Arman, Sahabat Terbaik [Trial Version]

257 11 1
                                    

"Kau lemah! Dasar lemah!" Teriakan itu terus mengiang di otak Affan. Saat Affan terdiam, mengingat semua kejadian itu. Hidupnya memanglah serumit gulungan kabel pada ikatan tali. Ah! Tipuan semata,

Tiga tahun yang lalu. Bocah culun, pecinta sastra. Diabaikan oleh mereka. Sedih? Memang. Begitulah keadaan.

Tampak kaki Affan terlihat lelah melangkah. Langkahnya semakin berkurang selagi dia terdiam, merenungi segala kesalahan yang telah dilakukannya. Ya, Affan ingat kejadian itu. Seminggu yang lalu saat dia dijauhi Arman. Masalah kecil, Namun terasa banyak karena mereka bertengkar dengan cara perang dingin. Affan lupa mengembalikan buku milik Arman, sehingga Arman begitu marah kepada Affan. Belum lagi itu adalah buku latihan tugasnya. Pasti dia dimarahi oleh guru.

"Kenapa kamu gak bikin tugas, Kenapa kamu gak ngerjain tugas, kenapa? Kenapa? Dasar anak malas! Keluar kau dari kelas saya! Saya tidak mau ya ada murid yang nakal dan gak mau ngerjain tugas". Bayang-bayang Arman semakin menjadi-jadi. Sebab itulah ia mulai membenci Affan, melupakan sahabatnya bersama kenangan-kenangan indah bersama di masa lalu. Ya, Affan dan Arman memang sudah lama bersahabat dekat. Sedari kecil mereka bermain bersama.

Rasanya sedih sekali, hanya karena hal sepele, persahabatan yang mereka bangun sejak kecil harus ternodai. Namun, kenyataan pahit ini tak membuat Affan menyerah untuk berjuang meminta maaf. "Ini memanglah salahku", tulisan itu ia tulis di buku hariannya sebanyak 3 lembar mengulang dengan kata yang sama.Ada rasa penyesalan di hati Affan. Kalau saja ia tak menghilangkan buku Arman, mungkin persahabatan mereka tidaklah rusak seperti sekarang. Mungkin persahabatan mereka akan tetap utuh

Affan beranjak dari tempatnya termenung, berjalan sambil memikirkan kesalahannya. Rasanya ia ingin sekali menemui Arman untuk meminta maaf. Affan berusaha untuk memikirkan dan menyusun kata-kata untuk dirangkai agar dia bisa meminta maaf kepada Arman dan maafnya diterima. Dia mondar-mandir mengelilingi sudut kelas. Ia tak pernah tahu cara terbaik untuk memulai percakapan. Hidupnya penuh dengan dilema. Tak berapa lama kemudian, ia berjalan menuju koridor kelas, lalu tak sengaja mata Affan melihat serunya kegiatan di lapangan basket hingga dia lupa melihat ke jalan. Tak sengaja ia menabrak seseorang. Ia tak berani untuk menatap, yang pasti buku yang ia pegang di tangannya semuanya terjatuh. Yang ia tahu, ia seperti mengenali wajah orang itu.

Ya, Arman. Dia memang ada di situ sedari tadi.

"Hah?!? Mengapa kau di sini? Sungguh aku benci caramu. Aku benci kamu! Bahkan untuk saat ini aku masih tak bisa memaafkanmu!!", ucap Arman dengan emosi. Affan hanya terdiam. Ia memang tak ingin menjadi orang lain. Walau dengan nada penuh kecewa, kesal, ingin marah, dan semua rasa ingin membenci. Affan tetap yakin ia masih bisa menjalankan hari-harinya. Walau tanpa sahabatnya, ia masih mendoakan Arman agar segera memaafkannya. Affan merindukan kebersamaan yang dulu ada. Kebersamaaan dengan Arman. Ya, dia merindukan saat-saat bersama tanpa luapan emosi.Saat dahulu, mereka bermain bersama di tepi sungai, mencari gerombolan ikan atau sekadar berenang bersama.

Haru biru siang itu, Hidup memang tak seperti dahulu. Indahnya pelangi itu hanya datang sesaat, namun hari-harinya kini dipenuhi rasa penyesalan, kecewa, benci, marah, kesal, dan penuh tanya. Semua yang ingin dia tanyakan pada angin. Affan ingin menjauh dari Arman, selangkah pun ia tak bisa. Ia teringat ikatan janji. Ya, dulu mereka berikrar untuk bersahabat selamanya.

Arman ingkar janji! Ia lupa akan janjinya. Dulu, semenjak Arman belum mengenal Tasya. Ya, memang Tasya yang membuat hidupnya semakin jauh dari sahabatnya. Tasya telah mempengaruhi pikiran Arman. Affan sempat mendengar kata-kata dari Tasya, "Tinggalkan dia! Aku benci kau terlalu dekat dengannya! Tinggalkan dia! Kau terlihat lebih mementingkan si bodoh itu! Aku benci caramu memperlakukan aku! Sekarang kau pilih dia atau aku! Pilihlah! Berhenti untuk merenung. Arman dengarkan aku!!!", Tasya berteriak dengan nada yang kasar seakan membelah bumi.

Amnesia CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang