Prolog

30.1K 1.1K 2
                                    

Prolog


Bulir-bulir hujan jatuh di atas permukaan genangan air di halaman sebuah rumah. Membentuk lingkaran-lingkaran besar dan kecil sesuai ukuran bulir air hujan. Semakin lama kecepatan bulir hujan membentuk lingkaran pada genangan air semakin cepat seiring kecepatan air hujan turun dari langit, hingga genangan air nampak seperti sungai kecil beraliran deras. Gerimis berubah menjadi hujan deras. Menghalangi seorang perempuan yang sudah bersiap-siap akan keluar rumah menuju ke suatu tempat yang sudah lama ingin ditujunya sejak berbulan-bulan lalu.

Tempat berupa pemakaman di sebuah bukit yang hanya sekali didatanginya di hari kematian seseorang yang sempat dikiranya adalah jodoh yang sebenarnya.

Sebuah lukisan yang persis dengan wajahnya, tergantung di dinding kamarnya. Lukisan pesanannya kepada seorang pelukis jalanan yang tidak sengaja ditemukannya ketika berkeliling Bandung di suatu siang yang cukup terik.

Lalu ia kembali duduk di dekat jendela. Menunggu kapan hujan berhenti, yang sepertinya akan lama. Mungkin hingga malam atau hingga keesokan pagi. Ia duduk dalam diam, bersama sekotak kenangan yang tersimpan dalam sebuah ruang dari pusat pengendali gerak sadar manusia. Kenangan yang tidak bisa dipilih, mana yang bisa disimpan dan mana yang harus dibuang.

Betapa banyak yang tersakiti olehnya di masa lalu. Ulah Lucifer yang berkawan dengannya dalam lingkaran penuh tipu daya. Menebarkan keangkuhan bagi manusia sempurna, yang kelak akan menjadi kehancuran peradaban umat manusia.

"Semoga belum terlambat," bisiknya kepada hujan.

Imperfect Love (Completed)Where stories live. Discover now