1. Pertemuan

9.9K 378 13
                                    

Namanya Anastasya Putri Bramantya. Seperti namanya, ia adalah putri dari keluarga Bramantya, salah satu pengusaha yang cukup terkenal. Umurnya baru menginjak tujuh belas tahun saat dirinya masuk ke sebuah universitas di Yogyakarta. Gadis itu lebih suka dipanggil Anas dibandingkan dengan Tasya ataupun Anastasya.

Anas tidak terlalu menyukai pertemanan, ia lebih suka melakukan banyak hal sendiri, bukan berarti Anas tidak bergantung pada orang lain. Anas membutuhkan orang lain, namun untuk berteman ia lebih baik tidak. Selama ini, banyak gadis lain yang ingin berteman dengannya hanya karena status keluarganya yang cukup dihormati. Namun, perlahan Anas tahu bahwa mereka hanya mengincar ketenaran dan juga harta dari Anas. Sampai saat ini, ia hanya memiliki sangat sedikit teman. Jika dihitung, sepertinya hanya ada tiga. Dan dua dari mereka sudah pergi meninggalkannya.

Hingga tujuh belas tahun penuh Anas hidup di dunia, satu kejadian tak terduga membuatnya merasa bahwa dirinya sudah tidak suci lagi.

Pagi ini Anas berjalan seperti biasanya, dirinya menggunakan celana jeans dengan balutan sweater berwarna kuning. Anas berjalan menyusuri koridor kampusnya yang semakin penuh dengan mahasiswa lain yang sudah datang. Biasanya, Anas menjadi salah satu mahasiswa yang terlambat untuk datang ke kelas. Namun, entah angin dari mana dirinya sudah terbangun pukul lima pagi dan tidak bisa tidur kembali.

Brugh.

"Aww!" Anas mengaduh kesakitan saat di dirinya hendak menuju kelasnya namun seorang pria berbadan tegap dengan seenaknya menabrak dirinya.

"Kalau jalan bisa pakai mata, nggak sih?" protesnya.

Anas bangkit berdiri dari lantai, ia membersihkan pakaiannya akibat insiden jatuh tadi.

"Jalan itu pakai kaki, bukan pakai mata."

Anas mengepalkan tangannya, ditatapnya pria tersebut. Beberapa detik membuat Anas terhenyak karena ketampanannya.

Anas mengakui, pria dihadapannya ini memang sangat tampan. Jika bisa dinilai, sembilan koma lima, nyaris sempurna! Anas memperhatikan pria tersebut dengan seksama. Wajah tampan dengan balutan kemeja berwarna putih membuat Anas terpaku dibuatnya.

"Kenapa, suka?"

Anas sontak mengerjapkan matanya dan kembali pada dunianya. "Apa? Suka? Mimpi!"

Pria itu tersenyum mendengar jawaban dari Anas. "Yakin? Tapi kok lihatin saya tadi sampai hilang dari dunia, gitu?" ucapnya.

"Jangan sok cakep deh, udah nabrak saya malah kepedean bilang kalau saya suka kamu. Memangnya kamu siapa? Masih kalah sama papi jef!"

Pria itu menggeleng. "Terserah apa yang kamu katakan. Intinya, saya bisa menebak bahwa kamu menyukai saya."

Pria itu berjalan meninggalkan Anas yang masih termenung. Dengan cepat dirinya kembali fokus dan melanjutkan perjalanannya ke kelas yang sempat terhambat karena pria yang bahkan tidak dikenalnya itu.

Anas segera duduk di kursi kebanggaan miliknya. Di kelas K.302 ini menjadi salah satu kelas yang sering dipakai oleh dirinya. Kursi ini bahkan seperti memiliki hak milik atas nama Anas. Ia melirik jam tangannya, masih ada tiga puluh menit sebelum kelas di mulai. Dengan cepat dirinya menggunakan airpods dan memutar lagu kesukaannya. Suara bising kelas mulai teralihkan oleh alunan lagu dari ponsel miliknya.

Belum ada lima menit berlalu, dirinya sudah berada di alam mimpi untuk melanjutkan mimpinya yang sempat terhambat.

"Nas, bangun! Dosen udah masuk!" ucap Bella--salah satu teman yang Anas percaya sampai detik ini.

