Bagian - 3

125 9 5
                                    

Ratna Pov

Aku memutuskan untuk membawa Denis ke rumah. Lagi pula, aku tak tega membiarkannya pulang dengan kondisinya yang memprihatinkan. Dan disinilah aku membersihkan luka-luka lebam Denis yang terlihat sangat parah.

"Yuhuu... Pesanan datang" Ka Bian keluar dari dapur dengan satu baskon kecil berisi es batu pesananku.

Ka Bian meletakan baskom tersebut di atas meja lalu duduk di atas sofa dekat Denis. Matanya terus memperhatikan tanganku yang bergerak membersihkan luka-luka Denis.

"Lo keren, cowok emang harus gitu. Kalau belum berantem belum bisa di bilang cowok" kata Ka Bian tampa memalingkan wajahnya sedikitpun dari wajah Denis.

"Cowok gak harus berantem biar keliatan keren" cibirku.

"Dia emang gak asik Den, jangan dengerin" bantah Ka Bian membuatku melempar handuk kecil yang ku pegang ke arahnya.

Denis hanya terkekeh melihat perdebatan kecil kami.

"Gue setuju sama Ka Bian. Cowok gak keren kalau belum berantem" Denis berusaha membela Ka Bian dan mendapatkan ancungan jempol dari kakaku. Mereka berdua tertawa melihat perubahan ekspresiku yang menahan marah.

Aku yang sedikit kesal menekan sedikit luka Denis membuatnya meringis menahan sakit.

'Emang enak' batinku.

"Pelan-pelan dong!" protesnya.

"Katanya berantem keren. Ya di tahan dong sakitnya. Mau keren kan ?"

"Yee.. Ini beda, lo pikir gue limbat"

"Maybe" jawabku acuh.

Cukup lama aku membersihkan luka-luka Denis hingga luka lebamnya terlihat sedikit membaik. Aku membawa baskom kecil yang di bawa Ka Bian tadi ke dapur dan kembali dengan segelas air putih yang sudah ku letakan di atas meja.

"Kapan lo balik?" Tanyaku to the point.

"Lo ngusir gue?" tannyanya. Aku hanya mengangkat kedua bahuku sebagai balasan pertanyaanya.

Jujur saja, aku kesal melihatnya akrab dengan Ka Bian. Terlebih lagi dengan topik pembicaraan mereka saat ini yang membongkar semua aib ku. Ka Bian memang seperti itu, dia sangat senang membongkar aib burukku dan membuat semua teman-teman ku tertawa mendengarnya.

"Mending lo aja sana yang pergi. Gue lagi seru ngobrol sama Denis" kata Ka Bian membuatku jengkel setengah mampus.

"Ini rumah gue tau, masa gue yang di usir" kataku membela diri.

"Rumah gue juga" bantah Ka Bian.

"Yaudah gapapa ka, gue juga ada urusan lain. Next time kita ngobrol lagi" Denis mengambil tasnya di atas sofa dan bersiap untuk pulang.

"Untung tau diri" ucapku pelan sambil mengikuti langkahnya ke luar rumah.

Aku berhenti di depan gerbang rumah begitu juga dengan Denis. Tak berapa lama sebuah mobil sedan hitam berhenti di depan rumahku. Seorang pria dengan pakaian hitamnya keluar dari kursi pengemudi dan segera membuka pintu mobil bagian penumpang di belakang.

Denis menatapku sebentar " Jangan ada yang tau tentang kejadian ini, termasuk Ka Fellisa" katanya sebelum dia masuk ke dalam mobilnya.

Lagi pula siapa juga yang mau ngasih tau kejadian tadi ke Fellisa? Dia pikir aku tidak punya kerjaan. Sehingga dengan repot-repot menceritakan masalah ini ke orang lain.

"Gue juga gak berminat ngasih tau siapapun" jawabku asal.

ooOOoo

Aku merebahkan badanku di atas kasur, rasanya hari ini sangat melelahkan untukku. Hingga akhirnya ponsel miliku bergetar di atas nakas membuatku mengambil benda persegi itu dengan malas.

1 message

+62856***

Gue lupa bilang makasih soal tadi, mksih.

Denis

Dengan cepat aku mengetikan balasan untuknya.

+62812

Iya

Ngomong-ngomong aku baru sadar. Dari mana Denis punya nomer ponselku? Setauku, aku tak membagi nomer miliku dengannya. Atau jangan-jangan...

"KA BIAN!!" teriakku kencang dari dalam kamar dan segara berlari keluar kamar menuju kamarnya.

"Apa sih berisik banget"

"Lo ngasih nomer hp gue ke Denis?" tanyaku tampa basa basi ketika melihatnya keluar kamar dengan muka bantalnya.

"Emang kenapa? Biar makin akrab kan?"

"Gue gak suka! Gue harus ganti nomer gara-gara lo! Minta duit sini buat ganti rugi"

"Enak aja" Ka Bian menjitak keningku, membuatku mendengus kesal karena ulahnya.

"Lagian gue mau lo deket sama dia, gak usah pacaran. Deket aja" lanjut Ka Bian.

"Heh?! Siapa juga yang mau pacaran sama dia? Buat deket sama dia aja gue ogah!"

"Kenapa ? Dia imut tau" kata Ka Bian meledekku.

Perkataan Ka Bian sukses membuat mataku membulat lebar.

"Jangan bilang kalau lo..."

Pletak!

Aku sukses mendapatkan satu jitakan keras dari ka Bian.

"Jangan mikir aneh-aneh, gue masih waras."

Aku kira Ka Bian sudah tidak suka cewek lagi semenjak putus dengan Fellisa. Ucapannya yang bilang Denis lucu makin membuatku nyakin dengn opiniku. Lagi pula, aku tak pernah mendengar Ka Bian dekat dengan cewek manapun setelah hubungannya dengan Fellisa resmi  berakhir.

"Udah sono balik ke kamar, sekalian mandi terus cuci otak lo biar gak mikir yang aneh-aneh terus" ucap Ka Bian, lalu menutup pintu kamarnya dengan keras. Aku menggerutu kesal kembali ke kamarku. Dari dulu sifat kakakku tidak pernah berubah.

ooOOoo

Hari ini rasanya malas sekali kembali sekolah, apalagi membayangkan bertemu dengan Denis di sekolah. Aku berjalan malas memasuki gerbang sekolah, sebelum akhirnya sebuah tangan membekap mulutku dengan kuat dan menyeretku ke belakang pos sekolah.

'Apalagi ini Tuhan?'

ooOOoo

Tbc

Just For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang