Touchy, flirty, cheesy, you can add more once you get to know him.

Gue selalu risih karena gue gak biasa dengan kelakuan dia. Annoying, annoying, dan annoying. Dan fakta kalau dia tau dengan jelas bagaimana orang-orang melihat dia -ganteng, charming, kaya, pinter, malah semakin bikin gue gak tertarik untuk memberikan atensi apapun. Because, after all, he is The Gamaliel Audirga Danuandra, the best bastard alive on earth who can be good to all Hawa population in the world.

"Gak serem tadi filmnya," protes dia.

"Ya jelas lo bilang gak serem, lo nontonnya sambil merem," balas gue ketika kita berdua duduk di salah satu spot paling pojok di Starbucks. "Cie, perhatiin gue banget. Fokus nonton kali. Nonton kan bayar 50 ribu, liatin gue mah gratis."

"Kapan sih lo gak over-confident gitu?"

"Kapan sih lo menyadari kegantengan gue?"

Gue menyedot minuman gue sambil geleng-geleng kepala. "Handsome in the face doesn't mean handsome in the attitude."

"You will see how handsome my attitude is soon, sayang. You better anticipate."

Bisa jadi karena beberapa kejadian kebetulan yang buat kita bisa kenal seperti sekarang. Mulai dari gue yang mabok dan dia yang membawa gue pulang, sampai ketika kebalikan dia yang mabok dan gue yang membawa dia pulang. Iya, bisa jadi itu yang buat kita bisa ngobrol kayak sekarang. Padahal awalnya gue gak pernah berpikir sama sekali akan ngomong lebih panjang dari kata 'Permisi' sama dia.

"Makasih ya.."

"Buat?" tanya gue heran.

"Waktu itu, nemenin gue, bawa gue ke apartemen, listening to all my shits and keep it by yourself."

It's the sincere one by the way, i can see it from his eyes, dan gue tersenyum simpul ke dia. "Kayaknya daripada bilang makasih, harusnya lo bilang maaf deh."

Dia ketawa, "Why should i? It's not like i was the only person who enjoyed the kiss."

"Oh really? If i really did, i should've not wash my mouth thrice on the next day and bought a Betadine to cure the wound there."

"Seriusan lukanya sampe parah banget? Mana? Sekarang masih luka gak?" dia menaruh jarinya di bibir gue dan gak berapa lama setelah itu, gue menepis tangannya. "Biasa aja kali. It's not like this is the first time you kissed a girl until they got wounded."

Dia menatap gue beberapa lama sambil tersenyum sebelum mengaduk Chocolate Blendednya sendiri. "Ah i see.. Selama ini lo denger apa aja gosip soal gue?"

"Hm.. Banyak sih. Cewek lo puluhan, kalo jadian palingan seminggu, lo suka bawa cewek ke hotel, lo baik ke semua cewek manapun. Ya begitulah."

"Terus menurut lo gue gimana?"

"Lo ya lo. Dirga. Yang terkenal itu. The famous bastard."

Dia ketawa sambil geleng-geleng kepalanya. "Lo emang kalo ngomong selalu jujur gitu ya?"

"Pretending is not my ability."

"So you are not pretending hating me?"

"I don't hate you? In fact, i like you," gue sadar kalau kalimat terakhir gue ambigu sehingga dia sempat diam dan menatap gue lama, sebelum akhirnya gue melanjutkan. "You live your life without give a damn with others, and that's what i like about you. Yang gue gak suka dari lo adalah lo..," gue menunjuk mukanya dengan ibu jari. "Iya elo. Annoying." Dia ketawa lagi, kali ini sambil tepuk tangannya sendiri.

"Lo tau gak sih, La. Dari dulu gue selalu menganggap ada 2 tipe cewek... Cewek yang udah jadi pacar gue, sama cewek yang bakal jadi pacar gue."

NonversationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang