10. Ngaku Doi Tapi Kayak Tai

Start from the beginning
                                    

"Kak, a—"

"Jujur, gue ga pernah sekasar ini sama cewek sebelumnya. Seharusnya cewek itu disayang, tapi pengecualian untuk lo. Lo pantes dikasarin. Biar nantinya ngga makin ngelunjak. Mau jadi ratu di hati gue, malah make cara busuk. Lo inget kata-kata gue kali ini. Lo ga akan pernah bisa jadi kayak Lova. Cewek kayak lo ga pantes bersaing sama Lova. Cewek sebangsat lo bener-bener hina di mata gue."

Selina tersentak mendengar perkataan kasar yang keluar dari bibir Vegi. Vegi hanya menatapnya datar. Vegi tidak main-main dengan perkataannya. Kali ini, Vegi benar-benar kecewa. Kenapa dia sampai sebodoh itu lebih percaya pada Selina ketimbang Lova?

"Misi. Gue mau pulang. Lo pulang aja sendiri. Punya kaki, kan? Kalau ga bisa pulang, mending potong aja kaki lo. Ga guna. Jangan berharap gue bakal nganter lo pulang, setelah apa yang lo lakuin tadi."

Vegi menaiki motornya dan menghidupkan mesinnya. Vegi pergi meninggalkan parkiran dan juga Selina. Dari spion dia bisa melihat Selina yang berlari mengejarnya. Sampai akhirnya Selina tersandung dan jatuh ke tanah. Dengan cepat Vegi menghentikan motornya. Sampai menimbulkan suara decitan.

Dia benar-benar bingung sekarang. Apa dia harus membantu Selina? Setelah terjadi perdebatan antara otak dan hati, Vegi memutuskan untuk menghampiri Selina. Dia bukan laki-laki tidak punya hati yang tega mengabaikan perempuan yang sedang terluka.

Vegi membawa motornya mendekati Selina. Melepaskan helm lalu turun dari motornya.

"Lutut lo luka. Makanya lain kali jangan lari kayak orang bego. Ga waras lo."

"Ma-maaf."

"Bisa bangun, gak? Lo pulang bareng gue. Pertama dan terakhir kalinya." Vegi menjulurkan tangan membantu Selina berdiri.

"Kakak udah maafin aku?"

"Gak. Jangan GR. Mau pulang gak, lo?" Selina menganggukkan kepala dan mengulum senyum. Dia yakin kalau Vegi tidak akan setega itu untuk tidak memaafkan kesalahannya.

Dengan sedikit terpaksa, Vegi mengantar Selina pulang. Selama perjalanan, Vegi merasa risih karena Selina memeluknya begitu kencang. Tanpa Vegi tahu, Selina tersenyum penuh kemenangan di balik punggungnya.

***

Lova's POV

"Mamida!"

Hari ini aku badmood maksimal. Semuanya karena Selina. Junior cabe pencari perhatian. Aku mencari mamida dan ingin bercerita masalah tadi padanya.

"Kenapa curut? Mau curhat? Sini duduk." Mami mengajakku duduk di sofa ruang tamu.

Aku menceritakan semuanya pada mamida. Tanpa adanya satupun pengurangan maupun penambahan. Mamida mendengarkan curhatanku dengan tampang serius.

"Sarap si Selina. Masa dia ngatain mami murahan? Ga pernah diajarin orang tuanya kali, ya? Pantes aja ga ada sopan santunnya gitu." Mami menggeleng-gelengkan kepalanya setelah menyimak ceritaku.

"Mana sih yang namanya Selina? Coba mami mau liat," sambung mami.

Aku segera mencari instagram milik Selina. Setelah sepuluh menit berkutat dengan handphone, aku berhasil menemukan akunnya. Aku memencet salah satu foto di profilnya. Lalu menunjukkannya pada mami.

"Tampang kayak begini berani ngehina mami?"

"Tampang kayak cabe-cabe-an, kan? Lebih cantik curut ke mana-mana lah, mi."

Mami menggelengkan kepalanya. "Tampangnya cantik, sih. Ga kalah cantik sama kamu. Udah, biarin dia berkembang. Nanti juga kena karmanya. Sana ganti baju, baru makan."

KAMPRET.

Aku berjalan menuju kamarku yang berada di lantai dua. Sambil menghentak-hentakkan kaki dan mencibir di sepanjang jalan. Semua orang benar-benar telah menghancurkan moodku saat ini.

Setelah selesai mengganti pakaian dan makan, aku berbaring di atas kasurku. Baru tiga puluh menit memejamkan mata, nada dering handphoneku berbunyi. Ternyata datangnya dari aplikasi line.

Doi-nya Lova added you as a friend.

"Hah, doi Lova? Siapa sih yang ngaku-ngaku jadi doi gue? Jones kali, ya?"

Doi-nya Lova: Queen

Aku tau dia siapa. Vegi. Siapa lagi yang berani memanggilku queen, selain kang tai Vegi? Ngapain dia mengirim line padaku? Bukannya dia masih marah? Ah, bodo. Mending ga usah dibales.

Doi-nya Lova: Turun ke bawah sekarang, buruan.

Turun ke bawah? Ngapain coba?

Doi-nya Lova: Jangan banyak berpikir dulu, buruan buka pintu rumah lo. Gue di depan rumah lo ini. Nanti gue jelasin.

Dia pikir aku percaya? Kan, acaranya nanti malem. Kenapa dia datengnya jam segini? Lagian, kami sedang bertengkar, bukan?

Doi-nya Lova: Queen sayang. Napasku, separuh jiwaku, tulang rusukku. Bisakah kamu membuka pintu rumahmu? Vegi-mu di sini lelah menanti.

LovaC.: Derita lo. Tapi, lo beneran di depan rumah gue? Ngapain? Acaranya nanti malem, goblok.

Doi-nya Lova: Mau lamaran. Tepatnya, mau ngelamar lo. Udah siap? ❤️

Oh, lamaran.

Tunggu ...

LAMARAN?!

"DASAR VEGI PERRINSO SABLENG, SENGKLEK, GA WARASSSSS!" teriakku sangat-sangat teramat keras dari dalam kamarku. Mungkin teriakanku akan terdengar sampai ke lantai bawah.

Doi-nya Lova: Ga usah teriak gitu, dong. Gue emang ga waras. Ga waras karena tergila-gila sama lo😍

"VEGI SIALAN! TERKUTUK! MATI LO!"

Doi-nya Lova: Aw, mau dong mati. Tapi, mati-nya bareng sama lo, ya. Supaya kisah cinta kita terukir abadi😙

"VEGIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII!"

Dan itu adalah suara teriakan yang paling dahsyat, yang pernah aku keluarkan.

***

[11 Juni 2016]
-Sinta Dewi-

Jemuran Zone Where stories live. Discover now