01: Reuni

31.7K 1.9K 35
                                    

Daniyah Namira Handoko, atau yang biasa dipanggil Nami. Adalah anak terakhir dari pasangan Muhammad Rian Handoko dan Aisya Humaira, serta cucu dari Kyai yang sangat disegani masyarakat di salah satu desa yang ada di kota Gresik. Nami mempunyai 3 Kakak. Kakak pertamanya—Muhammad Adnan Handoko- yang merupakan dokter anak di salah satu rumah sakit besar di Kota Gresik. Lalu kakak keduanya—Dena Thalia Handoko- seorang dosen Sastra Indonesia, serta kakak terakhirnya—Annisa Shoibah Handoko- yang juga seorang dosen, namun pada bidang studi Sastra Inggris. Ketiga kakak Nami sudah berkeluarga, dan masing-masing telah mempunyai anak. Hanya Nami yang belum menikah dan menjadi anak kesayangan keluarga. Kesuksesan kakak-kakaknya itu menjadi motivasi sendiri untuk Nami. Ia kini menjadi mahasiswi tingkat akhir Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) salah satu universitas negeri di Surabaya.

Jauh dari keluarga membuat Nami harus bisa hidup mandiri, serta menyibukkan dirinya dengan berbagai hal positif agar tidak selalu ingin pulang ke rumah. Abinya—Rian-tidak membiarkan putrinya hidup di kos-an. Rian rasa, lebih baik anaknya itu ada di pesantren yang disediakan khusus untuk mahasiswa, agar bisa selalu ikut salat berjamaah. Tak hanya itu, agar kebiasaan Nami yang untuk membaca AlQuran tetap berjalan ketika di pesantren nanti. Begitu alasannya, dan Nami dengan senang hati menurut. Karena itu juga yang di inginkannya.

Nami merupakan salah satu mahasiswi yang aktif pada berbagai organisasi keislaman di kampusnya. Kemampuan dalam bidang melantunkan ayat-ayat suci AlQuran dengan sangat merdu karena ia menguasai berbagai lagu qiroah membuatnya selalu diikutkan dalam berbagai lomba MTQ (Musabaqah Tilawatil Quran) antar mahasiswa. Dan keluarganya sangat bangga dengan prestasi Nami dalam bidang tersebut. Tak hanya aktif dalam organisasi kerohanian islam, ia juga merupakan anggota BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) yang membuatnya mempunyai teman yang banyak sekali, ditambah sikap Nami yang baik hati serta ramah kepada semua orang tanpa membeda-bedakannya.

Nami akan pulang ke rumah yang ada di desa setiap satu bulan sekali. Namun jika banyak libur ia akan pulang semaunya. Dan ya, ia senang sekali ketika tahu bahwa ia mendapat undangan untuk menghadiri reuni teman MI (Madrasah Ibtidaiyah)-nya.  Pas sekali ia ada di rumah, jadi ia bisa datang bertemu teman-teman masa kecilnya untuk menyambung tali persaudaraan. Bertempat di rumah salah satu teman MI Nami yang bernama Renita, karena rumah Renita yang sangat luas dan hanya di tempati ia dan kedua orang tuanya. Di sana teman-temannya sudah berkumpul. Satu persatu ia salami dan memberi pelukan kerinduan pada teman wanitanya. Menyapa serta menangkupkan telapak tangannya di depan dada kepada teman laki-lakinya, yang menimbulkan sorakan dari teman laki-lakinya. "Duh, Ustadzah sekarang. Alhamdulillah. Padahal dulunya centil, main ke sana kemari, Hahaha." itu celetukan dari Fendi, teman Nami yang dari dulu suka sekali mengusilinya, Fendi juga pembuat onar keramaian kelas dulu. Nami hanya tertawa mendengarnya. Perasaan ia dulu tidak centil, hanya jadi sosok periang saja. Satu orang lelaki yang duduk di ujung, diam-diam mensyukuri itu, senang sekali ia melihat Nami dengan gamis serta khimar panjangnya, senang sekali ia melihat Nami yang menjaga dirinya sendiri, senang sekali ia melihat Nami menjalankan sebagaimana yang islam perintahkan. Hati lelaki itu kian berbunga-bunga tentu saja. Namun kembali lagi, tak ada orang yang tahu tentang kekagumannya pada sosok Nami.

Di sana Nami melepas rindu dengan teman-temannya, berbagai cerita karena sudah lama tak jumpa, meskipun semuanya satu desa. Semuanya heboh bercerita, para laki-lakinya pun begitu, tertawa lebar kala salah satunya mengeluarkan lawakan. Terutama tawa Fendi yang sangat heboh, membahana dan sedikit mengganggu kenyamanan telinga. Dan lagi, hanya satu orang, masih dengan orang yang sama, lelaki di ujung itu lebih banyak diam mengamati, sedari tadi hanya sekali-kali menyahut serta menampilkan senyum, yang anehnya menular pada Nami.

"Fi, Disapa kali Mbak Naminya. Dulu aja kemana-mana berdua." Celetuk Fendi kepada lelaki yang sedari diam saja itu.

"Apa deh Fen, kapan kemana-mana berdua? Jangan gosip ih!" bantah Nami dengan semburat merah yang muncul di pipinya. Ah, ia malu sekali entah kenapa.

Cinta dan Strata (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang