin wanita tidak bisa beranjak kemana pun, sedari tadi ia hanya duduk. Pusing dikepala dan perutnya mual berulah kembali. Dengan tergesa-gesa ia masuk ke dalam kamar mandi. Mengeluarkan apapun yang ada di dalam perutnya namun nihil. Hanya cairan yang berasa pahit di mulutnya. Syukurlah, ia sudah mengganti gaun pengantinnya dengan dress berlengan pendek berwarna hijau tosca.

"Apa mual lagi?" Pria itu berdiri dibelakangnya tanpa membantu. Setidaknya pijatan ditengkuk akan membuat istrinya lebih baik. Itu ada di film dan novel. Suami yang perhatian dan siaga. Entah, apa yang ada dipikiran Reno Buanadipta Putra enggan menyentuh istri yang baru saja dinikahinya.

"Eum, iya. Tapi tidak apa-apa." Reno memberikan handuk kecil yang dipegang kepada Tiara. "Terimakasih, apa para tamu sudah pulang?" Di elap kedua sudut bibirnya.

"Iya, Tiara," wanita itu tersenyum ketika suaminya memanggil namanya. Ada rasa hangat menyelinap dihatinya. "Sebaiknya kamu istirahat." Reno melangkah kakinya pergi tanpa niat menggandeng Tiara. Wanita itu mendesah kecewa. Ia merasakan ada ketidakrelaan pria itu menikahinya.

Pernikahan berawal dari kesalahan. Akankah berakhir bahagia?.

Pria itu tidak mencintainya. Tiara sadar diri, menuntut cinta hanya akan membuatnya terluka. Tanggung jawab, itu yang dibutuhkan Tiara. Nama baik keluarga dan masa depan.

Tiara berbaring di ranjang. Ia cukup lelah dengan resepsi dan ijab qobul disatukan. Hanya keluarga dan teman dekat keluarganya saja yang hadir. Dari pihak keluarga Reno hanya sekitar lima orang. Orangtua Reno tidak datang ke Singapura. Ya, mereka menikah disana permintaan keluarga Tiara.

Keluarga Reno tidak setuju bahwa putra sulung yang mereka banggakan menikah dengan gadis lain. Sebenarnya Reno sudah dijodohkan dengan anak teman Papa Reno. Namun Reno membatalkan pertunangannya dengan alasan tidak cocok. Padahal orangtua Reno sangat berharap ia menikah dengan Raina.

Suara pintu terbuka, pria itu membawa nampan. Teh lemon hangat untuk Tiara. Lampu kamar dibiarkan temaram. Bayang-bayangan hitam menghiasi tembok.

"Minum ini dulu," Reno menyodorkan cangkir berwarna putih. Didalamnya terdapat dua iris lemon. Tangan kurus Tiara mengambilnya. Disesapnya sedikit demi sedikit. Perutnya terasa hangat dan rasa asam dari lemon membuatnya tidak mual lagi.

"Terimakasih."

"Aku masih ada urusan sebentar, kamu tidurlah." Helaan napas Tiara terdengar samar. Ia tau Reno selalu menghindar jika mereka sedang berduaan.

"Apa tidak ada hari esok?" Tanya Tiara sebal. Ia ingin pria yang duduk di sisi ranjang, tidur bersamanya. Hanya tidur dimalam pengantin mereka.

"Tidak bisa, aku harus mengurusnya malam ini juga." Ucapnya sembari menaruh cangkir di atas nakas.

"Keluarga mu tidak datang?" Celetuk Tiara,  wajah Reno berubah pias. Dari lubuk hatinya yang terdalam Tiara bersedih. Pernikahan mereka seakan tidak direstui.

"Tidak," jawabnya pelan. Bibirnya seketika mengatup rapat, ia tidak ingin membicarakannya sekarang. "Tidurlah." Perintahnya. Tiara mengangguk, ia merebahkan tubuhnya. Reno menarik selimut sebatas dadanya. Mata wanita itu cepat terpejam. Tak lama napasnya mulai teratur. Reno tidak beranjak sedikit pun menatap wajah istrinya. Cantik sudah pasti. Kulitnya putih tidak ada noda sedikit pun, hidungnya mancung dan mata bulat dengan pupil coklat muda. Ibu Tiara, Rea berkewanegaraan Jerman sedangkan ayahnya dari Indonesia yang berketurunan Tionghoa.

Kesalahannya yang diperbuat membawa mereka ke dalam pusaran derita. Pernikahan yang saling menyakiti. Reno ingin sekali memutar waktu agar kejadian itu tidak terjadi. Kesalahan fatal, menjerumuskan hidupnya hancur berantakan. Ia menyesal telah merusak gadis yang polos berusia 22 tahun. Walaupun Reno tidak sengaja melakukannya. Ia meruntuki dirinya karena khilaf menyalurkan hasrat kelaki-lakiannya pada gadis yang salah.

Perbedaan usia di antara mereka cukup jauh, 11 tahun. Reno berusia 33 tahun. Pria matang berprofesi seorang kontraktor. Berperawakan tinggi 183 cm dan mempunyai tubuh yang bagus. Otot bisepnya terlihat nyata jika mengenakan kemeja yang pas. Rambut hitam bergelombang yang dipotong pendek.

Reno segera beranjak dari ranjang, ia tidak sanggup memandangi Tiara lebih lama. Rasa sesal menggelayuti hatinya. Dalam batinnya berkecamuk, ia ingin menenangkan diri. Di suatu tempat yang sepi dan tenang. Ia ingin menjernihkan pikirannya.

Reno mencari tempat yang diinginkannya. Disinilah ia termenung, disebuah kamar hotel yang disewanya. Letak kamar Reno dan Tiara tidak jauh hanya beda tiga pintu. Ia sengaja menyewa kamar itu. Reno berbaring di sofa yang mengarah ke balkon. Gelapnya langit seakan menatapnya. Meminta penjelasan yang terjadi. Ia menarik napas dalam.

"Apa ini yang seharusnya aku lakukan?" Ia bermonolog. "Ya, Tuhan ampuni segala dosaku," desahnya putus asa. Reno bingung karena ia sudah membantah keinginan keluarganya untuk tidak menikahi Tiara. Namun ada bagian dirinya di tubuh Tiara. Bagaimana mungkin ia melepaskan Tiara?. Meskipun tidak ada cinta di hati mereka.

Reno berniat memboyong Tiara ke Jakarta. Pekerjaannya berada di sana. Ia tidak tau akan dibawa kemana pernikahan mereka kelak. Apa cukup menjalaninya saja atau berusaha untuk saling mencintai?. Reno berpikir keras akan memilih yang mana. Di hatinya tidak kosong, ada seseorang menghuninya.

Cinta yang tak terbalaskan. Cinta yang membuatnya menderita seorang diri. Cinta yang membawanya ke pernikahan ini. Sungguh persoalan cinta.

Reno merongoh sakunya mengambil ponsel yang bergetar.

Raina

"Halo.."

"Selamat atas pernikahanmu, mas. Maaf kami tidak bisa datang," ucap seorang wanita di seberang sana, riang. Yang di maksud 'Kami' itu ia dan Bayu calon suaminya.

"Tidak apa-apa, Rain. Aku mengerti kamu sedang mempersiapkan pernikahanmu kan?" Tanyanya tanpa sadar bibirnya menipis. Ia senang bisa mendengar suara wanita yang dikasihinya.

"Iya, mas. Aku sampai stres memikirkan pernikahanku," curhatnya. "Oia, apa Tiara ada?"

"Tiara sudah tidur, dia kelelahan. Resepsi kami baru saja selesai. Dia masih mual-mual, aku tidak tega melihatnya," tersisip kekhawatiran.

"Itu sudah biasa mas, tenang saja. Tiara sedang hamil muda. Bilang jangan sampai stres dan juga turuti apa kemauannya. Dia pasti akan ngidam nanti," ucap Raina cerewet. Reno sampai terkekeh pelan.

"Iya, aku mengerti," si penelepon berdehem.

"Apa orangtua mas datang?" tanya Raina hati-hati. Reno terdiam.

"Tidak, Rain. Mungkin aku akan membawanya menemui orangtuaku di Bogor. Tiga hari lagi aku akan kembali ke Jakarta bersama Tiara."

"Aku doakan pernikahan mas bahagia selamanya, mas," Raina tidak tau jika di dalam hati ada namanya.

"Amin, terimakasih Raina," Reno hanya bisa mengamini. Jalannya pernikahannya  itu urusan nanti.

"Ya, sudah mas. Aku mau tidur dulu ya. Happy wedding, mas. Bye..." Raina menutup teleponnya sebelum bibir Reno terbuka untuk membalasnya. Reno menghela napas lelah. Ponselnya masih ditelinganya.

Tut...tut... Tut..

"Saat aku menutup mata dan bernapas. Rasanya seperti kamu berada di depanku. Aku takut kamu akan menghilang. Jadi aku berdoa agar waktu berhenti. Aku jatuh cinta kepadamu, Rain. Aku bertemu denganmu seperti itu jelas bukan takdir.  Ini mimpi. Aku mencintaimu, Raina." Ucapnya lirih.

Yuhuuuu... Yg shippernya Reno-Tiara siapa????
*nanya pake toak

Jangan protes pendek ya...
Daripada ga dilanjutkan?
Idenya lagi mentok soalnya.. Heheee

Sorry typo & absurd

Thankyuu.. My Readers!! Love U!! 😘😘😘😘

Remember Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang