pengakuan

6.1K 1.2K 86
                                    

[ Fiksi Kilat : 426 Kata ]***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[ Fiksi Kilat : 426 Kata ]
***

Pengakuan, ya.

Adalah salah satu hal yang diinginkan semua orang.

Pagi itu, seusai pelajaran Matematika, aku iseng saja bertanya pada salah satu temanku yang langganan mengangkat tangannya untuk mengajukan pertanyaan pada guru. Padahal, aku cukup tahu kalau dia sebenarnya jauh lebih pintar daripada itu.

"Biar keliatan kalo gue pinter, haha," katanya sembari menaikkan dagu.

Ah, aku tahu jenis gestur itu. Meskipun dia kelihatannya sangat menyombongkan dirinya, aku tahu satu hal ; dia ingin mendapat pengakuan dari kami semua, teman-teman dan guru. Kalau dia memang sepintar itu.

Nyatanya, apa yang dia lakukan sebenarnya membuat muak beberapa orang. Tak masalah, bukan urusanku juga.

Siang itu, aku kembali bertanya pada temanku yang lain, salah satu orang terajin di angkatanku. Bahkan, dia rela mengerjakan semua tugas kelompok sendirian lantaran karena sial mendapatkan teman sekelompok yang masa bodoh dengan tugas.

"Biar orangtua gue bangga punya anak kayak gue."

Malam itu, aku menatap pantulan diriku sendiri di cermin. Make up tebal, tube dress ketat, dan tidak lupa, senyuman sepuluh senti andalanku. Tadinya, aku berniat melakukan rutinitasku seperti malam-malam sebelumnya.

Tetapi, mengapa tangan ini malah bergerak menghapus segala riasan di wajahku?

Mengapa pula tangan yang sama ini, melucuti gaun yang kukenakan dan menggantinya dengan kaus dan celana jins belel?

Malam itu dan malam-malam seterusnya, setidaknya aku menemukan kesimpulan dari pengamatanku selama ini.

Memangnya, apa sih gunanya pengakuan itu?

Aku masih menatap pantulan diriku di cermin kemudian dengan semangat beranjak dari kamarku dan bergegas keluar rumah. Aku beringsut ke rumah di sebelah rumahku, dan mengetuk pintunya dengan tidak sabaran.

"Gue mau berubah, La! Gue nggak bakal jadi antek-antek mereka lagi, seperti yang lo bilang, gue nggak peduli kalo tetep dicap jadi remaja ansos yang berpenampilan payah kayak lo! Gue nggak akan haus ketenaran dan pengakuan dari mereka lagi!"

Benar juga, mengapa aku bersusah payah mendapatkan pengakuan dari semua orang, bukankah ini hidupku sendiri? Aku hidup bukan untuk menyenangkan semua orang.

Pasti di luar sana, ada orang yang dengan senang hati mengakui keberadaanku, karena aku tahu, mereka memang tulus menyayangiku, meskipun aku melepaskan semua topeng kesempurnaan ini, mereka akan tetap berada di sisiku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pasti di luar sana, ada orang yang dengan senang hati mengakui keberadaanku, karena aku tahu, mereka memang tulus menyayangiku, meskipun aku melepaskan semua topeng kesempurnaan ini, mereka akan tetap berada di sisiku.

Pasti ada.

Akhirnya, pintu rumah itu terbuka dan menampilkan sosok yang dulu selalu bersamaku sejak Sekolah Dasar.

"Hei, jadi temen gue udah mau jadi cupu lagi, nih? Nggak nyesel ninggalin semua sorotan perhatian itu?"

Aku tersenyum mantap dan memeluknya erat. Aku tahu itu, salah satu orang yang pasti tidak akan meninggalkanku adalah sahabatku sendiri. Mengapa aku baru menyadari pengakuan yang begitu dekat ini sekarang?

"Nggak ada kata menyesal buat jadi cupu tapi punya sahabat yang nggak palsu, kayak lo."

***

Harga Kebahagiaan [10/10 END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang