36° C

160 18 9
                                    

Tokyo pagi itu.

Diantara leburan sampah masyarakat, tiga jam lamanya gadis itu berdiri disana, bersandar di dinding kafe pinggiran. Maniknya bergulir meniti setiap insan yang melewatinya demi satu; sosok pemuda jangkung dengan panggilan minimalis.

Tangannya sibuk mengacak playlist di ponselnya.
Demi Neptunus, Reol bersumpah akan mencekik pelaku kejahatan ini---Giga---karena sudah membuatnya menunggu hampir dua jam!
Tentu saja itu bukan waktu yang normal. Seandainya hari ini mereka tidak berencana membahas lagu, Reol akan pulang menikmati es serut di tengah musim panas ini.

"Heyyo! Sudah menunggu lama?"
Tepukan serta gelak tawa seseorang menyadarkan Reol akan kenyataan. Tinju sudah siap diluncurkan, tetapi gadis ini justru mendengus sembari menoleh ke arah lain. Ngambek.

"Kenapa lama?" Manik Reol mengintimidasi makhluk ini.

"Ayolah Reol, ini masih pagi~ Siapa sih yang gak ngaret jika jam pertemuannya sepagi ini?"

Menggulirkan matanya malas, jika mereka membahas hal ini, gak bakal selesai deh. Terakhir kali, mereka membicarakan 'Lebih cepat mana diantara menggunakan kereta atau taxi?', dengan menggulung lengan dan siap adu tonjok, berakhir Okiku menjadi korban.

Ya, kronologisnya, kedua manusia ini tidak mau saling mengalah.

"Ayo masuk, hari ini kutraktir, mau apa?"

"Tumben baik," Giga tersenyum bodoh, "Belikan aku makanan termahal di kafe ini!"

***
"Tubuhmu menyusut?"

Nyaris saja Reol melemparkan dua bongkah es batu pada wajah Giga. Melotot, Reol melotot ganas pada atensi pemuda yang tengah membolak-balikan catatan kecilnya.

"Sudah selesai menentukan note nya?" Tanya Reol.

Giga melemparkan cengiran bodoh, "Akhir-akhir ini bajumu kendor, berniat mensucikan diri huh?"

"Bukan urusanmu," Reol mendorong cangkir white frapenya mendekati cappuccino milik Giga. Aneh jika dikata, biasanya pemuda itu lebih suka kopi yang menonjol pada rasa manis--biasanya kopi susu. Oh, mungkin saja pemuda itu lagi diet gula, Reol berpikir positif.

"Bukannya lebih bagus jika aku mengenakan pakaian yang serba menutup ini?"

Giga menggeleng cepat, "Tidak! Untukmu harus dengan model... hmm... Ah! Pakaian ketat hitam legam ini dengan rok motif macan tutul," layar bergambar pakaian yang disebut, disodorkan tepat di depan batang hidung Reol, Reol risih. "Model yang ganas dan 'liar', cocok untukmu--Oke, letakan garpu itu, jangan tusuk mata indahku dengan benda tajam kejam itu."

Seribu kalinya Reol mendengus sembari menahan helaan napasnya dalam-dalam, "Sudah menentukan nadanya? Darimana saja kamu daritadi?"

"Reol! Kau tidak percaya ini!"

"Eh---"

"Aku juga mencoba berendam dengan garam dapur karena garam mandiku habis---"

"SUMPAH, NGGAK PENTIIING!"

Sebenarnya Giga belum menentukan nadanya.

***

"Serius, untuk apa kamu ngadakan gathering gini kalau kau sendiri belum nentukan nadanya?"

Story That Made For UsWhere stories live. Discover now