BAB 20

12.7K 954 49
                                    

"Jack..."

Tanpa sadar kata itu keluar begitu saja dari mulutku. Pandanganku mendadak kosong dengan pikiran yang sudah berkelana tak tentu arah. Membuat rasa pusing menghantamku dengan begitu mengerikan. Aku bahkan hampir kehilangan keseimbangan ketika kilasan - kilasan peristiwa di masa lalu berbondong – bodong masuk kedalam kepalaku tanpa bisa di cegah, persis seperti roll film yang di putar di bioskop. Aku sesak, Rasanya seperti di terjang banjir bandang dengan warna air coklat gelap, membuatku kesulitan bernapas.

"Kau yakin ingin meneruskan Senior High School mu di New York?"

Aku mengangguk mantap ketika dad menanyakan keinginanku untuk melanjutkan study ke negeri paman sam. Minggu lalu tepat setelah pengumuman kelulusanku dari Junior High School aku langsung menyampaikan keinginanku pada mom untuk melanjutkan studyku ke Columbia Grammar & Preparatory School. Tapi tentu saja keinginanku langsung di tentang oleh mom, aku terlalu kecil untuk menimba ilmu hingga ke negeri paman sam begitu katanya.

"Tidak ingin meneruskan sekolahmu disini?" Tanya dad setelah diam beberapa saat.

Aku menghela napas panjang, menatap tepat pada manik mata dad yang kini tengah menatapku dengan sorot serius kemudian aku menggeleng tegas. "Aku ingin disana dad."

Dad mengangguk – anggukan kepalanya. "Beri alasan pada dad kenapa kau harus meneruskan studymu kesana? Bukan disini."

Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling. Menatap dad, mom dan Jackob yang duduk di meja makan secara bergantian.

"Dad pasti tau kalau Columbia Grammar & Preparatory School adalah salah satu Senior High School terbaik yang ada di Amerika." Aku sengaja menjeda kalimatku untuk menarik seluruh perhatian dad. "Sebenarnya aku tidak memiliki alasan khusus, aku hanya ingin mencoba tantangan baru dad. Semua orang di penjuru dunia berlomba – lomba ingin mengenyam pendidikan di negara adidaya itu dan aku ingin menjadi salah satu dari mereka. Aku ingin mengembangkan potensiku." Lanjutku setelah perhatian dad sudah sepenuhnya tertuju padaku.

"Umurmu baru 14 tahun Camelia." Sahut mom ketika dad kembali diam, nampak tengah memikirkan sesuatu. "Kau masih terlalu kecil untuk hidup jauh dari kami." Lanjut mom yang langsung membuatku mendecakkan lidah, sebal.

"Ayolah mom, aku butuh tantangan baru." Rayuku sambil mengeluarkan puppy eyes andalanku, namun dengan teganya mom menggelengkan kepalanya, tetap tidak setuju dengan usulanku.

"Mom tetap tidak setuju." Sekali lagi mom menggelengkan kepalanya dengan tegas. Pertanda jika keputusannya tidak bisa di ganggu gugat.

Namun sepertinya mom lupa jika sifat keras kepala yang dimilikinya itu menurun pada anak perempuan satu- satunya dan bukan Camelia namanya jika menyerah dengan begitu saja.

"Ayolah aku ingin mandiri mom. Lagipula Jack juga ada disana, dia bisa menjagaku." Kali ini perhatianku tertuju pada pria yang ada di sampingku, duduk tenang sambil menikmati croissant sebagai menu sarapannya. Sama sekali tidak menunjukkan ketertarikannya pada pembicaraan kami saat ini.

"Kau bisa melakukannya disini Camelia. Kau bisa melanjutkan studymu di Paris kalau kau memang ingin belajar mandiri."

Aku menghela napas lelah kemudian meletakkan kepalaku di meja makan dengan gaya super dramatis. Rasa – rasanya aku ingin menyerah saja, tentu aku sadar sekeras kepala apapun aku, aku tetap tidak bisa mengalahkan mom dalam hal yang sama.

"Apa yang akan kau berikan pada dad dan mom jika kami mengijinkanmu pergi ke Amerika?" Tanya dad sambil menaikkan sebelah alisnya. Tangannya bersedakep di depan dada, seolah bersiap untuk negosiasi yang kami lakukan.

FORBIDDEN SCANDALOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz