Part 3

3.5K 148 2
                                    


Morgan membohongi Ellaine dengan mengatakan Cassandra adalah salah satu wanita yang tergila-gila padanya. Ia hanya tidak ingin masalah yang belum terselesaikan diketahui orang lain. Mengingat tabiat sepupunya yang suka berganti pasangan kencan dalam kurun harian, Ellaine tidak banyak bertanya.

Setelah membawa Ellaine jalan-jalan di Westfield, Morgan pun mengantarnya pulang. Perjalanan mereka diisi obrolan ringan, meskipun jiwa Morgan tidak sepenuhnya di tempat. Ia memikirkan apa saja yang harus dibicarakan dengan Cassandra nanti malam.

Supercar itu memasuki kawasan The Boltons. Pepohonan rindang dan lampu jalan berderet rapi di sisi jalan. Bangunan mewah bercat putih dengan lahan luas kian dekat. Rumah Ellaine terdiri dari tiga lantai yang dikelilingi tembok kokoh. Tidak jauh berbeda dengan hunian Morgan di Kensington, sama-sama pemukiman elite.

Ellaine melepas sabuk pengaman saat mobil Morgan memelan karena hampir sampai. "Kak, aku tidak perlu menawarkanmu masuk ke rumah, 'kan?" tanyanya sembari tertawa pelan.

"Iya. Di keluarga kita yang mengerti aku hanya kau, adikku paling manis," ujar Morgan sembari mencubit pelan pipi tirus sepupunya. Ia merasa beruntung memiliki Ellaine yang berhati malaikat dan pengertian. Sifat Ellaine jauh berbeda dari ayahnya, tetapi dia mewarisi sifat sang ibu, bibi Morgan.

"Aku paham Kakak tidak mau bertemu Ayah yang selalu membahas bisnis dan berakhir saling memanfaatkan. Karena itu juga, aku lebih suka tinggal di luar negeri daripada rumah sendiri," gerutu Ellaine dengan raut cemberut. Meski di Zurich harus hidup mandiri dan tinggal di apartemen yang jauh lebih kecil dari rumahnya, ia tetap merasa puas menjalani hari demi hari dengan senang hati.

"Jangan cemberut lagi. Lain kali, kalau berlibur ke sini kabari Kakak, ya," bujuk Morgan berikut senyuman simpul. Ia membuka pintu mobil, menuntun Ellaine hingga ke depan pagar seraya mengacak pelan rambut kilau gadis itu.

"Tentu saja. Aku akan menyuruh Kakak jadi pengawalku," canda gadis itu membuat keduanya tertawa. Setelah itu, Ellaine lekas mengakhiri percakapan mereka dan Morgan pun membalas lambaian Ellaine, dia beranjak setelah memastikan sepupunya benar-benar masuk rumah.

***

Morgan duduk di salah satu ayunan, kadang-kadang berayun pelan. Setiap kali duduk di tempat itu, ia kerap mengenang masa kecil yang menyedihkan. Akan tetapi, saat ini ia selalu teringat kejadian malam itu. Sesekali ia tersenyum sendiri mengingat pertemuan pertama mereka.

Sudah dua jam lebih Morgan menunggu Cassandra di Secret Garden, wanita itu sama sekali tidak menunjukkan batang hidung.

"Mana mungkin dia datang, apalagi matanya terlihat membenciku." Morgan menggosok tangan karena menunggu di bawah angin musim gugur yang kian dingin hingga menusuk tulang. Ia melirik arloji, jarum jam menunjukkan hampir tengah malam.

Merasa mustahil jika wanita itu akan datang, Morgan memutuskan untuk pulang. Saat hendak beranjak ke mobil yang terparkir di seberang, ia melihat sosok bayangan di balik kursi taman berwarna hitam. Rasa penasaran menyelubungi batinnya. Ia perlahan mendekat, ternyata Cassandra.

Merasa diketahui kehadirannya, Cassandra bangkit dari duduk, hidungnya memerah bak buah ceri akibat kedinginan. Ia berjalan pelan mendekati Morgan sembari menggosok-gosok kedua telapak tangan agar hangat.

"Kalau sudah datang, kenapa bersembunyi di sini? Kukira kau tidak akan datang," gerutu Morgan. Dia menunduk memandang Cassandra yang lebih pendek darinya.

"Hmm, sudahlah, tidak perlu dibahas." Cassandra menghela napas sejenak. "Sekarang kau mau membicarakan apa?" tanyanya ketus. Tubuhnya gemetaran karena bersembunyi dari tadi. Ia masih waswas jika harus berhadapan dengan Morgan di tempat sepi. Akan tetapi, ia bawa sebotol semprotan merica di tas, berjaga-jaga jika pria itu berniat buruk padanya, dia bisa membela diri.

SECRET GARDENWhere stories live. Discover now