Cassandra menjalani hidup dengan bahagia yang semu. Di setiap penghujung hari atau sedang menyendiri, hatinya kerap merasa kosong. Hingga suatu ketika, di usianya ke lima tahun, datanglah seorang bayi laki-laki yang bernasib sama dengannya, dibuang. Cassandra jatuh hati pada bayi tampan itu dalam sekejap, seperti ada ikatan batin antara keduanya. Tahun berlalu, mereka tumbuh dan berkembang, saling melengkapi dan menyayangi layaknya saudara kandung.

Tibalah ketika ia sudah remaja dan siap keluar dari panti, keduanya merasa sangat berat untuk berpisah. Adiknya mengalami kelumpuhan akibat kecelakaan beberapa tahun silam, dia memohon untuk dibawa serta oleh Cassandra. Agar dapat berjalan kembali, dokter menyarankan adiknya, Leo, menjalankan operasi pada saraf kaki. Akan tetapi, operasi tersebut harus ditunda sebab kekurangan biaya. Karena keadaan Leo pula, Cassandra harus melepas angan untuk kuliah di universitas incarannya.

Suatu hari, jiwa remaja membawanya berkenalan dengan seorang pria. Mulai dari situ, tekad Cassandra makin bulat untuk hidup mandiri. Sekeluarnya dari panti, ia cepat-cepat bekerja demi kelangsungan hidup dan sang adik. Perlahan, mereka pindah ke flat kecil dengan biaya sewa relatif murah dan menabung untuk biaya operasi Leo. Hidup Cassandra berjalan monoton, tetapi ia tidak mengeluh selama Leo di sisinya. Kehidupan kakak beradik itu mungkin memprihatinkan. Kendati demikian, mereka tetap bahagia menjalaninya.

Cassandra membutuhkan dana cukup besar untuk operasi sang adik tercinta, tetapi setengahnya saja belum terkumpul hingga saat ini. Setiap beranjak tidur di malam hari, ia bertanya pada Tuhan diiringi tangis tertahan. Kenapa hidup ini begitu menyedihkan? Kenapa semua tidak berjalan sesuai harapan? Bahkan kisah cintaku memberi luka di hati.

Sambil menangis dalam diam, Cassandra duduk di dalam kamar mandi membiarkan kucuran air membasahinya. Dia menggigit kepalan tangannya hingga terluka, lalu membenamkan wajah di antara kedua lutut yang ia peluk. Ingin rasanya jiwaku terlepas dari raga kalau mengingat semua beban berat ini. Apa selamanya aku harus memikul penderitaan, Tuhan? Atau aku memang ditakdirkan untuk menerima semua kepahitan dan terlahir untuk dicampakkan? Rasanya lelah. Aku tidak sanggup lagi menghadapi cobaan-Mu, batinnya.

"Jujur, aku ingin mengakhiri semua ini dengan kematian, tapi aku tidak sanggup meninggalkan Leo seorang diri di dunia kejam-Mu. Ia satu-satunya orang yang kusayangi, melihatnya terluka bukan mauku. Jadikan aliran air ini penghapus seluruh penderitaanku. Aku tidak meminta banyak darimu, Tuhan. Aku hanya ingin Engkau mempermudah jalan hidupku," bisik Cassandra penuh pilu. Ia membiarkan air mata dan darah di tangannya menyatu dengan air pancuran, ia tidak bisa membedakan rasa sakit hati dan perih lagi.

Setelah berjam-jam di kamar mandi, Cassandra keluar dengan mata sembab. Ia bersikap seperti tidak memiliki masalah apa-apa, meski kondisi Leo terus membuatnya berpikir. Ia tahu, dirinya harus mendapatkan pekerjaan tambahan demi biaya operasi, tiada yang lebih penting selain melihat kebahagiaan pemuda itu. Jika bisa, ia rela menukar kebahagiaannya demi kesembuhan sang adik tercinta. Namun, apa daya, uang dengan jumlah besar tidak mudah dicari dalam waktu singkat, kecuali bekerja di rumah bordil. Hal yang mustahil dilakukan, baginya lebih baik mati daripada harus merendahkan diri. Akan tetapi, jika mengingat tubuh yang tidak lagi suci, kemungkinan tersebut bisa menjadi pertimbangan.

***

Di saat Morgan masih dipusingkan insiden di taman beberapa hari lalu, sepupunya datang memohon ditemani jalan-jalan. Ia serta-merta menerima permintaan tersebut karena merasa butuh hiburan juga. Mereka pergi ke salah satu pusat perbelanjaan di Westfield. Morgan terlihat ringan menggandeng gadis itu. Ellaine memiliki paras rupawan dengan tubuh semampai bak model papan atas. Usianya dengan Morgan tidak terpaut jauh hingga mereka mudah akrab satu sama lain. Morgan tanpa keberatan diseret dan diporot oleh sepupu cantiknya itu.

SECRET GARDENWhere stories live. Discover now