Part 6

281K 7.8K 214
                                    

Vanessa pov

Saat kami tiba di rumahku, hari sudah hampir gelap. Andrew turun dari mobil kemudian membuka pintu di sampingku. Kalau pagi tadi dia berpenampilan rapi habis, sore ini kerapiannya agak berkurang. Rambutnya sudah sedikit berantakan akibat acak-acakan tangannya sendiri, dia itu kalau lagi kesal paling suka ngacak-ngacakin rambut. Kemejanya juga sudah dikeluarin, lengannya digulung sampe siku. Tapi tidak tahu kenapa dia masih saja terlihat ganteng, memang ya sekali ganteng mau di apain juga tetap saja ganteng. Kalau dasarnya saja sudah jelek, BAH, nggak usah dibahas, buat sakit perut.

"Hati-hati!" gumamnya datar, tangannya terulur memegang sikuku.

Dengan perlahan aku menurunkan kedua kakiku, memegang bahunya agar bisa berdiri. Ternyata kakiku benar-benar terkilir, tapi syukurlahlah hanya keseleo ringan. Kalau tidak, bisa-bisa pernikahanku batal.

Eww, big no!!

Kan nggak lucu, aku masuk berita karena pernikahan batal hanya dua hari menjelang hari H-nya. Apa lagi dengan judul, 'Model cantik Vanessa Stone gagal menikah dikarenakan mengalami cedera pergelangan kaki dua hari sebelum pernikahannya.'

Eww, double big no.

"Pelan-pelan saja jalannya!" kembali terdengar suara Andrew yang berjalan tepat di sebelahku, tangannya memeluk pinggangku.
Membantuku berjalan, kadang-kadang dia bisa manis juga. Tapi kalau sisi menyebalkannya sudah keluar, aku ingin sekali menjedutkan kepalanya ke tembok terdekat.

Terlalu kasar, ya???

Hehehe, aku orangnya memang begitu. Wajahku saja yang ayu, body feminin, tapi kelakuan bar-bar. Banyak rekanku sesama model yang bilang kalau aku itu laki-laki dalam wujud perempuan.

Setelah insiden aku terpeleset, Andrew tidak lagi cerewet, mungkin mood cerewetnya sudah hilang. Yeah, semoga dalam waktu dekat ini tidak kembali lagi.

"Aku bisa jalan sendiri," aku memberitahu saat kami sudah akan sampai di depan pintu rumah. Aku tidak ingin terlihat sedang mesra-mesraan di depan keluargaku, walau pun Andrew calon suamiku hal itu tidak perlu dilakukan, apa lagi aku masih bisa berjalan sendiri. Walau masih sedikit sakit saat menggerakkan kaki, tapi aku masih bisa berjalan. Sepatu yang tinggi sudah diganti dengan flat shoes, Andrew memilih sendiri sepatu ini dari rak sepatuku.

Benar-benar calon suami perhatian. Uuugghh.

Andrew menatapku ragu, "kamu yakin??"

"Hhmm, tapi kamu jangan jauh-jauh dariku! Siapa tahu nanti aku butuh sesuatu, kakiku masih belum bisa bergerak bebas," terangku padanya.

"Oke," dia mengangguk.

Setelah Andrew membuka pintu dan kami masuk, dalam sekejap keriuhan yang memang sudah sangat ribut malah bertambah ribut lagi. Tampaknya sebagian besar keluarga sudah datang, aku bisa melihat ruang depan telah di ubah menjadi ruangan yang sangat luas supaya bisa menampung banyk orang. Banyak dari mereka yang sedang memperhatikanku bersama dengan Andrew, tidak terkecuali dengan ketiga kakakku. Bibir mereka tersenyum dan melontarkan pandangan yang tidak kumengerti artinya.

"Tante Esa...tante Esa...TANTE ESA.....!!!!!!!

Telingaku rasanya hampir tuli dengan semua kebisingan yang mereka timbulkan, aku melirik ke arah Andrew yang terlihat takjub dengan apa yang dilihatnya.

Yeah, anak-anak setan yang menggemaskan. Siapa yang bisa menolak kelucuan mereka.

Sekumpulan anak-anak berlari ke arahku sambil meneriakkan namaku, senyum mereka sangat lebar.

Setelah mereka sampai di depanku, mereka ribut berbicara yang entah apa aku tidak tahu, nggak jelas sama sekali. Tapi meski begitu aku tetap tersenyum, mereka adalah keponakanku yang lucu-lucu.

Bitter Sweet Life With You (Playstore)Where stories live. Discover now