1. Pertemuan Pertama

73 1 1
                                    


Lantunan lagu milik Chrisye berdentum nyaring mengisi kesunyian di dalam mobil. Chrisye. Penyanyi yang sudah lama mangkat itu memang salah satu penyanyi favorit Ali. Dan lagu-lagu miliknya tak pernah absen dari daftar putar musik Ali. Sembari tetap fokus mengemudikan mobil pajero sport silvernya, sesekali cowok itu turut melantunkan bait-bait lagu milik Chrisye.

Muhammad Ali Firdaus. Cowok kalem yang menjadi banyak incaran wanita dari segala kalangan usia. Ya. Bagaimana tidak? Sudah mapan, wajah bisa dibilang oke, sangat oke malah, pintar, soleh, dan sangat menghormati seorang wanita. Bekerja membantu perusahaan konstruksi milik ayahnya, Ali bisa dikata cukup mapan untuk cowok-cowok seusianya. Tahun ini cowok berambut spike itu menginjak usia yang ke 24 tahun. Ah, dan di usia itu dia belum pernah sekalipun memperkenalkan bakal istrinya ke kedua orangtuanya. Jangankan memperkenalkan, membawa seorang cewek pun dia belum pernah. Tekat cowok satu ini sepertinya perlu di acungi jempol.

"Ali pasti bakal menikah Ma. Bukan permasalahan kalo sekarang Ali belum pernah sekalipun bawa cewek ke rumah. Ali kan gak kaya Bang Adi yang selalu gagal dalam urusan cewek. Karna sekali Ali menggandeng cewek. Ali gak akan pernah melepaskannya. Bukan hanya menggandeng di pelaminan dunia. Tapi insyaallah pelaminan SyurgaNya juga"

Berbanding terbalik sekali dengan abangnya yang sedikit lebih berandalan di banding Ali. Padahal Mayang dan Arif tidak pernah tuh membedakan pendidikan anaknya, Adi dan Ali sama-sama pernah mengenyam pendidikan di pesantren. Tapi apalah daya begitu masuk ke dunia perkuliahan mereka menemukan jati diri mereka masing-masing. Adi yang sibuk berorganisasi hingga memilih bejibun koneksi teman. Hal itu mau tidak mau membuatnya kewalahan menyaring pergaulannya. Jadilah Adi, si bandel yang masih tetap menjalankan kewajiban agamanya.

Sedang Ali, lepas dari pendidikan pesantren ia pun sama seperti Adi. Hanya saja Ali lebih pintar mensiasati pergaulannya. Di tengah kesibukannya belajar dan berorganisasi dulu, ia ikut juga UKM keagamaan di kampusnya.

"Astaghfirullah!" suara Ali memekik. Manik cokelatnya melihat pemandangan yang mau tidak mau membuatnya mengerem mobilnya mendadak.

Cowok itu segera menepikan mobilnya dan beranjak turun. Hatinya terasa tercabik-cabik saat tadi melihat segerombolan cowok berandalan yang lebih tepatnya preman tengah mengerubungi seorang cewek. Meskipun tadi jaraknya cukup jauh dari penglihatan Ali, tapi dia masih bisa melihat cewek itu menangis ketakutan. Tangannya mendekap dadanya berusaha melindungi diri.

Ali berjalan dengan emosi yang tersulut. Saat jarak antara dirinya dan mereka sudah dekat ia berteriak dengan lantang.

"Cukup!!"

Sontak segerombolan preman yang sebelumnya menarik-narik baju si cewek menoleh ke arah Ali. Mata mereka memicing. Memastikan apakah mereka kenal dengan cowok pemberani yang sok menghentikan aktivitas mereka? Dan tentu saja mereka tidak kenal.

"Heh gak usah ikut campur masalah kita!" seru salah seorang dari preman.

Ali tak bergeming.

"Mending sekarang lo minggat! Bocah ingusan kayak lo gak usah sok-sok jadi pahlawan buat pelacur murahan kayak dia!" salah seorang lainnya turut menyahut. Ada empat orang preman sebenarnya.

"Astaghfirullah. Dia bukan pelacur seperti yang kalian bicarakan. Berhenti ganggu dia atau gue -" ucapan Ali menggantung saat salah satu preman tertawa terbahak-bahak.

"Elo tau apa sih hah? Lo mau jadi sok jagoan di sini hah?"

"Udah mendingan sekarang lo pergi ngaji sono ntar di omelin emak lo lagi. Hahaha"

Tawa ke empat preman itu pecah begitu salah satu dari mereka berseloroh.

"Mendingan kalian aja yang ngaji sekarang. Tobat! Siapa tau abis kalian gue seret ke kantor polisi nyawa kalian langsung di cabut sama Malaikat Izrail" acap Ali. Ia masih biasa saja. Tidak ada perasaan ngeri ataupun takut padahal di depannya jelas ada segerombolan preman dengan badan yang besar. Ali bukan apa-apa jika dibanding mereka. Badan Ali jauh lebih kecil dari mereka. Cuman cowok itu menang tinggi.

Seuntai Kata CintaWhere stories live. Discover now