Seven

78.4K 5K 48
                                    

Hal yang paling aneh di dunia ini menurut Aura bukanlah menara pisa yang miring tapi masih bisa bertahan hingga ribuan tahun atau kutub es yang mulai mencair akibat pemanasan global. Bagi Aura saat ini yang paling aneh menurutnya adalah sikap direkturnya yang meskipun dingin tapi terkadang suka peduli padanya di balik sikap dingin dan wajah datarnya. Bukannya Aura besar kepala, tapi perempuan mana yang tidak merasa bingung jika pagi ini menemukan sebuah kotak sepatu yang berisikan sepasang flat shoes berwarna krem dengan pita di ujung kepalanya. Tidak lupa sticky note yang tertulis "Pakai atau buang saja ke tempat sampah!"

Well, siapa sih yang tega membuang flat shoes bermerk Mango?

Aura menyentuh sepatu itu dengan hati-hati dan melihat nomor sepatu yang tertera. Demi dewa- dewi yunani! Mengapa pria ini bisa mengetahui nomor kakiku? Pikirnya. Setelah menimbang-nimbang akhirnya Aura memutuskan untuk mencobanya. Ia melepaskan stiletto miliknya dan memasukkan kakinya ke dalam flat shoes tersebut dan ternyata sangat pas! Aura merasakan kakinya sangat nyaman dan ia sangat membenci kebenaran kata-kata pria itu mengenai betapa nyamannya memakai sepasang flat shoes. Tapi sayangnya dalam kamus Aura, flat shoes is better for your comfortable, but i think stiletto makes women looks sexy. Jadi akhirnya ia memutuskan untuk melepaskan sepatu ini dan mengembalikannya. Meletakkan kotak sepatu ini di atas kotak pertama yang diberikan Regan sebelumnya. Suatu hari ia akan mengembalikan dua kotak tersebut, janjinya dalam hati.

***

"Ini laporan keuangan yang anda minta," kata Aura sambil meletakkan sebuah map berisi berkas mengenali laporan keuangan perusahaan yang dulu diminta Regan di atas meja.

"Terima kasih," sahut Regan tanpa mengangkat wajahnya karena ia masih berkutat dengan kertas putih di hadapannya.

Aura terdiam lalu mengangguk kecil dan ketika ia hendak berbalik keluar pintu, sebuah suara menghentikan langkahnya.

"Aura," panggilnya.

"Iya pak," jawabnya.

Pandangan Regan turun pada kakinya atau lebih tepatnya stilleto hitam yang dipakainya. Kedua alis pria itu bertautan, lalu pandangan matanya naik keatas berakhir pada wajah Aura.

"Kamu melihat kotak yang ada di atas mejamu?"

"Lihat, pak."

"Kamu sudah membaca tulisan yang berada di atas kotaknya?"

"Sudah," jawabnya singkat.

Regan memijat pelipisnya. Ia tidak habis pikir dengan perempuan di hadapannya ini.

"Aku sungguh tidak mengerti dirimu, Aura."

Aura menatap tajam atasannya, "Saya tidak meminta bapak untuk mengerti diri saya. Jika tidak ada yang bapak butuhkan, saya permisi."

Tanpa menunggu jawaban dari Regan, ia langsung keluar dari ruangan itu. Tatapan mata Regan tertuju pada pintu yang baru saja tertutup. Apakah kau akan menjadi lemah seperti dulu? Tanya Regan pada dirinya sendiri. Benar, dirinya yang sekarang adalah seseorang yang sedang mengenakan topeng es supaya siapa pun tidak ada yang berani mendekatinya. Dan sebaiknya ia harus segera menghentikan semua ini sebelum terlambat. Karena memang seharusnya begitu sejak awal.

***

Regan menekan tombol interkom untuk menghubungi Aura yang berada di luar ruangannya.

"Ada apa pak?" Suara Aura berkumandang dengan sangat jelas.

"Tolong bawakan saya kopi seperti biasa," perintahnya.

"Baik."

Beberapa menit kemudian bunyi suara ketukan di pintunya. "Masuk."

Suara hak sepatu memenuhi ruangan Regan. Dan ia sangat tidak menyukainya. Ingin rasanya ia menarik paksa stilleto itu dari kaki Aura lalu melemparnya dari atas gedung kantor ini.

"Kamu serius sekali," ujar sebuah suara perempuan dan ini bukan suara milik sekretarisnya.

Perlahan Regan mengangkat kepalanya. Sedetik kemudian, kedua mata cokelatnya sangat terkejut melihat sosok di ambang pintu. Seorang gadis cantik berambut cokelat dengan dress putih di atas lutut yang memperlihatkan keindahan tubuhnya. Tidak lupa sebuah tas berwarna hitam menggantung di lengannya. Wanita itu melangkah dengan anggunnya dan berjalan mendekati Regan dengan senyum yang terukir di bibir tipisnya.

"Kim," sebut Regan.

"Nice office," katanya tanpa memedulikan panggilan Regan. "And you look handsome in that suite," lanjutnya ketika ia telah tiba di hadapan Regan yang telah berdiri di balik mejanya.

"Apa mau-mu Kim?" Regan menatap dingin sosok di hadapannya. Masih terasa luka yang ditorehkan oleh wanita ini meskipun hatinya masih dipenuhi oleh sosok cantik ini.

Kimberly Thompson, gadis berkebangsaan Inggris-Indonesia yang kebetulan sekolah di Italia. Mereka bertemu secara tidak sengaja. Seperti di film-film romantis pada umumnya. Kim yang saat itu sedang hendak berangkat menuju kampusnya tanpa sengaja menjatuhkan buku-buku yang berada dalam pelukannya tepat di depan sebuah restauran Italia. Ketika ia sedang memunguti buku-buku miliknya, pintu kaca restauran itu terbuka. Seseorang membungkuk dan membantu Kim memunguti buku-bukunya. Kim mengangkat kepalanya, ia tertegun menatap pria di hadapannya. Wajahnya tampan bak dewa Yunani. Tapi ia tidak seperti orang Italia, namun hidungnya yang mancung dan matanya yang cokelat terang memperlihatkan jika dirinya memang bagian dari negara asal pizza ini.

"Selesai," kata pria itu membuka suara.

Seakan terlepas dari hipnotis, Kim menundukkan kepalanya untuk melihat buku-bukunya yang telah rapi berada dalam pelukan pria itu.

"Terima kasih," ujarnya.

Pria itu memberikan sebuah senyuman yang mampu membuat Kim tidak dapat melupakan wajah itu semalaman.

Tanpa diduga, pria itu mengulurkan sebelah tangannya, "Regan Tristan."

Yang dalam hitungan detik langsung disambut oleh Kimberly Thompson dengan senyum yang mengulas dibibirnya.

Kim memajukan tubuhnya dan langsung menghamburkan tubuhnya ke tubuh Regan. Melingkarkan tangannya ke leher pria itu.

"I miss you so much," kata Kimberly di leher Regan.

Regan terpaku, terkejut akan pelukan Kim yang tiba-tiba. Tapi ia tidak membalas pelukan wanita itu. Karena ia tahu, jika ia membalas pelukan wanita itu, ia akan menjadi Regan yang dulu. Dan ia tidak menginginkan hal itu terjadi. Ketika Regan hendak mendorong tubuh Kim, bunyi ketukan pintu membuat Regan menatap pintu ruangannya. Tak lama kemudian, Aura muncul dengan secangkir kopi di tangannya. Aura menatap kedua insan manusia itu dalam diam. Lalu dengan cepat ia berkata, "Maaf."

Pintu pun kembali tertutup, meninggalkan Regan dalam diam menatap pintu yang telah tertutup.

***

Let Me Love You Where stories live. Discover now