(4) Seganas Harimau

Start from the beginning
                                    

Kebetulan ada kaleng di hadapannya. Kaki kanan refleks menendang jauh benda tersebut. Spontan kaleng tersebut melayang sejarak lima meter dari sampingnya.

'Buk!'

Kaleng tersebut ternyata mengenai orang yang sedang berjalan di pinggir jalan. "Woi, Mbak sengaja ya!" ucap orang tersebut.

"Maaf Mas saya nggak sengaja!" Tanpa berpikir panjang Hani pun langsung lari. Akhirnya dia harus lari terbirit-birit karena kecerobohannya.

Sesampainya di kantor, Sarah pun langsung heran. "Owalah Han kupikir kamu hari ini nggak masuk kerja."

"Aku tadi ada urusan bentar Sar, tapi aku udah bilang sama mbak Naila kok," ucapnya setelah meletakkan tas di atas meja.

"Kamu tuh seharusnya bilang aku juga, biar akunya juga nggak khawatir kupikir kamu tuh sakit atau ada apa-apa di jalan."

Terkadang sahabat itu sangat pengertian dan khawatiran. Seolah diri adalah bagian dari darinya. Tidak kelihatan batang hidungnya saja langsung kecarian. Inilah yang membuat Hani tetap bersama dengan Sarah dari awal masuk SMA. "Ya maaf deh Sar, namanya aku lupa." Kemudian Hani mengambil berjalan ke belakang. Kebanyakan bercekcok membuat tenggorokannya terasa kering. 

"Aduh, leganya nih air putih seperti di surga." Mata mengabsen setiap sudut ruangan dan tepat sekali pria sinting tersebut muncul dari kejauhan. Sebelum semuanya kacau ia tergesa-gesa kembali ke tempat duduknya. Kemudian tangan kanan menepuk jidat, "Habislah aku ada Pak Hafiz."

"Kenapa sih kamu Hani seperti dikejar setan aja?" tanya Sarah keheranan.

"Nggak apa-apa Sar udah selesain aja dulu tugasmu, nanti pas istirahat kuceritakan." Aritmia jantung masih berjalan.

Setelah istirahat. Ini adalah waktu terbaik untuk bercerita sedikit tentang masalah runyam ini pada Sarah. "Sar, kenapa ya aku apes mulu kalau jumpa pak Hafiz?"

"Emangnya kenapa Han? Kamu jumpa dia di mana lagi?"

Hani pun menjelaskannya dengan detail pada sarah. Setelah selesai mendengarnya Sarah pun hanya bisa tersenyum dan berkata. "Iyalah Han dia turunin kamu. Kamunya bicara nggak sopan sama dia untung tak seperti kejadian di telivisi tadi pagi, Bos ngebunuh karyawati karena salah ngomong."

Busyet, sesadis itukah korban sakit hati? Tidak! Ini tidak bisa terjadi, tapi dipikir-pikir benar juga perkataan sahabatnya. "Kamu juga nih Sar ngomong apaan, masa doain sahabatnya sih." Bibirnya dimajukan satu senti.

"Iya deh, maaf aku nggak bermaksud lo," ucapnya agar Hani tenang.

"Ya aku juga nggak bermaksud kok Sar nggak tahu aja mulutku langsung lancar bicara seperti itu."

***
"Huh, dasar wanita gila! Tenang saja akan kubuat dia tidak betah berada di sini. Dia harus get out sendiri," gumam Hafiz dalam ruangannya.

Suara ketukan pintu menyadarkan dirinya dari umpatan yang menyebalkan. "Masuk!" pinta Hafiz.

Seorang wanita berbaju merah dan rok hitam dilengkapi kecantikkannya dengan jilbab merah pasmina. Wanita itu membawa tumpukan berkas. "Selamat siang Pak! Berkasnya sudah selesai. Bila Bapak ada bantuan lagi bisa panggil saya," ucapnya dengan sopan.

"Iya terima kasih. Oh ya nama kamu Naila kan. Maaf saya agak lupa, maklum saya kan orang baru banyak para staf yang harus saya ingat."

"Iya Pak tidak apa-apa. Saya keluar dulu ya Pak."

Setelah berkas tersebut berada di atas meja. Ia mulai membuka berkas demi berkas data para staff yang ada kantor itu. "Hm, Afnisa bagian sekretaris. Naila bagian manajer pemasaran. Satyo manajer percetakkan. Sarah bagian pengumpul artikel. Farhani juga bagian pengumpul artikel. Seperti kenal nih manusia. Ini kan wanita itu." Kedua mata membulat. Ada aura panas ketika melihat pas foto yang ada dalam biodata.

***

"Han, pulang bareng aku aja yok? Hari ini aku mau nginap di rumah nenekku," tawarnya menggiyurkan.

"Boleh sekali pun Sar. Dengan senang hati aku menerima tawaranmu, tapi kenapa kamu mau nginap tempat nenekmu?" tanya Hani penasaran. Sebab ini jarang terjadi. Biasanya Sarah hanya ke rumah nenek saja apabila libur telah tiba.

"Ada masalah sebentar Han di rumah. Aku juga sudah bilang sama orang tuaku untuk menenangkan diriku di rumah nenekku." Raut wajah itu sangat menyedihkan. Sarah ingin menangis tapi tidak bisa.

"Sarah kalau punya masalah cerita dong atau kamu nginap tempatku aja. Siapa tahu kegalauanmu berkurang tahu." Hal yang tidak bisa ia lakukan adalah membiarkan sahabatnya sengsara sendirian.

"Tapi kayaknya aku cuma ingin sendiri deh. Terima kasih ya Han."

"Cerita dong Sar, masalah mu apa? jangan dipendam-pendam gitu nanti bisa meluap kapan aja lo. Itu malah enggak baik. Kamunya bisa stres," bujuknya dengan prihatin.

"Masalahnya adalah ini tentang keluargaku. Kedua orang tuaku mendadak ingin pisah. Aku nggak sanggup Han kalau mereka bertengkar. Aku nggak mau kalau keluargaku nggak lengkap. Aku mau kami yang dulu selalu harmonis seperti keluargamu," jelas Sarah.

Pisah? Ini sama saja merujuk perceraian. Hal ini memang diperbolehkan. Namun sangat dibenci oleh Allah swt. Setan akan senang melihat orang tercerai berai. Sebab itulah tugas mereka, menjerumuskan kepada perpecahan.

"Kamu yang sabar ya Sar, kudoakan semoga keluargamu nggak jadi pisah dan kalian bisa kumpul lagi seperti dulu."

"Aamiin makasih ya Han!" Mereka berdua pun berpelukan. Saat sedih, hal yang dibutuhkan adalah tempat bersandar. Maka tempat bersandar yang paling terbaik adalah Tuhan.

Bersambung!
Gimana sudah dapat feel-nya. Bagian yang belum dikomen ya!

~Catatan~
Aritmia : denyut jantung tidak teratur.

Love In MagazineWhere stories live. Discover now