"Yaudah gue ikut." Pasrah Keiva.
"Sini," Kaerus berjalan mendahului Keiva dengan santai, seakan-akan ia tidak terlambat. Keiva mengikutinya dengan pandangan menyelidik, mungkin saja Kaerus membawanya ketempat sepi lalu berbuat yang tidak-tidak pada dirinya? Mungkin saja.
Tapi mengingat dulu Kaerus pernah menolongnya pergi dari hadapan Rizki dan membawanya ke UKS saat pingsan tepat dihadapannya sepertinya tidak mungkin Kaerus akan berbuat jahat padanya saat ini.
Kaerus berjalan melewati Aula dan beberapa lab dan sampai di depan kelas Keiva, ia membalikkan badannya dan menatap Keiva dengan wajah datar yang selalu ia tunjukkan pada murid lain kecuali sedang bercanda. Keiva berhenti, ia melihat keadaan kelasnya yang sepi tanpa penghuni lalu menatap Kaerus yang tengah menatapnya. Keiva buru-buru membuang wajahnya ke arah lain.
"Makasi." Ujar Keiva. Kaerus tidak menjawab, ia masih berdiri dengan posisi yang sama, seperti menunggu sesuatu.
"Hng, makasi udah bantuin gue naik ke jendela terus nganterin gue ke kelas dengan selamat dan sehat sentausa." Ujar Keiva lagi.
Kaerus mendengus kecil, bibirnya sedikit tertarik ke belakang lalu ia membalikkan badannya dan berjalan menjauhi Keiva tanpa mengatakan apapun.
Keiva mematung, ia menatap punggung Kaerus yang menjauh dan menghilang di pertigaan lorong kelas IPS.
Belpun berbunyi, Keiva tersadar dari lamunannya lalu dengan segera ia masuk ke dalam kelasnya dan duduk di bangkunya.
-==-
"Lo tadi telat kok bisa lolos dari pak Ari sih?" Tanya Hellen. Saat ini mereka sedang duduk dan menikmati makanannya di kantin.
"Gue kaget pas liat lo di kelas, pantesan tadi lo gak ada di depan tiang bendera padahal lo telat." Ujar Jemma menggebu sambil memotong baksonya menjadi ukuran yang kecil-kecil.
"Tadi gue manjat lewat jendela kelas 10 yang deket parkiran itu," jeda. Keiva menegak es tehnya sedikit.
"Terus?" Tanya Yuna tak sabaran.
"Teru, pas gue lompat ternyata di tolongin Kaerus makanya bisa sampe dengan sekali lomapatan. Habis itu Kaerus nuntun gue menuju kelas dengan selamat dan sehat sentausa tanpa ketahuan guru piket." Jelas Keiva.
"Ternyata Kaerus baik ya...." Ujar Jemma.
"Gak tau." Sahut Keiva kalem. Ia sibuk memasukkan nasi goreng kedalam mulutnya.
"Btw, lo masih digangguin Reihan?" Tanya Hellen.
"Masih, gila tu anak gak percaya banget sih sama gue. Apa perlu gue ciuman di depan mata dia supaya dia percaya terus berhenti ngejar gue?" Kesal Keiva. Hellen, Yuna dan Jemma yang mendengarnya hanya menggelengkan kepalanya tak percaya.
Kesambet apa Keiva?
"Emang lo pernah ciuman sama kak Rizki?" Tanya Jemma dengan nada polos.
"Ya engga lah! Bibir gue masih suci lahir batin!" Jawab Keiva sedikit galak. Nasi gorengnya sampai sedikit muncrat mengenai wajah Jemma.
"Jorok lo." Jemma mengusap wajahnya dengan tissue yang berada di atas meja dengan wajah cemberut sementara Keiva menatap ke pintu kantin dengan seksama, memastikan orang yang barusan berdiri disana adalah orang yang membantunya lolos dari cengkraman guru piket.
"Kaerus tuh." Yuna menyenggol lengan Keiva sambil menunjuk pintu kantin dengan dagunya.
"Tau kok." Sahut Keiva. Ia segera membuang wajahnya saat mata mereka tidak sengaja bertemu.
"Kei, Kei! Kaerus kesini!" Hellen menginjak kaki Kaeiva dengan heboh.
"Anjir sakit mba bro." Ringis Keiva.
"Hai, badgirl kelas IPB." Sapa Kaerus saat tiba di meja mereka. Sontak Keiva mendongak dan menatap Kaerus dengan wajah penuh tanya.
Apa? Badgirl kelas IPB? Maksud dia, gue?
Keiva menoleh ke sekitar lalu kembali menatap Kaerus bingung.
"Gue?" Tanya Keiva memastikan. Siapa tau kan, yang di maksud Kaerus itu si Hellen. Secara, dia itu termasuk ke dalam anak-anak player, suka gonta-ganti pacar.
"Iya, siapa lagi yang pertamanya alim, kaya anak-anak biasa terus berubah pake rok pendek, kaos pendek dan rambut berwarna selain lo?" Ujar Kaerus. Ia menatap Keiva dengan pandangan datar, sangat datar sampai-sampai Keiva merasa tertusuk oleh tatapan Kaerus.
"Ada apa?" Keiva berusaha tenang, ia menaruh sendoknya tanpa minat padahal nasi gorengnya tinggal seperempat, sayang dibuang dan males untuk dihabiskan.
"Gue denger, lo jadi taruhan anak-anak famous seantero SMA Harapan." Ujar Kaerus. Keiva mendengus, ia pikir Kaerus akan membicarakan suatu hal penting, tau tau malah membicarakan taruhan gak jelas anak-anak kurang kerjaan itu.
"Oh ya? Gue gak tau." Sahut Keiva ketus.
"Kenapa ya, lo nolak mereka...." Kaerus memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya lalu sedikit membungkuk, berusaha mensejajarkan wajahnya dengan Keiva.
"Dan kenapa ya, lo berubah?" Lanjutnya dengan nada suara rendah.
Keiva sedikit menegang, ia masih enggan menyahuti ucapan Kaerus yang entah kenapa bisa menanyakan hal seperti itu.
"Gue penasaran...." Sambungnya lagi dengan suara yang nyaris saja berbisik.
Keiva sedikit menoleh Kaerus yang tengah menatapnya, saat mata mereka bertemu lagi, Kaerus menyunggingkan senyuman miringnya yang membuat siapa saja bergidik ngeri.
-==-
Tinggalkan jejak~
11 Januari 2018
YOU ARE READING
FS II: I'm Unnormal
Teen FictionGue ini, gak normal - Keiva Adita. Gue bisa buat lo normal lagi. - Kaerus Demikov. -==- FS: Fortunes Series Ini cerita anaknya Rey dan Ava. ©CopyRight2016 by Sang Ayu Gita
Late With Kaerus
Start from the beginning
