12. Dae dan Dugaan Langit

Start from the beginning
                                    

Kini, di hadapan Dae berdiri tujuh wanita jelita dengan selendang yang melayang ke atas. Paras mereka cerah, lebih cerah dari model iklan pemutih wajah. Mereka berdiri memperhatikan Dae sambil tersenyum lembut. Semuanya mengenakan pakaian tanpa lengan dengan bawahan ketat yang menutupi sampai ujung kaki. Mata mereka berkilat bagai permata, sedangkan rambut mereka terlihat lebih halus dari kain sutera. Pada leher mereka bergantung kalung berhiaskan batu mulia yang mempunyai warna sama dengan mata mereka.

Yang paling dekat dengan Dae berkalung jingga. Rambut hijau panjangnya bergerak-gerak seolah ia tengah menyelam di dalam air. Kedua tangannya seperti baru menyentuh sesuatu, mungkin dia yang mengusap wajah Dae. Ada cahaya jingga redup yang menyelimuti seluruh tubuhnya. Suaranya ketika berbicara sangat rendah, tetapi tidak memberi kesan bahwa ia orang yang pemalu.

"....," kata si wanita jingga yang disambut anggukan oleh wanita dengan kalung merah dan berambut oranye gelap.

Sang wanita merah mengangkat tangan tanpa suara. Kelima wanita lain pun membungkuk sopan, kemudian perlahan mereka melangkah mundur. Pintu setinggi empat meter di depan berdebum tertutup. Tersisa wanita merah dan jingga di ruangan serba putih itu.

Senyum di bibir wanita merah memudar tatkala ia melirik si wanita jingga yang kini berdiri di sebelahnya. Mereka berbisik-bisik. Ada perdebatan kecil sebelum si wanita jingga menghela napas. Si wanita jingga menyisir rambutnya ke belakang telinga sambil berbicara, sementara si wanita merah menyilangkan tangan dengan dagu terangkat. Pada akhirnya si wanita merah terlihat tidak memedulikan kata-kata si wanita jingga ketika berjalan ke arah Dae yang masih bingung dengan segala hal.

"Salam," kata si wanita merah sambil menyatukan kedua tangan. Suaranya rendah dan berat. Ada ketegasan tersirat di sana. "Tak pernah aku menyangka seseorang sepertimu berani keluyuran setelah matahari terbenam." Dia menurunkan tangan dan berhenti beberapa kaki dari Dae.

Dae mencoba menjawab, tetapi lehernya tercekat. Seakan-akan ada tali yang mengikatnya kuat-kuat.

"Percuma. Kami sudah mengunci pita suaramu untuk beberapa saat."

Kami? Dae bertanya-tanya dalam hati. Apa maksudnya mereka bertujuh? Dahinya berkerut heran.

"Lebih kurang." Si wanita merah menjawab pikiran Dae. Cowok itu ternganga dibuatnya. "Tak perlu terkejut. Manusia langit dengan kemampuan tinggi memang mampu membaca pikiran."

Manusia langit?

"Mungkin kau pernah mendengar kisah Penghuni Bumi yang menantang kaum kami, setelah meluluhlantakkan Manusia Bumi."

Dae mengerjap-ngerjap bingung. Dia tak mengerti sedikit pun dari yang sedang dibicarakan wanita merah. Kisah apa itu? Legenda kapan?

Melihat reaksi Dae, si wanita merah bergumam panjang. "Sepertinya untuk menjaga reputasi."

Tepat ketika wanita jingga hendak membuka mulutnya, pintu besar di belakang mereka terbuka keras. Seorang pria dengan kalung emas masuk dengan raut garang. Dia tak mengenakan pakaian atas, menampakkan otot-otot perutnya yang kotak-kotak. Celana selututnya berwarna cokelat tua dengan garis emas di ujungnya. Rambutnya yang juga berwarna cokelat terikat membentuk konde di atas kepala.

Seperti ketujuh wanita lain, pria kekar itu menggunakan selendang yang juga berwarna emas. Dilihat dari cara benda itu melayang mengelilingi si pria, tidak memperlihatkan bahwa selendang itu terbuat dari kain yang tebal dan berat. Sekalipun tak beralas kaki, langkahnya yang lebar berderap membuat perut Dae mencelus.

Pria itu membentak dalam bahasa asing, tetapi wanita merah tidak menoleh sedikit pun. Dia hanya menatap Dae lurus. Sementara itu, si wanita jingga mencoba menenangkan pria emas.

Another Way to Destroy The WorldWhere stories live. Discover now