ANNO HOMINI

845 39 6
                                    

- 6 Oktober 2015.


Gelisah? Jelas. Dari sejak sebelum mata terpejam, matahari terbenam, beban demi beban perlahan menumpuk, memaksa pundak-pundak muda di seluruh dunia untuk tertatih sambil membungkuk. Belum habis batu digulirkan ke puncak bukit, sebuah kutukan memaksa kami turun mengejarnya kembali. Sakit. Layaknya hukuman bagi yang mencurangi kematian. Padahal apa salah kami pada kalian?

Dosa-dosa jeruji konformis yang bekerja bagai roda gigi asimetris yang licin dengan oli masih semangat meraung-raung. Tapi demi doa Yunus dan jatuhnya Yesus, kenapa luka lama masih dirundung? Tubuh mereka menghadap depan, kata Alighieri. Tetapi wajah mereka tertawa menyerukan ajaran setan sambil menatap punggung sendiri. Aku kenal suara lari ras rusa-rusa rasa-rasa risih kerisih-risihan yang berderap ke arah Barat. Sakura berguguran. Kaum biksu menunduk sopan. Pahlawan bergolok kini tunduk pada adat.

Tapi bagaimana dengan mereka yang bersuar, yang tanpa ragu dengan lantang menyerukan wijaya? Sukma, kusuma, mandala, makara? Dengki, alengka, murka, diraja? Griya, ganendra, baruna, dirgantara? Bagaimana dengan mereka yang mematri, yang tanpa ragu dengan tenang mencetak diri? Dhiyatri, buddhi, yogi, parvati? Laksmi, saraswati, agni, bumi?

Dari neraka-neraka kisah lama hingga neraka baru yang telah turun ke dunia, api terus membara. Membakar. Menerjang membabi-buta. Mengakar. Menerkam tanpa pandang siapa. Semua rantai tak kasatmata yagn mengikat leher manusia akan ditarik, dipecut, dibanting, digembala seperti domba. Dan apa sebenarnya, yang bisa dikatakan manusia, selain patuh dan pura-pura tertawa?

Sisyphus bilang bahwa mencurangi maut itu mungkin. Dia mengulanginya dua kali. Izrail tidak setuju dan membanting gelasnya, birnya berceceran di atas meja. Katanya pada Sisyphus, "Aku tantang kau untuk mencurangku lagi." Kebodohan Izrail yang pertama adalah melupakan bahwa Sisyphus terlalu sibuk menjalani hukumannya. Kebodohan Izrail yang kedua adalah melupakan bahwa Sisyphus tidak pernah mencuranginya. Dan kebodohan Izrail yang ketiga adalah, walau mustahil, kematian memang bisa dicurangi.

Rasio regenerasi perlahan menekan degenerasi, optimalisasi metabolisme nutrisi, energi, hysteresis, entropi. Apalah makna alam tanpa pengamatnya? Apalah makna waktu tanpa penguasanya?

Siapalah setan-setan kecil bersinggasana raksasa yang kini sedang sibuktertawa di surga sana? ***

Aspira: Buku Catatan DahagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang