SUAKAMUDITA

515 25 0
                                    

- 23 Oktober 2015.


Dunia berputar lambat hari ini. Mataku perlahan meredup, ingin mati, tetapi aku bertahan demi janji yang ada dalam diksi. Bagimu mungkin ini adalah puisi. Namun bagiku, mungkin prosa tidak pernah lagi menanti seperti ini.

Aliran air raksa, detik am tertawa. Mataku selalu terbuka di tinggi surya. Namaku dielu-elukan oleh yang meragukan apakah aku benar ada. Langkahku sigap, pasti, presisi, tetapi hampa. Tujuku bermuram durja. Aku bersamanya.

Kikis, lagi tanggung jawab mengejarku. Seperti kisah tentang dirimu. Tak jarang aku berhenti sejenak, membiarkan langit turun ke kepalaku, mungkin sejenak terbang bersamaku. Dan padanya aku bertanya: kisah apa yang sedang dunia ini bacakan untukmu?

Aku bukanlah seorang gorilya yang lihai. Lihatlah, dirimu masih utuh tak tersepai. Aku bukan orang pandai. Di sini aku cuma seorang pelancong miskin yang hanya bisa beranai-andai.

Namun lalu malam tiba. Kakiku membawaku kembali ke tempatku memejamkan mata. Harapanku belum sirna. Aku merindukan pintu kayu yang menyambut lagi tubuhku yang terlunta-lunta. Karena, aku tahu pasti bahwa hanya satu hal yang bisa membawaku untuk kembali tersenyum mudita: melihatmu menyoraki dunia, lepas tertawa.

Aku menantimu di sini penuh asa. Dan kuharap ini nyata. Karena aku tahu kau ada. Aku tahu kau bukan semu belaka. Aku tahu dirimu bukan maya.

Jadi kapankah aku bisa bersandar, menghela napas lega, memejamkan mata, tanpa takut angkara atau murka, dalam pelukanmu yang terbuka?

***    

Aspira: Buku Catatan DahagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang