Bagian 17 : Selamat Datang di Akademi Wonderland

2.5K 232 64
                                    

"Hm, jadi, aku akan ke Akademi Wonderland dengan naik apa? Apa aku harus jalan kaki? Bahkan aku tidak tahu di mana letaknya!" kesalku pada pagi buta di depan istana Catteppo.

Tiga hari berlalu begitu tak terasa. Mungkin waktu mulai rusak dan tua sehingga berjalan semakin cepat, bukannya lambat. Itu bagus. Aku akan lebih cepat bertemu sang pelaku dan menangkapnya dengan caraku sendiri.

Rambut perakku tergerai panjang di belakang punggungku. Gaun merah bermotif mimik wajah(aneh tapi bagus juga, sih-_-) dengan rompi hitam serta pita sederhana sebagai dasi terlihat cocok untukku. Juga kacamata yang sekarang akan menjadi ciri khasku di sekolah karena aku akan menjadi seorang pengajar. Alas kakiku juga diganti dengan sepatu hak hitam. Lebih baik dari pada yang kemarin. Tapi, aku benci memakai kacamata. Lagi pula, aku tidak rabun.

"Kerling! Bangunkan Rissa dan bawa dia ke sini," suruh Felice kepada Kerling yang sedari tadi terus menjilati bagian perutnya. "Oh, maaf, Moune. Kau tenang saja. Rissa akan menjadi tungganganmu selama dalam perjalananmu ke Akademi Wonderland. Dia tahu di mana sekolah itu terletak. Kau tidak akan tersesat selama Rissa tahu jalannya."

"Oke," sahutku sembari berusaha sabar. "Jadi, dokumen ini berisi berkas-berkasku untuk masuk tes menjadi seorang guru, kemudian buku pelajaran, dan di koper ini ada semua bajuku. Semuanya sudah lengkap?"

"Ya. Semua sudah ada dan akan berguna untukmu. Tidak lupa aku memasukkan kaca pembesar ke dalam kopermu," jawab Felice. "Omong-omong, kau akan mengambil pelajaran apa?"

Kaca pembesar? Ha. Aku tidak memerlukan benda norak itu. Bagiku, benda itu malah akan merusak konsentrasiku.

"Hm, mungkin Matematika?" pikirku sebentar. "Ya, aku rasa Matematika saja karena menurutku aku bisa menguasai pelajaran itu dengan mudah. Bahkan dulu saat aku bersekolah, aku mendapat peringkat tertinggi pelajaran Matematika."

Apa aku sedang sombong sekarang? Ah, tidak. Memang benar aku jago dalam pelajaran Matematika. Kalau bertanya tentang pelajaran yang lain, nilaiku pasti berada di bawah standar. Kecuali pelajaran Bahasa.

Kerling pun kembali muncul namun bersama dengan kucing besar berbulu kuning yaitu Rissa. Kucing itu menabrakku dari belakang dan sampailah diriku di atasnya. Aku telah menunggangi kucing ini. Hei, ini tidak buruk juga. Tapi, harusnya sekarang aku sedang bersin karena di dekat kucing.

"Selamat jalan! Semoga berhasil." Felice melambaikan tangannya padaku, begitu juga dengan Kerling. "Oh iya, Kerling bilang kau ini alergi kucing. Jadi, aku memberikan sedikit sihir pada bau Rissa agar tersembunyi darimu. Maka kau tidak perlu ragu lagi untuk mendekati Rissa. Selama perjalanan, kau tidak akan bersin."

Dengan perasaan yang sedikit aneh, aku membalas lambaian tangan mereka. Setelah itu, Rissa langsung berjalan dengan langkah berlari meninggalkan istana Catteppo. Ini berisiko. Aku harus berpegangan erat. Jika tidak, aku akan terjatuh.

Oh iya, cermin Doorfan masih menjadi sebuah cincin perak. Kenapa tidak menjadi emas saja, ya?

"Perpegangan eratlah, Nona. Aku akan menyeberangi sungai yang ada di sana. Sungai itu terdapat banyak sekali ikan hiu yang berkembang biak. Jangan sampai kita gagal melalui sungai itu," ucap Rissa sambil tetap berlari semakin cepat.

Rissa bersuara perempuan, sedangkan Kerling bersuara lelaki. Hm, aku pikir kucing itu tak punya kelamin seperti halnya manusia. Lihat. Aku payah sekali dalam pelajaran IPA, bukan?

"Kalau kita gagal melewati sungai itu?" tanyaku meminta penjelasan.

"Karena ikan hiu itu memiliki gigi yang tajam dan mampu melahap kita berdua! Mereka itu pemakan hewan dan penyihir," jawab Rissa yang sukses membuatku ngeri. "Kalau gagal, kau pasti tahu apa jawabannya."

Silver QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang