strange

48.3K 4.3K 43
                                    

"Anna Sullivan" panggilan dari seseorang membuat tubuh Anna menegang, Anna melihat seseorang di belakangku dengan takut. Aku mengikuti arah pandangannya yang tertuju pada alpha Ken.

"Ikut aku" perintah alpha Ken pada Anna.

"Baik, alpha" jawab Anna dengan patuh. Alpha tersenyum padaku, sebelum akhirnya pergi begitu saja.

"Aku pergi dulu" tanpa menunggu jawaban ku, Anna segera pergi menyusul alpha Ken yang sudah cukup jauh. Aku bingung dengan hubungan mereka berdua, kenapa Anna begitu takut sekaligus patuh padanya?

"Hai" sapa seorang laki-laki yang dengan seenaknya duduk disebelahku. Aku hanya tersenyum canggung membalasnya.

"Aku Ian, kau?" laki-laki itu mengulurkan tangannya.

"Ella" aku tersenyum dan menyambut uluran tangannya.

"Kenapa kau sendirian?" tanyanya. Melihat sekelilingku yang sepi.

"Tidak, aku tadi bersama temanku tapi dia pergi sebentar" jawabku.

"Teman macam apa meninggalkan wanita cantik sepertimu sendirian begini" aku melihat Ian dengan tidak suka. Apa haknya menilai orang seperti itu?

"Menjauh darinya, Ian" ucap Anna penuh peringatan. Ian menyeringai melihat Anna yang menatapnya tajam.

"Kenapa? Kau cemburu?" Anna terlihat semakin marah mendengar pertanyaan Ian itu. Tangannya sudah mengepal kuat sampai terlihat buku-buku jarinya memutih.

"Menjauh darinya selagi kau masih punya kaki" ucap Anna tepat di hadapan Ian. Ian terlihat sama sekali tidak terpengaruh dengan peringatan yang di lontarkan oleh Anna.

Dengan tiba-tiba dia merangkul bahuku. Membuatku reflek memelintir tangannya yang kurang ajar itu. Anna tersenyum puas melihat Ian yang merintih kesakitan.

Aku langsung melepaskan tangan Ian, saat melihat matanya yang menggelap. Aku yakin tadi matanya biru, bukan hitam seperti ini. Raut wajahnya penuh dengan amarah.
Anna langsung berdiri di antara kami menyadari suasana yang bertambah serius.

"Menjauh darinya. Atau kau akan menyesal" Ian berdecih meremehkan. Tak lama kemudian sebuah pukulan mendarat di pipinya, membuat Ian mengeraskan rahangnya terlihat semakin marah. Setelah itu, jual beli pukulan terjadi diantara mereka. Aku hanya bisa melongo melihat gerakan mereka yang begitu cepat. Bodoh, bukannya seharusnya aku minta tolong. Belum sempat aku berteriak. Sebuah pukulan mendarat di wajahku, hingga membuatku terjatuh ke tanah. Gila, tenaganya.

"Ella!" teriakan Anna membuatku menatapnya yang terlihat begitu khawatir. Dia berjongkok di sebelah ku dan membantuku untuk berdiri.

Saat aku sudah bisa mengendalikan rasa pusing yang aku rasakan, aku menyadari bahwa Ian sekarang sudah babak belur di tangan alpha Ken.

"Ella, kau tidak apa-apa?" tanya Anna terdengar begitu khawatir. Aku mencoba untuk tersenyum menenangkannya, melawan rasa sakit di bibirku yang sepertinya terluka.

"Kita ke rumah sakit, sekarang" kata Anna memutuskan. Saat Anna menarikku, aku masih melihat alpha Ken yang menyeret ian begitu saja.

"Anna, tunggu!" Anna menghentikan langkahnya dan menatapku dari atas sampai bawah, memastikan bahwa aku baik-baik saja. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku melihat kekhawatirannya, apa dia selalu seprotektif ini?

"Aku tidak apa-apa, tapi apa Ian tidak apa-apa diseret begitu?" tanyaku. Aku melihat ekspresi alpha Ken yang begitu dingin dan tidak terbaca.

"Percayalah, dia pantas mendapatkan yang lebih dari itu" ucap Anna dengan penuh kemarahan.

"Tapi...." aku tidak melanjutkan ucapanku karena Anna sudah kembali menarikku untuk mengikutinya.

"Gak usah ke rumah sakit, ya? Aku gak apa-apa kok" kataku mencoba membujuk Anna.

"Nggak, kita tetap pergi ke rumah sakit" ucap Anna keras kepala.

"Anna!" kataku memperingatkan. Aku menghentikan langkahku, tidak peduli dengan Anna yang masih berusaha menarikku.

"Please, Luna, dia bisa marah kalau tahu aku tidak bisa menjagamu" dia menatapku dengan tatapan memohon. Aku mengerutkan keningku bingung. Dia bicara apa sih?

"Apa maksudmu?" tanyaku bingung.

"Ehmm... Itu... Orang tuamu pasti marah, kalau aku mengakibatkan kau terluka seperti ini, ya, itu maksudku" jawab Anna dengan gugup. Aku menyipitkan mataku curiga. Melihat Anna yang sudah sangat gugup membuatku tidak tega untuk menekannya lebih lanjut.

"Mereka tidak akan marah, kalau itu yang kau khawatirkan. Sudahlah, aku tak apa-apa, ini hanya luka kecil, aku bisa mengobatinya sendiri" ucapku. Dengan enggan Anna akhirnya mengangguk kan kepalanya.

Aku melihat Anna yang terlihat takut saat dia mengantarku pulang.
"Tenang saja, orang tuaku tidak akan memarahimu, kau tidak perlu takut seperti itu" ucapku menenangkannya. Dia tersenyum, tapi aku masih melihat sinar ketakutan di matanya.

"Mereka tidak akan menerkammu, kau tahu"

"Mereka tidak, tapi 'dia' mungkin" gumam Anna.

"Kau bilang apa?" tanyaku, karena aku tak begitu mendengarnya.

"Tidak ada" jawab Anna cepat. Aku mengedikkan bahuku, tak peduli, mungkin aku salah dengar.

Saat sampai di rumahku, keanehan lagi-lagi terjadi pada teman baruku ini, dia terus melihat ke kamarku seolah memperhatikan seseorang.

"Aku pergi dulu, dan jangan lupa istirahat" Anna kabur begitu saja setelah mendengar jawaban 'ya' dan 'terimakasih' dariku. Aneh...

Aku tak melihat ibu saat aku masuk rumah, sehingga aku langsung menuju kamarku. Aku meneliti setiap sudut kamarku, untuk memastikan bahwa tidak ada seseorang disini.

"Mencari ku?" suara serak seorang laki-laki membuatku menolehkan kepalaku mencari sumber suara. Apa yang ada didepanku membuat mataku terbelalak, apa yang dilakukannya disini?

"Anda? Kenapa anda disini?" tanyaku. Aku mundur, memberikan jarak pada tubuh kami yang terlalu dekat.

"Menurutmu?" bukannya menjawab dia malah membalikkan pertanyaanku. Dia memiringkan sedikit kepalanya, dan menatapku dari atas sampai bawah. Sebuah geraman keluar dari mulutnya saat melihat luka di wajahku. Aku semakin mundur saat melihat matanya yang menggelap.

Aku tak tahu kapan dia bergerak, tiba-tiba dia sudah ada didepanku, menyentuh lukaku dengan lembut.
"Ehm, sir" aku bingung dengan apa yang dilakukannya, tapi aku lebih bingung dengan diriku, tubuhku menerima sentuhannya begitu saja, padahal namanya saja aku tak tahu.

"Panggil aku Aiden" katanya seolah dia bisa membaca pikiranku.

"Ehm... Anda di ruangan yang salah, ruangan ayahku ada di bawah" aku berusaha untuk mengalihkan perhatiannya dari wajahku yang sudah memerah karena tatapan intensnya.

"Aku tahu" ucapnya tak peduli. Terus apa yang dilakukannya disini?

"Aku tidak bisa mencegah diriku untuk melihatmu" ucapnya seolah tersiksa. Tatapan matanya kemudian berubah menjadi kesal, ada apa dengan laki-laki ini?

"Aku benci kehilangan kontrol" dia menatapku menuduh, apa salahku?

"Ella, kau sudah pulang?" teriakan ibu membuat tubuhku menegang.

"Sepertinya, aku harus pergi" ucap orang di hadapanku dengan santai. Sebuah kecupan singkat di bibirku membuat mataku lagi-lagi terbelalak karenanya.

"Remember, you are mine"

******

His QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang