Chapter II

40 2 0
                                    

"Silakan semua peserta yang sudah mendaftar di website untuk langsung masuk melalui pintu sebelah kanan ini..." ujar seorang perempuan muda dengan pakaian bertuliskan "STAFF" besar. Satu tangannya memegang megaphone, satu lagi menunjuk ke arah pintu di sebelahnya.

"Bagi yang mendaftar melalui koran nasional, silakan berbaris di depan meja panitia untuk mengumpulkan formulir kalian masing-masing terlebih dahulu." Ujarnya kini menunjuk ke meja berisi staff yang tampak sibuk membolak-balik kertas.

Hall A gedung mall ini tampak dipenuhi keriuhan hari ini. Staff di mana-mana sibuk mengarahkan segerombolan anak laki-laki yang berkumpul dengan muka tegang. Para orangtua tampak menepuk-nepuk punggung anaknya menyemangati, beberapa kumpulan anak berpakaian SMA membawa poster bertuliskan nama-nama orang dan kata-kata untuk menyemangati. Ada juga yang berdiri tampak bingung dan hilang, sambil mengepalkan tangan erat-erat penuh kegugupan.

Itu baru di bagian luar hall A. Di dalam, kursi-kursi sudah tiga perempat penuh dengan laki-laki muda. Penuhnya ruangan membuat beberapa staff ribut mondar-mandir menambah jumlah kursi.

Di antara keriuhan itu, seorang laki-laki dengan nomor peserta "0048" memutuskan untuk mengatasi kegugupannya dengan menyapa seorang laki-laki yang duduk di sebelahnya.

"Halo..." sapanya sambil menepuk pundak laki-laki di sebelahnya. Anak tersebut berperawakan tinggi, sepertinya mereka seumur, pikirnya.

"Eh... halo..." jawab laki-laki bernomor peserta "0049" itu.

"Gugup ya?" ujar peserta "0048" itu sambil tersenyum tanggung.

Peserta bernomor "0049" itu balas tersenyum ragu, "ya... lumayan." Jawabnya sambil memain-mainkan jarinya.

"Nama ku Niki Idaira." Ujar peserta "0048" itu sambil menjulurkan tangannya. Peserta "0049" membalas sambil tersenyum "Aku Shan... Shan Matsuoka."

"Nama yang bagus Matsuoka-san," puji Niki. Sepertinya hanya basa-basi, tapi saat Shan menatap matanya, matanya berkilau menunjukkan kesungguhan.

Shan tersipu malu, "Terimakasih Idaira-san."

"Panggil aku Niki-chi saja. Aku tidak biasa dipanggil dengan nama belakang." Ujar Niki sambil tersenyum lebar. Sepertinya Idaira-san anak yang sangat ramah dan periang... pikir Shan.

"Ah... sepertinya aku tidak pantas memanggilmu seperti itu. Umurku baru empat belas tahun. Aku yakin kamu pasti lebih tua." Ujar Shan malu-malu. Wajahnya menunduk merendah.

Mendengar itu, Niki tampak terkejut, matanya melebar, "AH! Yang benar? Kamu tidak tampak seperti anak empat belas tahun! Astaga... berapa tinggimu?" Tanya Niki sambil menatap Shan dengan takjub. Tangannya meremas-remas pundak Shan dengan tidak percaya, berusaha mengira-ngira tinggi Shan sepertinya.

"Tinggiku 175 senti, Idaira senpai." jawab Shan sambil mengerutkan badannya malu.

"ASTAGA! Jangan panggil aku Senpai! Aku hanya beda dua tahun denganmu kok, tidak setua itu! Niki-san saja juga sudah oke!" ujar Niki riang. Tangannya masih meremas pundak Shan takjub.

"Maafkan aku... Ida... maksudku Niki-san." Jawab Shan. Berusaha tersenyum sopan sambil menatap Niki.

Niki kini nyengir lebar, "Santai saja Matsuoka-san. Eh, atau bolehkah aku memanggilmu Shan-san?"

"Shan saja juga sudah oke kok, Niki-san." Ujar Shan berusaha akrab kepada senpai baik hati yang baru ia kenal.

"Shan, lantas, kenapa kamu tiba-tiba mau mendaftar audisi FIRE52? Kalau tampang seperti kamu sih, ikut audisi untuk Johnny Entertainment juga pasti diterima." Tanya Niki, tangannya sudah tidak lagi menggerayangi tubuh Shan.

Wajah Shan menegang mendengar pertanyaan itu, "Ini... seperti sedang diwawancara untuk audisi saja."

"Lah? Tidak apa-apa kan, justru bisa latihan?" ujar Niki, masih nyengir lebar. Bukan nyengir jahil yang menyebalkan, tapi lebih ke tersenyum ramah.

Shan mengernyit ragu, "Agensi Johnny terlalu jauh dari rumahku.." ujar Shan pelan.

Mulut Niki sekejap membentuk huruf "O". Ia lalu mengangguk maklum, "Ya, benar juga. Anak seperti kamu akan susah juga kalau harus pergi ke Johnny sendirian."

Shan menunduk malu, "Lalu... orangtuaku juga sebenarnya tidak mengizinkanku menjadi idol..." ujarnya makin pelan.

Wajah Niki yang semula maklum, perlahan-lahan menjadi terkejut lagi. ia menatap Shan tidak percaya, "WAH! Kita punya anak bandel di sini rupanya..."

"Ssshh... tidak... bukan begitu kok..." ujar Shan. Ia makin mengerutkan badannya.

Niki memandang sekitarnya, memastikan tidak ada staff yang mencuri dengar, lalu mendekat ke Shan sambil berbisik pelan, "lantas, siapa yang menandatangani permohonan izin formulirmu itu?"

Shan menjawab dengan berbisik pula, "itu.. kupalsukan tentu saja..."

Niki langsung tersentak. Badannya kini duduk tegak sambil menatap ke depan. Di depan, di panggung, beberapa peserta sudah mulai dipanggil untuk memulai audisi. Ia bergerak-gerak gusar, sesekali matanya melirik Shan.

"Ya ampun nak... kamu dalam masalah besar, Shan." Ujar Niki prihatin.

Shan terdiam, tak sanggup menjawab apa-apa lagi. Ia hanya bisa tertunduk. Sementara itu, seorang MC sudah berdiri di atas panggung dan mengumumkan kalau audisi sudah dimulai.

Baik Shan dan Niki hanya bisa terdiam dan sama-sama menerima nasib, mereka sudah tidak bisa mundur lagi dan hanya bisa jalan terus!

FIRE52Where stories live. Discover now