“Naya?”. Panggil Nanta yang kutanggapi dengan deheman.

“Bagaimana Jawabanmu?”.
Seketika tubuhku menegang. Apa? Kukira itu hanya lelucon yang dia buat agar aku bisa melupakan kejadian yang menimpaku waktu itu. Kini kedua bola mataku tak bisa diam, aku mencari-cari keberadaan kak irga. Dia bilang ingin ke toilet?

Tapi kenapa lama sekali. Apakah didalam toilet terdapat wanita cantik yang membuatnya betah disana. Sedikit meremas buket bunga ditanganku, aku menggigit bibirku pelan. Hanya kak irga yang bisa menyelamatkanku dari pria dihadapnku ini. Ya Tuhan, aku tak tahu harus menjawab apa, aku bahkan tak berpikir panjang tentang pertanyaanya kemarin.

Aku menarik nafas dan menghembuskannya perlahan. Jiwa dan ragaku kini terpisah entah kemana, otakku berpikir keras melihat Nanta yang seperti menunggu kepastian jawaban dariku. Faktanya memang benar jika aku belum bisa melupakan persaanku pada Nanta, tapi fakta lain seolah memukulku untuk kembali sadar.

Saat ini aku tak boleh menggunakan perasaan, aku harus memutuskannya menggunakan otak. Aku tak mau terjatuh pada lubang yang sama, kalau perlu itu lubang aku tutup. Kasihan yang lewat. Oke Nay focus!

“Nay..”. panggil Nanta sambil menyentuh tanganku. Entah mengapa aku reflek menepisnya. Kulihat air muka Nanta sedikit kaget, tetapi sesaat kemudian dia merubahnya mimic wajahnya menjadi masam. Nanta mundur selangkah dariku kemudian dia mengusap rambut belakangnya cepat.

Dia mengangkat tangannya dan kembali mendekat selangkah padaku. “Aku tahu Nay.. aku salah. Aku mohon maafin aku, kasih aku kesempatan kedua Nay”.

Dia menatapku serius, membuatku terdiam. Dia sudah bisa mengartikan dari responku terhadapnya. Dia tahu kemungkinan besar aku tidak bisa, tapi mengapa ia seperti memaksa?
Nanta memnggil namaku lagi, yang entah mengapa membuatku ketakutan. Dia melangkah mendekat padaku yang membuatku reflek memundurkan diri  menjauh darinya. Astaga! Ada apa dengan anak ini sebenarnya!

Dia mencengkeram bahuku agar aku tidak kembali berjalan mundur menghindarinya. “ Nay, aku minta maaf”. Geramnya yang mebuatku seketika ketakutan, aku melepaskan cengkeraman jemarinya pada bahuku dan berjalan mundur. Disaat yang bersamaan juga nanta terduduk didepanku sambil menunduk.

Aku mengedarkan seluruh pandanganku keseluruh penjuru parkiran. Ada beberapa orang yang melihat kami, membuatku gelisah dan mendekati Nanta menariknya agar berdiri.

“Nanta? Pliss jangan lakuin ini. Berdiri nggak?”. Bisikku sambil menariknya berdiri. Tapi ternyata percuma tenagaku tak sebanding dengan tubuh Nanta yang kekar ditambah setelan kebaya yang membuatku sulit untuk bergerak.
nanta menatap sembari menggenggam kedua tanganku yang membuatku risih. Aku kembali melirik porang-orang yang kini sedang menikmati drama yang sedang Nanta ciptakan. Aku menatap Nanta yang menatapku dengan tatapan? Sendu? Apa yang terjadi padanya? Kenapa dia sefrustasi ini? Tidak mungkin hanya karenaku dia menjadi seperti ini? Bahkan beberapa bulan yang lalu aku melihatnya jalan dengan gadis cantik.

“Nay.. memang aku yang meninggalkanmu, tapi aku punya alasan dibalik itu semua nay. Aku gak bisa kalo tidak bersamamu. Hanya kamu yang aku mau.. kamu yang selalu cerewet. Tidak boleh ngebut, jangan pulang malam. Jangan tidur malam. Semuanya nay.. aku Cuma butuh kamu”.

Semua kalimat yang keluar darinya seperti bisikan ditelingaku. Dia bukan seperti nanta yang biasanya. Otakku berputar-putar dan bertanya-tanya ada apa dengan anak ini?

Menyadarkan diriku sendiri aku menarik Nanta berdiri dan kini dia menurut. Kini aku yang menggenggam tangannya.

“Nanta.. aku Cuma ngomong ini sekali dan aku mau kamu dengerin baik-baik karena aku gak akanmengulang untuk kedua kalinya ”. dia mengangguk mendengarnya. Dih tuben sekali dia jadi anak penurut?

The POLiCE Where stories live. Discover now