KEPING DUA

62.1K 3.8K 326
                                    

Hidup selama 23 tahun ternyata belum mampu membuatku mengerti arti kehidupan yang sebenarnya. Yang kutahu, selama ini hanya jadi anak penurut, sekolah yang benar, selalu dapat nilai bagus, lulus kuliah dengan IPK tinggi, menyandang gelar sarjana, bekerja dan mengumpulkan uang untuk memenuhi cita-citaku keliling Eropa, dan menikah dengan Arkha, pria yang kuinginkan untuk menghabiskan hidup bersama. Simple....

Namun, ternyata hidup tidak sesederhana itu. Hidup tidak seperti alur cerita yang dapat kutentukan jalannya seperti apa. Begitu banyak kerikil yang sewaktu-waktu dapat membuatku terkilir dan jatuh ke dalam lubang besar yang menanti di setiap tikungan.

Siapa yang mengira jika perjalanan hidupku akan semenyakitkan ini. Terutama jika kita bicara tentang akhir hubungaku dengan Arkha. Seperti menyuntikkan dimetil merkuri ke dalam tubuh. Yaitu sebuah racun yang dapat membunuhku secara perlahan-lahan, yang tanda keracunannya bahkan masih terasa hingga beberapa bulan dari paparan awal racun itu.

Oke, mungkin ini terdengar lebay, tapi kalian akan bicara hal yang sama jika berada dalam posisi yang sama denganku saat ini.

Bunyi PING membuyarkan lamunanku. Aku membuka ponsel dan menemukan SMS masuk dari Mami.

—kamu masih ingat Mas Baron? Anaknya Tante Sukma. Mas Baron sekarang tinggal di Bandung juga dan kerja di kantor advertising. Coba kamu kontak dia. Siapa tahu dia bisa bantu kamu cari kerja. Ini nomornya 081390909090.—

Jadi Mas Baron tinggal di Bandung sekarang? Baiklah, tidak ada salahnya mencoba saran dari Mami. Setelah menyimpan nomor yang diberikan Mami tadi, aku segera mengirim pesan untuk Mas Baron.

Mas Baron, ini Frisca, anaknya Tante Ambar. Masih ingat nggak?—

Aku menyimpan ponselku di atas meja lalu melangkah memasuki dapur untuk mencari makanan di sana. Kehamilan membuatku cepat lapar. Padahal satu jam yang lalu aku baru selesai makan siang.

Ponselku bersuara ketika aku sedang mengeluarkan martabak sisa tadi malam dari dalam kulkas. Aku melangkah kembali ke ruang tengah dan menemukan balasan dari Mas Baron.

—Pasti ingat, dong. Gimana kabarnya, Fris? Masih di Melbourne?—

Selesai membaca pesan itu, aku segera menyambungkan panggilanku ke nomor Mas Baron yang langsung dijawab di nada panggil pertama.

"Iya, Frisca. Ada apa nih, tiba-tiba nelepon saya?"

Aku terkekeh mendengar sapaan Mas Baron. Pasti dia heran karena sudah lama sekali kami tidak saling berhubungan.

"Gimana kabarnya, Mas?" ujarku, mencoba berbasa-basi lebih dulu.

"Baik. Kamu sendiri gimana kabarnya? Ini pakai nomor Indonesia, memangnya kamu udah nggak di Melbourne lagi, ya?"

"Aku juga baik, Mas. Iya, aku udah nggak di Melbourne. Sekarang aku tinggal di Bandung. Mami bilang Mas Baron sekarang tinggal di Bandung juga, ya?"

"Iya, saya juga di Bandung. Dari kapan kamu tinggal di Bandung?"

"Baru seminggu."

"Bandungnya di mana?"

"Sarijadi, Mas."

Elegi Patah HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang