"Gue gak bakalan jenguk Emely lagi" ancam Eve sukses membuat Emil berhenti lalu membeku.
Ancaman Eve tidak main-main. Tidak menjenguk Emely lagi? Yang benar saja!?

"Bagus, kayaknya gue udah tau cara buat lo nggak ganggu gue lagi" ucap Eve menyeringai sambil melipat tangan didepan dada. "Keluar dari rumah gue, sekarang!" lanjut Eve mengusir Emil.

Harapan untuk mengantar Eve pupus sudah. Emil melenggang pergi dari rumah Eve seusai berpamitan.
setelah Emil sudah tidak terlihat lagi Eve menghembuskan nafas lega. Emil itu ganteng tapi lebih ganteng Shannon, kalau terlalu lama dekat Emil, Eve tidak bisa menjamin bahwa dia akan khilaf.

"Emil Sialan.." gumam Eve kesal lalu pergi menuju mobil putihnya yang telah terparkir manis di hall luas rumahnya.

●●●●

"Ini mobil kenapa lagi?" Eve keluar dari mobil sebelumnya yang sudah ia pinggirkan di sisi jalan. Tadi tiba-tiba saja mobilnya berhenti mendadak tapi masih bisa Eve jalankan sebentar untuk melempirkan lalu mati lagi. Eve membuka kap depan mobilnya dan seketika asap hitam menggumpul berlomba-lomba keluar membuat Eve terbatuk.

"Mobil sialan!, gak tau apa gue udah mau telat" sunggut Eve menendang ban mobilnya sendiri.
Eve masuk kedalam mobilnya lalu merogoh ponsel yang berada di ranselnya. Ia mencari-cari kontak driver keluarganya lalu menghubungnya. Tapi apa daya yang terdengar malah suara perempuan.

"Kartu dalam prabayar anda tidak mencukupi untuk melakukan panggilan ini. Sisa pulsa yang anda miliki senilai Lima puluh Rupiah."
Lalu setelahnya terdengar suara tut-tut-tut-tut.

Eve terdiam ditempat. Demi minyak nyong nyong yang bau nya melebihi bau kaos kaki raksasa, seorang Eve tidak memiliki pulsa? Oh Tuhan, cobaan apalagi ini?
Perasaan dua hari lalu ponselnya sudah penuh dengan pulsa, kalau boleh dikata jika ponsel manusia mungkin ponselnya hamil, Selalu diisi, Eve tidak pernah lupa itu.

Eve memutar otak agar mengetahui jawaban kenapa ponselnya bisa tidak memiliki pulsa. Dan seketika Eve mengumpat geram.

"Antii Sialan!" geram Eve mengingat kemarin Anti meminjam ponselnya. Pasti sahabat gemuknya itu yang menghambiskan pulsa Eve.

Eve berdecak, dia rasa nasip buruk akan terus berada disisinya hari ini.

Eve meletakkan kembali ponselnya kedalam tas dan keluar untuk mengecek 'penyakit' mobilnya itu.
Eve mencoba memegang kabel-kabel mesin mobilnya meski ia tidak tahu apa yang akan ia lakukan akan membantu atau tidak.

"Aww.." Eve berjengkit merasakan kulit jari telunjuknya seperti terbakar.
Ternyata mesin mobilnya sangat panas dan Eve menyentuhnya, jadilah jari telunjuk Eve sekarang melepuh.

Eve berjongkok didepan mobilnya, dia membiarkan saja kap mobilnya masih terbuka. Eve melihat arlojinya yang sudah menujukan pukul Enam lewat lima puluh enam menit. Tinggal empat menit lagi gerbang sekolahnya tertutup dan dia masih berjongkok dipinggir jalan. Dan parahnya tidak ada orang yang berniat membantunya. Jangankan membantu melirik pun tidak ada seorang pun. Entah mengapa Eve ingin menangis sekarang.

Eve membenamkan wajahnya diantara lutut dengan keadaan masih berjongkok.

"Sialan, kalau mereka kesusahan nanti dipinggir jalan dan gue ada disitu, gue gak akan bantu mereka juga" gumam Eve kesal mengumpat orang-orang yang berjalan didekatnya.

Tengkuk Eve terasa memanas karena matahari sudah mulai naik keatas tahtanya meskipun masih pagi.

Bruum.. Bruuum..

Michyeoga [EDITING]Where stories live. Discover now