Eko mengangkat tangannya menghitung mundur satu sampai tiga. Dan semuanya langsung mengucapkan salam, "SELAMAT PAGI, BU!" teriak satu kelas termasuk gue yang mau tak mau ikut karna di senggol Reon. Padahal guru gak ada sama sekali, ini satu kelas pe'a apa ya?

Ceklek

Decitan pintu berbunyi semua orang diam menanti datangnya si Tono. Kayaknya mereka semua mau ngerjain Tono.

"Apa-apaan ini?" Bukan, itu bukan suara cowok tapi suara perempuan; suara ibu-ibu. Gue terkejut begitu juga yang lainnya. Ternyata pintu sudah terbuka, bukannya Tono yang berdiri di sana. Tapi guru yang harusnya ngajar pagi ini.

"Mampus, Ibu Erni." Gue melirik Reon yang bergumam sambil menggeleng kecil. "Alhamdulillah, bakalan gak belajar lagi. Thanks god, maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?"

"Ada yang bisa jelasin, ke saya?" ucapnya yang tak mendapat jawaban. Ia masuk ke dalam kelas, lalu duduk di tempatnya. "Tono, duduk di tempatmu." Tiba-tiba Tono datang dari balik pintu. "Ketua kelas, kemari." Eko menggeram kesal di bangkunya, ia melirik Tono tajam seolah berkata, 'mampus lo istirahat nanti.'

•••

"Kenapa kita harus dapet bagian bersihin semua kaca di jam istirahat? Gue malu!" keluh gue ke Rendy dan Reon yang malah senyum-senyum membersihkan kaca. Sesekali mereka malah mengedip ke salah satu siswi yang cantik atau bahkan ada yang sampai terang-terangan mereka gombalin.

"Kenapa sih, Gel. Lagian 'kan kita bisa ngecengin adik kelas yang cantik-cantik."

"Gak doyan, gue!" Ketus gue yang melempar lap dan duduk di lantai tanpa perduli tatapan murid-murid yang lewat.

"Ah lo, sih udah di pelet sama Franda. Ya mana doyan lagi sama degem-degem sekolah kita," ucap Rendy yang tak terima. "Ya gak Yon?"

"Yo'i." Reon begitu asik menggoda adik kelas yang duduk di dekat jendela yang sedang di bersihkannya.

"Gue mau ke toilet dulu," pamit gue yang berdiri dan langsung berjalan menuju toilet sekolah.

Ini bukan gue. Seumur-umur baru kali ini gue di hukum. Ini udah melenceng!

"AAAAAAAA!" Gue langsung tersentak mendengar teriakan seorang gadis yang berdiri di depan gue.

"Bang Ragel. Ini toilet cewek!" ucap seorang gadis yang datang dari pintu masuk.

"Emang, salah?"

"Ya salah lah! Lo itu cowok!" pekik gadis yang tadi berteriak.

Gue cowok?

Gue ce–

Oiya, gue Ragel sekarang.

Gue pun langsung berbalik pindah toilet yang berada di samping toilet cewek.

"AAAA!" pekik gue, saat masuk ke dalam toilet cowok dan mendapati seorang cowok sedang pi–pis berdi–ri?

Ia mengancingkan resletingnya di hadapan gue yang menutup mata dengan kedua tangan dengan memberikan ruang untuk mengintip.

"Apa-apaan sih, lo? Kayak banci teriak-teriak!"

Gue mendelik, langsung mengalihkan pandangan ke arah lain. "Gu– gue gu– gue—"

"Apa sih, gue gue gue gak jelas!"

Gue melirik dia yang berjalab meninggalkan toilet namun saat di depan pintu ia berhenti sejenak. "Lo tau 'kan nanti kita bakal tawuran." Ia mendengus sinis. "Jangan buat gue nyebut lo banci untuk ke dua kalinya, ya?" Setelah mengatakan itu ia pergi.

"Apaan sih, tuh Tristan matanya pengen di col– loh, Gel lo ngapain?" ucap Eko yang datang menggerutu.

"Tadi itu, Tristan?" tanya gue memastikan.

Eko langsung melotot dan tiba-tiba dia berubah terbahak. "Hahaha, bukan tadi itu namanya tronton." Gue mendengus, apanya yang lucu, gelo nih orang. "Iyaiyalah Tristan, siapa lagi. Lo amnesia atau gimana, sama abang sendiri lupa."

"Oh!" Gue berbalik dan masuk ke wc dan menutup pintunya. Jadi itu yang namanya Tristan.

"Aneh banget si Ragel," ucap Eko yang masih bisa gue denger.

•••

The Most Wanted Girl (Telah Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang