Putus cinta

157 11 3
                                    

"Kenapa? Kau bertengkar lagi dengan dia?"

Gadis itu menggeleng, lalu menganggukan kepalanya, membuat Giga semakin gemas atas tingkah labil gadis itu.

"Kalau begitu---jangan menangis, Reol."

Sesenggukan itu berasal dari sang gadis, yang berwajah kusut serta dua kantung menggantung di bawah matanya. "Aku tidak nangis...idiot."

"Bohong"

"Benar kok!"

Giga menghela napas dengan keras. Menatap Reol dengan cengiran bodoh "Biar kutebak, semalam kau bertengkar dengannya, putus dengannya, dan berakhir nangis dengan wajah kusut dan tisu bekas ingus dimana-mana?" Giga mendekati Reol, berharap melihat wajah Reol lebih leluasa. Tidak ada candaan atau olokan terlempar, serius, gadis patah hati itu menyeramkan.

"Salah besar."

Tendangan cinta plus sibakan selimut. Giga bersungut-sungut, sungguh lebih mudah menjinakan macan hamil daripada Reol yang putus cinta.

"Oke, kau putus cinta, kabur ke rumahku, lalu menendang pemilik rumah itu sendiri. Jadi aku ini semacam tempat curahan kekesalanmu?"

"Aku kira aku akan terhibur dengan wajah konyolmu," Reol mengangkat bahu "Tapi memang wajahmu lebih enak ditendang daripada ditertawakan."

"Aku disini sakit hati loh!"

Reol menghela napas diantara isak tangisnya, "Jadi begini ya rasanya patah hati."

"Kau bisa berkata begitu." Giga mengangguk lalu mengetuk remot televisi yang penuh beset dan selotip hitam sana-sini. Tangan kanannya meraih apa saja yang bisa ia makan "Itu sih yang kutahu dari sinetron."

Televisi dipenuhi oleh gambaran seorang gadis kecil bersama sahabat kera birunya, Giga masih mengunyah keripik kentang dengan nikmat sementara Reol menatap layar tv dengan mata bengkak.

"Kau pernah merasakannya, Giga?"

"Bisa dibilang---tidak."

"Oh--"

"Itu karena aku yang melakukannya duluan."

"He?"

"Aku selalu jalan dengan gadis berbeda setiap minggunya, aku juga memutuskan mereka duluan saat hari terakhir."

"Bedebah."

"Oke, aku bercanda, Reol----TURUNKAN PISAU ITU! DARIMANA KAU MENDAPATKAN PISAU ITU---"

***

"Jadi seperti apa mantanmu itu?"

Reol sudah dapat mengendalikan emosinya, ia menatap drama india yang terputar di depannya dengan tatapan enggan.

"Dia baik, baik sekali, walaupun bodoh terkadang."

Giga menancapkan dua tisu pada hidung Reol "Yah, tapi diantara berbagai mantanku, dia berbeda---Kradness berbeda."

Reol menatap Giga dengan gusar "Hei, apa yang kau lakukan?!"

"Kau tahu, ingusmu turun mengenai punggung tanganku, jorok."

"Kau saja yang terlalu melebih-lebihkan, bodoh."

"Begini caramu memerlakukan pemilik rumah?"

Giga mendengus, "Baiklah, jadi intinya si Kradness ini baik sekali, sangat amat baik sampai saat putus saja ia memutuskanmu dengan suara yang gentleman?"

"Kau tahu," Reol menatap Giga penuh selidik "Kadang aku heran kenapa kau bisa menebak dengan akurat."

"Halo Reol, salam manis dari daratan. Apa kau lupa kalau dia memutuskanmu di depanku---melalui telepon?" Giga menggerutu dan mengunyak keripik kentangnya "Lain kali kau harus menendangnya karena dia pengecut, memutuskan cewek via telpon? Apa semua cowok jaman sekarang melakukan itu?"

Reol melongo.
Ini kok jadi si Giga yang sewot?

"Kamu kesal, Giga?"

Giga mematung "I-Ini karena kau melebih-lebihkan; padahal kamu hanya diputus, bukan diteror atau apa. Argh!"

"Ternyata Giga perhatian sekali denganku."

"Ternyata Reol tidak bisa peka terhadap perasaan lelaki."

"Eh? Apa?"

***

"Kau masih down?" Giga mematikan televisinya, tontonan akhir-akhir ini tidak ada yang bermutu. Niat menyolokan flashdisk dan menonton anime di televisi terpatahkan begitu saja oleh penyakit yang dilanda anak-anak jaman sekarang; Mager.

"Sedikit." Reol ikutan mengunyah keripik kentang milik Giga, masa bodoh kalau ia memakannya tanpa ijin.

"Hei, mau kuhapuskan ingatanmu tentang Kradness?" Tanya Giga ragu-ragu.

Reol bertepuk tangan "Kau bisa melakukan hal seperti itu? Hebat!"

"Tapi ada syaratnya."

"Apa itu?"

Giga meletakan telunjuknya di dahi Reol, "Tutup matamu, jangan mengintip."

Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Reol menurut, ia menutup kedua kelopak matanya.

Giga meraih pipi Reol dan mengecup dahinya. Membuat Reol tersentak. Itu merupakan kecupan singkat yang paling mematikan bagi Reol.

"Mau pacaran denganku?"

Wajah Reol semerah tomat.
"Apa itu tadi, bodoooh!!"

Story That Made For UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang