Sesuatu Yang Baru

789 65 0
                                    

Masih terasa sesak dalam dada saat membaca pesan itu berulang kali. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan.

Kupikir pesan itu akan hilang saat aku mengerjapkan mata. Namun nyatanya, tak ada perubahan sama sekali pada pesan itu.

Pesan yang berhasil membangunkanku dari lelapnya keheningan yang tercipta. Berhasil membuat ragaku terjerembab seketika.

Beberapa menit saat aku masih terdiam. Dering ponsel menyadarkan lamunanku. Ku lirik ponsel yang kini telah tertera namanya.

Nama yang berhasil membuat jantungku meronta. Dengan tangan gemetar, kuraih ponsel itu dan menggeser ke layar hijau.

"Halo?"

Nafasku tercekat, aku seperti tak bisa mengeluarkan kata kata sama sekali. Namun setitik air bening telah jatuh bebas di salah satu pipiku.

"Sya, aku di depan rumah."

Kata kata yang biasanya membuatku senang bukan kepalang. Kini malah terasa seperti bencana besar yang siap menerkam.

"O-oke aku turun." ku putus panggilan lalu bergegas menuju wastafel untuk menyegarkan wajahku.

Setelah dirasa baik, aku turun dan menghampiri Ariz yang sudah menunggu di ruang tamu.

"hai.. udah lama?" aku tersenyum padanya sembari menutupi kegugupanku.

ia menatapku lama, bisa kupastikan ia menangkap sembab dikedua mataku. "pasti nangis lagi. ada apa sih?" yup, ia benar benar melihat kedua mataku.

"itu.. abis baca buku sedih, pasti kamu juga nangis kayak aku."

ia terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk percaya. semoga begitu.

"ada apa?" aku memecah keheningan ketika ia mulai menunduk.

aku duduk disampingnya yang kini sudah merubah posisi duduknya menjadi berhadapan denganku. "gatau kenapa feeling aku bilang kita harus bicara."

ia menarik nafasnya kasar dan menghembuskannya. jantungku sudah berdegup kencang dan otakku sudah menyalakan tanda bahaya.

"apa kamu bosan dengan hubungan ini?"

seketika aku kehilangan oksigen. aku tak bisa bernafas. rasa sesak ini benar benar menyiksa hingga kedalam. apa yang harus kulakukan?

"kamu mau kita--"

"enggak sya.. aku gamau kita udahan, aku cuma mau buat sesuatu untuk hubungan kita."

"maksud kamu?"

"sesuatu yang baru" ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tas nya.

bukan. bukan kotak cincin. melainkan sebuah amplop biru langit dengan gambar awan di atasnya.

aku menatapnya bingung "ini apa?"

ia hanya tersenyum dan menyodorkan amplop itu.

"boleh dibuka?"ia menjawab anggukan.

aku mengambil amplop itu lalu membukanya perlahan.

isinya mampu membuat air mataku langsung jatuh seketika. aku menatapnya tak percaya dan ia hanya tersenyum.

***

"Pstt. Key lo kenapa si??" bisikan Gladys membuyarkan lamunanku.

"Eh, engga kok gapapa." aku mulai memperhatikan dosen mengajar.

"Jangan boong."

"Apasih Dis?"

"Silahkan keluar jika ingin melanjutkan mengobrol." dosen memperhatikan kami berdua.

Aku menghembuskan nafas kasar. "Maaf pak.."

"Istirahat masih 15 menit lagi." ucap dosen sebelum kembali menerangkan sesuatu yang sama sekali tak bisa kutangkap.

"Daritadi lo ngelamun terus Key.. Ada apaan sih?" entah sudah keberapa kalinya Gladys bertanya hal itu.

"Astaga Dis, gue bilang gue gapapa. Masih aja nanya." aku menyuapkan sesendok nasi goreng kedalam mulutku.

Gladys menatapku jengah. "Lo gaakan punya waktu banyak untum cerita. Karena hari ini gue mau dinner sama my boyfie."

"Terserah lo deh.."

"Ishhh Key lo ngeselin!!" Gladys bangkit dan meninggalkanku sendiri.

Aku hanya menggelengkan kepalaku karena tingkahnya yang masih saja kekanakkan. Sepertinya Gladys tengah PMS.

Baru saja ingin melanjutkan upacara makanku, kini aku telah dikejutkan oleh orang yang selalu saja membuatku kesal setengah mati.

Siapa lagi kalo bukan si Pete?

"Hi Keira.."

"Keisya, Pete!"

Ia terkekeh. "Lucuan juga Keira."

"Serah lo deh.." aku sengaja mengalah karena jujur aku sangat malas sekali berdebat dengan makhluk yang satu itu.

"Tumben gak argumen? Biasa nya nyerocos melulu." ia meneguk minuman kaleng yang tadi ia bawa.

"Males."

Ia tersedak dan terbatuk. "Apaan?"

"Apaan sih Pete? Jorok tau gak?!"
Ia mengelap mulutnya dengan tissu yang ada di meja kantin. Selera makan ku telah hilang karena kurasa, nasi goreng milikku sudah terinfeksi oleh kuman Pete.

"Sori sori.. Aneh aja lo bilang begitu. Kaget gue."

Aku hanya menatapnya jengah lalu bangkit meninggalkan cowok yang kini memanggil manggil namaku.

Aku pura pura tak dengar atau memang sebenarnya ia tidak memanggil namaku, melainkan memanggil 'Keira'. Nama itu jelas bukan namaku.

Sebelum kembali ke kelas, aku melangkah menuju toilet untuk menata diri.

Kutatap pantulanku dalam cermin. Aku merapihkan rambutku dan memakai pelembab bibir yang selalu kusimpan dalam saku rok.

Setelah mencuci kedua tangan dan mengeringkannya. Aku kembali menuju kelas sebelum akhirnya aku berpapasan dengan Ariz.

"Lho kamu belum masuk kelas?" tanya nya ketika melihatku masih berkeliaran di lorong.

"Belum. Tadi baru aja abis dari toilet." jawabku.

Ia hanya mengangguk. "Masih mikirin hadiah kemarin ya?"

Aku memberikan senyum paksaan.

"Gausah dipikirin lagi Sya. Itu juga masih lama kok."

Aku mengangguk dan pamit untuk kembali ke kelas.

***

Maaf cuma sedikit.
Maaf juga jarang update.

Banyak tugas yang menumpuk dan menunggu untuk dikerjakan. Jadinyaa jarang update.

Aku juga ngestuck dan lagi gapunya ide apa apa karena lagi pusying mikirin tugas dimana mana.

So, semoga gak mengecewakan ya ceritanya^^

Jangan lupa Vote dan Comment. Vote dan saran kalian sangat membantu aku untuk membangun cerita yang lebih baik lagi.

Love ya!!

Who? (#3)Where stories live. Discover now