Lima

8.1K 369 20
                                    

Erlangga terus bergerak gelisah dalam tidurnya. Ia bolak-balik mengubah posisi tidurnya. Keringat mengucur deras dari keningnya, membuatnya semakin tidak nyaman. Erlangga menatap langit-langit kamarnya dengan nyalang, usahanya untuk kembali terlelap sia-sia. Erlangga bangun dan memutuskan untuk membuat susu hangat agar matanya kembali mengantuk.

Ketika ia berjalan melewati kamar Arlena, Erlangga mendengar suara dari dalam kamar Arlena. Erlangga mendekat dan membuka pintu kamar Arlena. Ia mendapati Arlena sedang mengigau, posisi tidurnya pun berubah-ubah.

"Sofi, maafin gue."

Erlangga duduk di tepi ranjang Arlena, mencoba membangunkan Arlena yang masih mengigau. Erlangga begitu terkejut ketika mendapati suhu tubuh Arlena yang tinggi.

"Alen, bangun! Alen!"

Arlena masih belum membuka kedua matanya, tapi tidurnya makin gelisah. Kepalanya menggeleng ke kanan dan ke kiri, suaranya semakin parau.

"Arlena!"

Akhirnya Arlena membuka kedua matanya. Ia menatap sekeliling dengan bingung seraya memegang kepalanya yang berdenyut pusing. Tatapan Arlena bertemu dengan tatapan cemas Erlangga. Arlena bangun dan menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang.

"Kamu ngapain di kamar aku, Er?" tanya Arlena.

"Kamu demam, Alen. Dari tadi kamu ngigau!" jawab Erlangga.

"Kepala aku pusing banget, Er!" gumam Arlena serak.

"Aku panggil dokter ya?"

"Nggak perlu, aku cuma butuh istirahat aja kok. Kamu nggak usah panggil dokter!" tolak Arlena.

"Tapi badan kamu panas banget. Kalau ada apa-apa gimana?" tanya Erlangga cemas.

"Aku cuma kecapekan, Erlangga."

"Alen-"

"Erlangga, aku tahu apa yang aku rasain sekarang!"potong Arlena cepat.

"Ck!" decak Erlangga. "Yaudah, aku ambilin obat penurun panas dulu ya? Kamu jangan bangun dulu!"

"Iyaa."

Erlangga berjalan menuju dapur untuk mengambil obat penurun demam yang ada di lemari dekat pintu dapur. Tak lupa ia juga membawa plester penurun demam. Selesai membawa semua yang ia perlukan, Erlangga kembali ke kamar Arlena. Begitu masuk ke kamar Arlena, dilihatnya Arlena masih duduk bersandar sambil memejamkan kedua matanya. Napasnya sudah teratur tapi Erlangga tahu Arlena belum tidur.

"Ini obatnya diminum dulu!"

Arlena membuka kedua matanya. Tanpa banyak protes, ia mengambil obat yang diulurkan Erlangga dan menghabiskan segelas air mineral yang di ambilkan Erlangga untuknya. Setelahnya, Arlena kembali memejamkan kedua matanya mencoba untuk kembali tidur.

"Aku tidur sini ya? Kalau kamu butuh apa-apa, biar aku bisa langsung ambilkan! Kamu tinggal bangunin aku aja!" kata Erlangga sambil berjalan menuju sofa mungil yang ada di kamar Arlena.

"Kalau kamu tidur situ, nanti badan kamu capek-capek pas kamu bangun!" gumam Arlena.

"Kamu nggak usah mikirin aku. Cepet tidur lagi!" sahut Erlangga. "Kalau kamu cepet sembuh, aku nggak perlu lagi tidur di sofa ini!"

Arlena mencebik mendengar ucapan Erlangga. "Kalau nggak ikhlas rawat aku, kamu balik gih ke kamar kamu!"

Erlangga memejamkan kedua matanya, mencoba kembali tidur.

"Erlangga?"

"Hmm?"

"Makasih ya."

"Tidurlah, Len."

PossessiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang