"Anka? Ila?" Alden berpikir keras seolah itu merupakan hal paling penting di dunia ini. Jia menghela napas. Ia sangat lelah menghadapi Alden. Gadis itu pun memilih menajamkan indera pendengarannya untuk menangkap kata-kata bu Dahlia di depan kelas.

"Zia. Jia?"

Jia menoleh. "Jia, itu bagus kan?"

"Kamu berlagak kayak kamu yang pertama kali nemuin nama panggilan itu."

Alis Alden bertaut. "Oh ya?"

"Papa manggil aku kayak gitu. Jia. Sebenarnya itu nama panggilanku, tapi waktu kenalan sama Sekai, dia ngotot manggil Zee. Dia lebih suka."

"Jadi kamu sendiri lebih suka yang mana?"

"Yang mana aja aku suka." Sahut Jia kemudian beralih ke depan lagi. Namun dalam hati, ia tentu saja lebih menyukai cara Sekai memanggil namanya. Bahkan jika Sekai hanya menyebutnya 'hei' saja, itu membuatnya merasa senang, nyaman.

Alden tersenyum, seperti memutuskan sesuatu.

"Jia kedengeran lebih manis. Sesuai sama kamu."

Jia tersentak. Abaikan saja, pikir Jia.

"Jia..." Alden memanggilnya. Entah kenapa Jia merinding. Tetapi bukan merinding karena takut. Entah perasaan seperti apa. Lambat gadis itu menoleh ke arah Alden. Cowok itu membuka buku cetaknya. Tampaknya ia akan mulai serius dengan pelajaran di depan kelas.

"Aku suka nama kamu. Cantik."

Dan Jia tak mengerti mengapa pujian itu membuat jantungnya berdebar-debar.

***

Hanya pandangan takjup yang dapat Jia dan Sekai tunjukkan ketika melihat Alden kembali ke meja kantin dengan tangan berisi milkshake cokelat dan kantung plastik berisi makanan manis. Dan seolah belum sadar bahwa ia diperhatikan, Alden mengeluarkan makanan dari dalam plastik seperti seorang sales. Cokelat bar, roti stroberi, wafer rasa vanilla, biskuit chocohips, serta beberapa jus buah dalam kemasan kotak.

"Kenapa? Kalian mau?" tanya Alden sembari menggigit roti stroberinya. Selai krim stroberi langsung menyapu tepi bibirnya.

Jia mengerjap. "Kamu serius makan beginian aja?"

Alden melihat makanan yang dibelinya tadi, lalu balik memandang Jia. "Kenapa emangnya? Nggak boleh?"

Jia menggeleng lalu berniat tak mencari tahu lagi. Ia melanjutkan makan siangnya dengan nasi goreng yang baru berkurang beberapa suap.

"Lo suka yang manis-manis ya?" tanya Sekai. Ia sudah menghabiskan roti isinya. Alden menjawab dengan sebuah cengiran. Tampaknya ia sangat menikmati roti stroberinya sampai tak sadar kalau mulutnya belepotan selai krim.

"Dulu bunda sering masak kue, jadi yah...aku suka yang manis. Sampai sekarang." Ia kemudian melihat serius ke arah Jia. "Kamu sukanya makanan apa, Jia?" tanyanya. Jia menahan suapan ke mulutnya. Ia sedang malas menanggapi Alden namun Sekai memberi isyarat agar Jia menjawab saja.

"Cokelat, keripik kentang." Sahut gadis itu singkat. Alden menyipitkan mata sembari mendecap. "Pantesan pipi kamu tembem ya."

Refleks Jia memegang pipinya. Apakah ia sudah menjadi lebih gendut karena mengabaikan pola makannya? Alden hanya tertawa pelan lalu membuka bungkus wafer. Ia menyodorkan pada Sekai, membaginya. Sekai mengambil satu. Sementara Jia menolak karena ia masih makan nasi gorengnya.

LOOKING FOR MOONLIGHTWhere stories live. Discover now