Bagian 23 : Aku Tidak Akan Kalah. Tidak Akan Pernah!

4K 275 63
                                    

"Miss bisa main pedang, kan?" tanya Alex. "Saya ingin melawan Miss. Bolehkah?"

Aku berjalan menghadapnya, seakan sedang menantangnya. Alex tampak tersenyum sadis padaku, begitu juga aku. Sepertinya ini akan sengit. Hiburan baru lagi.

"Dengan senang hati," jawabku dengan senyum. "Tapi, aku ingin ada taruhan dalam pertarungan kita. Tertarik?"

Brown menggandeng Anna dan berjalan ke arah kursi yang kosong untuk duduk. Aku dan Alex tengah berhadapan dengan satu pedang ringan dan tipis pada tangan kanan kami. Alex tampak berpikir sebentar, setelah itu kembali memasang wajah angkuh.

"Menarik juga. Baiklah, saya terima tantangan Anda," kata Alex dengan senyum, aku pikir dia kesal padaku karena aku telah mengeluarkannya dalam pelajaran Matematikaku siang ini. Dan sepertinya dia tidak mempedulikan hal itu. "Kalau saya menang, Anda harus membatalkan Celdo sekamar dengan saya."

Aku tersenyum miring mendengar keinginannya itu. Mengambil kesempatan rupanya. Dia masih tidak menerima Celdo menjadi teman sekamarnya. Pintar.

"Kalau aku menang, kau harus berteman dengan Celdo. Bisa?" balasku. "Jadi, kalau aku yang kalah, aku tidak akan mengganggu hubungan permusuhan kalian lagi."

"Setuju," kata Alex menyetujui keinginan kami masing-masing. "Bisa kita mulai sekarang?"

"Tentu," jawabku mengambil posisi berpedang yang siap melawan.

Begitu juga dengan Alex. Dia mulai mengeluarkan posisi awal berpedangnya. Posisi yang bagus. Aku bisa melihat lekuk tangan serta tubuh yang pas, seakan aku sedang berhadapan dengan petarung yang sudah berpuluh kali mengikuti perang. Sepertinya aku mulai terpesona.

Beberapa menit kami terdiam dengan pedang di tangan dan tatapan sengit namun santai, Alex telah lebih dulu mengeluarkan gerakan berpedangnya. Menebas. Aku reflek menahan serangannya dengan pedangku, menimbulkan suara denting pedang yang bertemu secara tajam.

Beberapa serangan ringan dari Alex, kemudian aku menyerangnya balik dengan gerakan tebasan juga. Alhasil dia juga ikut menangkis pedangku. Setelah lama kami hanya saling menangkis dan menggores pedang, pedang kami saling mendorong kuat. Ini pertarungan kekuatan pedang. Jika aku tidak kuat menahan dorongan pedangnya, aku bisa melepas pedangku dan jatuh. Tentu saja aku tidak ingin kalah dengan bocah berambut merah ini. Aku harus mengalahkannya, agar dia bisa menurut dan berteman baik dengan Celdo. Ya, aku harus menang.

Kami tak lagi tersenyum. Ekspresi seseorang yang sedang serius dengan pedang dan musuhnya. Itulah ekspresi kami sekarang. Sangat fokus dan serius yang jika diganggu akan emosi. Aku bisa memainkan pedang dengan sama lenturnya dengan Alex karena aku masih ingat pelajaran Celdo saat dia mengajariku cara berpedang.

Pertahanan dan kekuatanmu memegang pedang payah sekali! Busungkan dadamu! Kau tidak memiliki otot, tapi kekuatan tanganmu bisa menggantikannya. Kenapa kau menangkis seranganku terus? Lawan aku! Jangan ragu! Anggap saja aku ini musuh yang kau kejar saat ini!

Kalimat Celdo saat itu membuatku semakin membara. Aku menguatkan dorongan pedangku, sehingga membuat Alex satu langkah terdorong. Tampak Alex memasang wajah kesal dan gelisah.

"Setiap Miss melawan saya, saya merasa gerakan berpedang Anda tampak tidak asing," kata Alex sambil berusaha melawan pedangku. "Dari mana Anda belajar berpedang?"

Oh, dia memberiku pertanyaan. Dari mana aku belajar berpedang? Aku tidak yakin untuk mengatakan jawabannya. Hm, apa yang harus aku jawab? Jika aku menjawab dengan benar, reaksi apa yang akan dia keluarkan?

"Oh iya, Celdo, kau bisa menggunakan pedang?"

"Tentu saja! Aku adalah pemain pedang terbaik di Fantasy Land. Memangnya kenapa?"

Silver QueenWhere stories live. Discover now