Anas menggeliat dan mencoba kembali sadar pada dunia. Dilihatnya Dosen Pengampu Akademik yang sudah dihadapannya itu. Matanya mulai fokus saat kedua bola matanya kembali fokus dan sadar bahwa di depan kelas tidak hanya terdapat satu dosen, melainkan dua.

Tidak sampai di situ saja, betapa terkejutnya Anas saat dosen yang ada di hadapannya itu salah satunya adalah orang yang ia maki tadi pagi dan sempat menabrak dirinya. Ia sangat malu saat ini, ditutupnya wajahnya dengan buku yang tebal di hadapannya.

"Baik, teman-teman kenalkan ini Bapak Agam. Beliau adalah dosen baru yang akan mengampu mata kuliah saya di semester dua ini. Saya harus melanjutkan sekolah di luar negeri, jadi mulai saat ini Bapak Agam akan menggantikan saya sebagai DPA kalian sekaligus mengampu mata kuliah Kebijakan Lingkungan di semester ini. Semoga kalian bisa berdinamika dengan baik bersama Bapak Agam. Kalau gitu, saya berikan waktu untuk Bapak Agam. Saya tinggal terlebih dahulu."

Dosen tersebut pergi meninggalkan dosen baru bernama Agam itu di depan kelas. Anas hanya bisa merutuki dirinya bahwa yang ia maki tadi pagi ternyata menjadi dosennya selama satu semester ini.

"Baik, seperti yang sudah dikenalkan oleh Pak Handoko, nama saya Agam Hendra Pratama. Teman-teman bisa panggil saya dengan nama Agam. Sebelum saya memulai kelas ada yang mau ditanyakan dengan perkenalan saya?"

Anas dapat melihat bahwa banyak mahasiswi yang sudah mengantre untuk bertanya. Benar saja, Monic sudah terlebih dahulu mengangkat tangannya.

"Ya, silahkan!"

"Bapak umur berapa?"

"Dua puluh sembilan. Sudah?" jawab Agam.

"Sudah punya istri, pak?" Kini giliran Devanya yang bertanya.

"Belum."

"Kalau tunangan?"

"Belum, tapi nggak tahu kalau nanti malam."

Agam menatap ke arah Anas yang mencoba untuk menutupi dirinya dari Agam. Ia yang melihat hanya bisa tersenyum.

"Kamu yang pakai sweater warna kuning!"

Anas menatap ke arah Agam, tidak ada di kelas ini yang menggunakan pakaian seperti yang disebutkan Agam selain dirinya. "Iya, pak?"

"Silahkan tutup pintu dari luar. Dan jangan ikut pelajaran saya hari ini. Silahkan buat paper tentang Undang-undang apa saja yang mengatur tentang Kebijakan Lingkungan khususnya pada pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Saya tunggu besok siang jam 12. Tidak kurang dan tidak lebih dari 100 halaman. Paham?"

Anas menatap dosen barunya itu dengan tatapan tidak mengerti. Tiba-tiba dirinya mendapatkan hadiah sambutan semacam ini. Anas bukan tipikal mahasiswa yang rajin, mana bisa dirinya mengerjakan hukuman sebanyak itu.

"Tapi, salah saya apa ya pak?"

"Silahkan refleksikan sendiri salah kamu apa, dan segera keluar dari kelas. Agar saya bisa memulai kelas."

Anas hanya bisa merutuki dosen itu dan membawa tasnya keluar dari kelas mengerikan itu.

Baru pertama masuk aja udah kurang ajar sama gue. Bangsat bener sih jadi dosen nggak punya adab buat nyenengin hati mahasiswanya. Kualat lo tahu rasa nanti!

Anas melangkah keluar kelas dan langsung bergegas pulang ke rumah. Yang harus dirinya siapkan adalah, alasan kenapa dirinya pulang lebih awal. Tidak ada yang lainnya.

[]

Disclaimer

Cerita ini mengandung adegan dewasa, mature content, dan cukup menggunakan bahasa kasar. Bagi kalian yang tidak nyaman dan belum berusia 18+ di harapkan untuk tidak melanjutkan membaca cerita ini.

Bijaklah dalam memilih cerita

Dosen ReseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang