ADSC 2

1.4K 116 2
                                    

"Aku bukan pembunuhnya!!!"

"Aku kehilangan mama! Tapi kenapa aku harus dituduh sebagai pembunuh!"

"Aku gak bersalah!"

"Mama pergi bukan karena aku!"

"Kapan kalian mau percaya padaku?"

"Siapa yang akan percaya padaku?"

Kinal terduduk sambil menekuk kedua kakinya. Wajahnya ia tenggelamkan di kedua lututnya. Kini yang ia butuhkan hanya menangis sepuasnya.

***********

Sinar mentari mulai memancarkan cahyanya.

Harusnya kini kehangatan telah menyelimuti semua orang.

Tetapi tidak dengan gadis kecil yang terus menangis semalaman.

Perlahan ia mengangkat wajahnya.

Matanya terus berkedip karena sinar mentari tepat mengarah ke matanya.

"Hai. Kamu baik baik saja?" Tanya seorang wanita pada gadis kecil tersebut yang bernama kinal.

"Tidak. Aku tak pernah baik baik saja semenjak semalam" Lirih kinal.

"Tante adalah tetanggamu. Rumah tante hanya terpisah dua rumah dari sini" Ucap wanita tersebut.

Kinal hanya mengangguk lemah.

"Tante tak tau. Apakah benar yang dikatakan warga bahwa kamu pembunuh ibumu. Tapi-"

"Jika tante tak percaya padaku. Lebih baik tante pergi dari sini." Ketus kinal.

"Aku baru kehilangan ibuku. Bahkan aku masih terlalu kecil untuk benar benar kalian anggap sebagai pembunuh!" Lanjut kinal.

"Tante bukannya tak percaya padamu tapi tante-"

"Tante meragukanku kan? Silahkan pergi." Ketus kinal.

"Hey. Tante hanya ingin membawakanmu sarapan. Kamu pasti lapar." Ucap wanita tersebut.

"PERGI!!" Teriak kinal sambil mendorong wanita tersebut.

Wanita tersebut terjatuh. Kepalanya terbentur pinggiran aspal. Untung tak menyebabkan luka yang berat.

Dilain hal. Tanpa kinal sadari. Sedari tadi banyak tetangganya yang melihat kejadian tersebut.

"Lihat kan jeng. Anak itu selalu mencelakakan orang."

"Padahal bu Ita sudah berbaik hati ya. Kalau saya sih mana mau baikkin anak pembunuh begitu"

"Anak tak tau diri! Sepertinya ia anak yang sial juga!"

"Kekuatannya terlalu besar untuk anak seumur dia. Mengerikan."

Semua suara suara menyakitkan tersebut terus terngiang di telinga kinal.

Ia kembali meringkuk dan menangisi nasibnya saat ini.

"Kinal?" Panggil seseorang.

Kinal mengangkat wajahnya. Kinal lalu berdiri dan berlari ingin memeluk orang tersebut.

Namun orang tersebut malah mundur ketakutan.

Membuat kinal menghentikan langkahnya dan kembali murung.

"Bahkan sampai orang yang semalam masih ingin memberiku kado dan menggendongku takut padaku" lirih kinal dalam hati.

"Maaf kinal. Pak Min hanya sebentar. Ini. Kedua orang ini adalah keluargamu. Keluarga dari ibumu. Mereka yang lebih berhak menjagamu." Ucap pak Min.

Kinal hanya melihat datar kedua orang tersebut sebelum sang pria menggendong kinal dan membawanya masuk ke mobil.

6 tahun kemudian..

Kinal kecil telah beranjak remaja. Kini usianya telah mencapai angka 13 tahun.

Selama 6 tahun ia mengalami kehidupan yang baru di rumah om dan tantenya.

Tak ada yang menganggapnya pembunuh dirumah tantenya dan di sekolahnya.

Berbeda dengan saat ia ke lingkungan tempatnya tinggal dulu.

Kini kinal sedang memakai seragam untuk bersiap sekolah.

"Mah. Kinal semakin besar." Ucap om kinal.

"Terus kenapa pah?" Tanya tante kinal.

"Papa takut jika benar ia pembunuh. Bisa saja suatu saat ia membunuh kita." Ucap om kinal.

"Pah. Kita kan udah bicarain ini. Kita sepakat merawat kinal dan mengubahnya agar tak mengingat saat ia membunuh kakakku."

"Tapi, kamu tau kan. Jiwa pembunuh bisa kapan saja muncul."

"Pah kan kita sudah membicarakan ini. Kita takkan bicara selagi masih ada kinal."

"Oke mah. Tapi kita tetap harus hati hati pada anak-"

"PEMBUNUH?!" Ucap kinal penuh penekanan.

Om dan tantenya kaget saat melihat kinal disamping mereka.

"Kin-"

"Terimakasih sudah merawatku selama ini!" Ucap kinal lalu pergi dari rumah tersebut.

Kinal berlari menuju makam ibunya hingga langkahnya terhenti saat menabrak seseorang.

Brukkk..

"Maaf" Ucap kinal sambil meneteskan air mata dan kembali berlari.

"Dia menangis?" Batin seseorang yang kinal tabrak sambil mengambil bunga yang jatuh saat bertabrakan tadi.

"Ah aku tau. Aku bawakan saja bunga yang bisa membuat hati tenang untuknya" lanjutnya.

Seseorang tersebut mengambil bunga dan kembali mengejar kinal.

Kini kinal mendatangi makam ibunya kembali.

Walau kini hidupnya berubah semenjak kematian ibunya, ia tak pernah membenci ibunya.

Ia bahkan tak sanggup untuk sekedar berkata ini salah ibunya yang membuat kesalahpahaman ini terjadi.

Andai saat itu tak ada kejutan untuknya dari sang ibu. Sungguh tak pernah terlintas kalimat tersebut dipikiran kinal.

Kinal sedikit berlutut disamping makam ibunya untuk menyesetarakan tinggi.

Ia dengan lembut mengelus nisan ibunya.

"Bu. Hidupku tak pernah berubah semenjak kepergian ibu merubahnya."

"Semua orang masih membenciku bu."

"Mereka masih menganggapku pembunuh. Walau berkali kali aku ingin melakukan niat yang baik."

"Bahkan om dan tante. Adik ibu. Mereka ternyata sama takutnya dengan orang lain bu."

"Mereka menganggapku pembunuh yang membahayakan mereka"

Kinal menangis sambil menyenderkan kepalanya di nissan ibunya.

Tiba tiba ada seseorang yang menaruh bunga diatas makam ibunya.

Plukk

"Are you OK?"

Tbc

Salam,

NaDhi~♡

Arah Datang Sang Cinta ✔Where stories live. Discover now