Tugas Seorang Kakak.

4.8K 368 29
                                    

Lima tahun sudah usia Kuroko Tetsuya yang kini telah berubah wujud dari bayi mungil menggemaskan, menjadi bocah kecil lucu yang imutnya luar biasa. Surai biru langitnya dengan manik aquamarine senada dengan warna rambutnya itu mampu mengubah setiap mood buruk dikeluarganya. Ditambah lagi, kemampuannya yang mudah menghilang dan tiba-tiba muncul itu, selalu bisa mengejutkan siapa saja yang mengenalnya. Mereka menyebut kemampuan itu sebagai misdirection.

Kuroko kini tengah berkutat dengan kertas dan pencil berwarna ditangannya. Ia membuat garis, pola lingkaran dan entah apapun itu. Ia terlihat senang, dan menggemaskan.

"Selesai." serunya gembira. Khas anak kecil yang baru saja selesai menyelesaikan pekerjaannya dan ingin segera mendapat pujian. Maka larilah kuroko, menaiki satu persatu anak tangga yang menjadi jarak pada tempat yang menjadi tujuannya. Sebegitu riangnya ia, sampai tak peduli akan rasa takut pada ketinggian lantai dua yang akan nampak mengerikan, untuk dilihat dari ukuran anak berusia 5 tahun.

Perlahan, ia dorong pintu coklat berpola sederhana yang menghalangi langkahnya. "Ayah, Ayah!!" teriaknya saat telah berhasil memasuki ruangan kerja tempat ayahnya berdiam diri.

"Oh, Tetsuya. Ada apa?" balas sang ayah ramah, setelah tahu bahwa ia mendapat kunjungan dari malaikat biru yang indah. Setidaknya, kehadirannya itu sedikit membuat ia melupakan pekerjaan sulitnya.

Kuroko tersenyum manis. Meskipun sebenarnya ia selalu berwajah datar, ia tetap terlihat manis. Kuroko menyodorkan tangannya. Memperlihatkan pada ayahnya hasil karya miliknya. Disana terlihat gambaran yang indah, takkan ada yang percaya, jika bocah berusia 5 tahun yang menggambarnya. Sketsa-sketsa wajah itu terlihat sempurna untuk disebut sebagai gambaran bocah. Pewarnaannya mencolok sesuai dengan warna surai pemilik aslinya. Dua Aomine, dengan surai biru gelapnya, dan kise sang kakak, dengan rambut pirangnya. Tak tertinggal kuroko kecil dengan surai biru secerah langit, dengan tangan kecil mungilnya yang di genggam---
Ada satu surai biru lagi disana. Surai yang sama dengan milik malaikat kecil itu. ---ibunya---

Kuroko menggambarkan dirinya tengah digenggam erat oleh sesosok ibu yang tak pernah dilihatnya dengan wajah bahagia. Sungguh, itu pemandangan yang teramat indah. Namun, juga menyakitkan.

"Ayah? Ada apa?" tanya kuroko yang melihat ayahnya bertingkah aneh.

"Apa gambar Tetsu seburuk itu?" katanya lagi. Kini, manik Aqua nya terlihat berkilau. Memperlihatkan cairan bening hangat yang mulai membasahi pipinya.

"Te---tsuu." lirih sang ayah. Suaranya tertahan. Ia menangis dan memegangi dadanya. Ia memandangi anak birunya yang kebingungan tak tahu apa-apa. Ia mengelus sayang surai biru itu yang kini tengah terbelalak. Menampakkan mata jernihnya, melihat ayahnya memuntahkan sesuatu yang kuroko tahu itu berwarna merah. Kakaknya kise yang mengajarinya.

Ia merasa takut dan segera berlari. Menghampiri ponsel ayahnya yang sedang berbunyi. Menyanyikan dering lagu tanda sebuah panggilan masuk. Ia menerimanya dan tidak peduli siapa yang ada di seberang sana. kuroko hanya tahu, ayahnya perlu bantuan.

"Ayah, tolong ayah. Cepat, mulut ayah berwarna merah." tutur kuroko cepat.
Ia tidak peduli lagi pada suara kebingungan diseberang telponnya. Ia lari secepat mungkin, mengguncang tubuh ayahnya yang mulai hilang kesadarannya. Memanggil, berharap suaranya masih bisa didengar. Tapi, orang yang dipanggilnya ayah itu hanya membalasnya dengan senyum simpul bersamaan dengan matanya yang mulai menutup.

Satu jam kemudian, Kuroko sudah terduduk disalah satu deretan bangku tunggu. Kaki putih pucatnya ia ayun-ayunkan dengan riang, ia tidak tahu, atau mungkin--tidak mengerti dengan apa yang tengah menimpa ayahnya. Yang ia tahu saat ini, sekertaris ayahnya tadi datang kerumahnya, membawa dia dan ayahnya yang tidur dengan warna merah dimulutnya untuk datang ketempat ini. Dari yang ia dengar, orang dewasa menyebutnya rumah sakit. Ia tidak tahu tempat apa ini tapi, ia merasa tidak nyaman dan rasanya ingin segera bergegas, jika ia tidak ingat kalau ayahnya sedang tidur pulas disalah satu ruangan sana.

Please, Don't Cry & Don't GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang