"Arasseo"


Jejun atau yang dulu bernama Jaejoong itu tersenyum dan melanjutkan makannya. (Oke... Untuk selanjutnya Cho akan panggil dia Jaejoong). Sang appa melanjutkan makannya dengan tenang tapi ada beberapa hal yang mengganjal pikirannya, sebuah berita yang membuat dunianya seakan goyang. Sebuah berita yang pasti akan membuat anaknya bingung tapi dia belum bisa mengatakannya pada sang anak.
.
.
.
.
.
.
.
"Hah..."

Jaejoong merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur singlenya, menatap langit – langit kamarnya yang kecil namun nyaman dan memejamkan matanya. Dia menyukai tempat ini, dia menyukai bagaimana warga disini menyukainya. Dia bahagia saat appanya kembali bangkit dan membuat semuanya bagitu indah pada akhirnya.

Jaejoong menolehkan kepalanya, disamping tempat tidurnya ada sebuah meja nakas dengan hiasan sebuah figura diatasnya. Foto dirinya bersama appanya lima tahun yang lalu saat mereka bangkit dari segala macam keterpurukkan.

Jaejoong tidak menyangka sudah tujuh tahun dia hidup di desa kecil ini, mobil didesa ini bahkan bisa dihitung dengan jari dan udaranya masih belum terkontaminasi dengan polusi. Jaejoong senang berada disini, memulihkan semua walau pada dasarnya luka sekecil apapun akan terus membekas pada dirinya.

Jaejoong ingat bagaimana usaha keras appanya yang membeli satu petak tanah mentah setelah enam bulan kepindahannya kesini, appanya mengubah tanah itu menjadi petak sawah, ingat bagaimana appanya bekerja sendirian disawah karena Jaejoong belum bisa berjalan. Dengan kerja keras itu semakin lama usaha appanya membuahkan hasil.

Appanya pindah ke desa ini dengan alasan sederhana, desa ini penuh dengan potensial namun tidak ada yang mengembangkannya. Bahkan di desa banyak sekali pengangguran, sehingga sang appa yang merasa jiwanya terpanggil berusaha keras memajukan satu petak sawahnya. Saat satu petak sawah itu menjadi tiga petak sang appa mulai mempekerjakan beberapa warga desa. Dan bibi Gou dan bibi Ling adalah salah satu perkerja di sawah milik appa Jaeoong.

Memberikan pelajaran bagaimana bercocok tanam dari dasar dengan sabar hingga akhirnya mulai maju dan sang appa membeli petak – petak tanah kemudian dan jadilah appa dari Jaejoong memiliki dua puluh petak tanah dan perkebunan yang luas untuk beberapa macam buah. Jaejoong sendiri tidak tinggal diam, walaupun saat itu tangannya masih di perban dan kakinya digips dia mengerjakan pembukuannya. Kerjasama tim yang baik membuat warga desa mempercayakan semua pada Jaejoong dan appanya.

Karena larut dalam pekerjaannya membuat kedua namja beda usia itu dapat mengalihkan perasaannya dan sedikit demi sedikit melupakan apa yang sudah menjadi sakit hatinya. Mereka tidak membicarakan tentang Korea jika Jaejoong tidak membicarakannya terlebih dahulu. Sang appa amat sangat menjaga perasaan Jaejoong dan tidak mau melukai hati Jaejoong lagi.

Dan soal nama, Jaejoong memakai marga appanya Han dan mengubah namanya menjadi Han Jejun sedangkan appanya memakai nama aslinya Han Hangeng.


"Sudah tujuh tahun ya? Bagaimana kabarmu Suie ah..." Lirih Jaejoong



Bagaimanapun dia tidak bisa melupakan bagaimana baiknya sang sahabat bukan? Jaejoong merindukan Junsu, Hyun Joong, Kyuhyun bahkan Changmin yang sudah banyak membantunya dulu. Dia merindukan semua sahabatnya hanya saja dia tidak mau mengabari mereka, Jaejoong masih ingin seperti ini, egois untuk mendapatkan kebahagiaan walaupun masih terasa hampa tanpa kehadiran mereka.

Bukannya Jaejoong tidak berteman disini, dia bahkan berkencan dengan yeoja ataupun namja yang dikenalkan oleh warga, temannya pun terbilang banyak termasuk Yihan yang masih menunggu jawaban Jaejoong sampai saat ini. Tapi sosok Junsu yang selalu menemaninya tidak bisa begitu saja hilang dalam pikirannya. Apa lagi Jaejoong sering sekali menghabiskan waktu menemani Jaejoong bercerita.
.
.
.
.
.
.
.
"Papa, kenapa?"



SmileWhere stories live. Discover now