1. Chloe Williams

10.4K 495 91
                                    

"Selamat pagi," sapaku kepada keluargaku yang sedang duduk di meja makan.

Aku mengambil apel merah yang tersaji di meja makan lalu mencium pipi Ayah dan Ibuku. "Pergi dulu, Bu."

"Kamu tidak sarapan?" tanya Ibu.

"Biarkan saja dia Bu," sahut kakakku, Nathan.

"Tidak, Bu. Aku sudah terlambat. Hari ini masuk cepat," sahutku tanpa menghiraukan kalimat Nathan.

Tanpa mendengarkan kalimat Ibu lagi, aku memasang mantel yang menutupi seragam sekolahku. Lalu aku menaruh lengan kiriku di atas injeksi yang terpasang dibelakang pintu rumah.

Injeksi ini diwajibkan untuk mencegah virus-virus bekas perang dunia ke-IV. Walaupun kota sudah dibangun kembali dengan pesat, namun virus-virus itu masih bertebaran di udara.

Aku Chloe Williams, sekarang berumur 16 tahun. Tidak ada yang spesial dalam hidupku. Sekarang sudah tahun 2288, dimana teknologi sudah maju dan berkembang dengan pesat.

Dunia ini memang maju dengan teknologinya. Pada tahun 2200-an, para manusia terlena dengan kemajuan teknologi yang membantu seluruh hal yang dibutuhkan manusia. Seperti menyiapkan makan, menyikat gigi, bahkan berjalan. Hal ini menyebabkan para manusia yang menjadi obesitas dan berpenyakit.

Populasi manusia semakin sedikit tapi populasi robot pembantu semakin banyak. Sehingga pada saat itu terjadi pemberontakan dan perang antara manusia dan robot, perang dunia ke-IV. Sebelumnya pada tahun 2100-an telah terjadi perang dunia ke-III antar manusia yang memperebutkan negara.

Kini, teknologi juga maju namun tak begitu mengandalkan sistem yang membantu kita. Para robot sudah tak diciptakan lagi karena membawa kehancuran.

"Chloe!"

Aku mengerjap dan menemukan seseorang diatas skuter udara miliknya sedang tersenyum kepadaku.

"Selamat pagi! Dimana skutermu, Chloe?"

Aku mendengus dan mengambil skuterku di garasi. Lalu aku menaikinya dan skuter itu terbang di udara, bersisian dengan skuter orang tadi.

"Kenapa kau terus mendatangiku, sih?" tanyaku kesal.

Dane tertawa, "Karena aku calon suamimu."

Aku mencibir dan menggas skuterku dan terbang di udara meninggalkan Dane. Kudengar ia tertawa di belakang.

Sebenarnya, Dane benar. Ia adalah calon suamiku. Dunia ini memang penuh dengan sistem teknologi yang membantu, namun pasanganmu kelak sudah ditentukan oleh data. Ketika kau memasuki masa remajamu diumur 13 tahun, data akan menampilkan jodohmu. Hal ini dilakukan untuk menghindari perselisihan memperebutkan lelaki atau perempuan. Sebenarnya aku mati-matian menolaknya karena siapa yang berhak mengatur perasaan seseorang? Lagipula mengapa jodohku adalah Dane Jhonson, tetanggaku yang luar biasa liar dan menyebalkan?

Jangan kira aku dan Dane bersahabat karena kami bertetangga, karena nyatanya kami sering bertengkar. Dane suka sekali meledekku bahkan saat aku masih berada di taman kanak-kanak. Sialnya, kami selalu satu sekolah.

Perjalanan dari rumah ke sekolah membutuhkan waktu 10 menit dengan skuter udara. Kulihat beberapa teman sekolahku yang juga berterbangan.

Skuter udara ini memang dirancang khusus hanya untuk anak sekolah dari tingkat sekolah menengah pertama sampai atas. Sedangkan para orang dewasa dan anak-anak, diwajibkan memakai mobil yang berjalan di daratan. Walau mobil itu berjalan dengan kekuatan magnet, tak ada roda dan tak menyentuh daratan.

Sesampainya di pelataran sekolah, aku memarkirkan skuterku dan berjalan begitu saja, meninggalkan Dane di belakangku.

"Chloe! Tunggu! Ini penting!"

Aku memutar bola mataku dan menoleh pada Dane yang terengah-engah mengejarku.

"Apa?"

"Tabletmu terjatuh di parkiran."

Aku menyambar benda pipih dari Dane, "Terima kasih."

"Sama-sama, gadisku," balasnya lalu mengedipkan mata.

Aku mendengus lalu berbalik pergi. Beruntung Dane juga langsung bergabung dengan teman-temannya.

Sesampainya aku di kelas, aku langsung duduk di kursiku. Tak lama, tabletku berbunyi. Tablet ini berbentuk seperti pisau lipat, jika kau membukanya, akan terpampang layar transparan berwarna biru yang menampilkan menu.

Kembali ke tabletku yang berbunyi, ternyata Emma sahabatku menelepon.

"Chloe!"

Terpampang layar yang menampilkan wajah sahabatku itu. Emma memang menelepon lewat panggilan video. Kulihat keadaannya yang masih memakai piyama.

"Kau tidak sekolah?"

"Aah, itu dia. Aku ingin bilang kalau aku hari ini libur dulu ya. Aku belum tidur sama sekali."

"Pasti kau menonton vampir-vampir itu kan semalaman?"

Emma terkekeh, "Tepat! Sudah ya, aku ingin tidur. Daah!"

Aku hanya menggelengkan kepalaku. Emma suka sekali menonton serial televisi tentang manusia yang jatuh cinta pada vampir, atau apalah itu. Kejadian ini sudah berlangsung beberapa kali.

Aku akhirnya bergabung pada teman-teman sekelasku yang bergerombol entah membicarakan apa.

"Kau lihat berita semalam tidak? Katanya ada pemberontakan dari kelompok manusia super."

"Hah? Apa itu? Memangnya di dunia serba canggih ini ada hal seperti itu?"

"Tidak tahu. Berita melaporkannya seperti itu."

Aku memutar bola mataku mendengar pembicaraan mereka, "Nggak ada yang namanya manusia super, guys. Jaman teknologi dan kalian masih percaya mitos?"

"Entahlah, Chloe. Tapi kalau benar-benar ada, hal itu keren! Bayangkan kau terbang di udara tanpa skutermu!"

"Ya, ya! Dan juga telekinesis, kau bisa membuat cokelat panas tanpa bangkit dari dudukmu!"

Aku mendengus dan menjauh dari kerumunan. Anak-anak kelasku memang heboh. Padahal mereka semua sudah kelas sebelas.

"Selamat pagi anak-anak," suara Madam Rosa terdengar dari meja guru, membuat semua anak-anak bubar dan duduk di kursinya dengan tegang.

Aku tersenyum melihat wajah-wajah tegang teman-temanku. Mereka lupa waktu membicarakan kekuatan super sampai Madam Rosa datang pun mereka tak tahu.

Ah, kekuatan super? Tidak ada hal seperti itu di dunia.

***

July, 9th 2016. 01.00 AM.

SupranaturalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang