Pertemuan Bisu

77 4 2
                                    

Hari berganti hari. Malam berganti pagi. Yura masih bergeming di tempatnya. Kenangan akan Jimin kembali mencuat. Diam-diam air mata mulai jatuh menitik.

Lagi. Pertemuan yang membisu namun indah kembali terbayang. Bagaimana mungkin pertemuan bisu tiga tahun lalu bisa menghadirkan cinta?



Hujan turun tanpa ampun. Tubuh Yura telah lepek karena hujan. Rambut kuncir kudanya pun sudah tak karuan. Berjam-jam sudah ia menunggu bus yang tak kunjung datang. Udara dingin semakin menusuk-nusuk tulang. Dirapatkannya cardigan yang telah basah oleh hujan, menutupi seragam SMA-nya yang juga basah.

Dari kejauhan, ia melihat seorang lelaki berbadan tegap berlari kecil menghampiri halte tempat Yura berteduh.

“Park Jimin,” ucap Yura dalam hati saat melihat name tag di seragam lelaki tersebut. Lelaki itu duduk tepat di samping Yura. Yura memberanikan diri menengok ke arah lelaki tersebut.

Deg! Mata mereka saling bertemu. Yura hanya terdiam menatap mata lelaki itu, sampai akhirnya Ia tersenyum dan Yuri mau tak mau membalasnya.

“Bodoh!” ucap Yuri pelan.

Ia sudah kembali pada posisi semula. Tapi hatinya masih berdebar mengingat tatapan mata dan senyum Jimin.

“Matanya indah, senyumnya juga manis,” ucapnya dalam hati sambil tersenyum.


Bus yang ditunggu pun datang. Yura segera berlari menaiki bus dengan Jimin di belakangnya. Syukurlah mereka mendapat tempat untuk duduk. Bersebelahan.

Sepanjang perjalanan, mereka hanya diam membisu. Yura menahan debaran hatinya dalam diam. Aneh, hanya dengan melihat Jimin sibuk dengan telepon genggam canggihnya, ia mampu tersenyum.

Perjalanan pulang ke rumah yang biasanya ditempuh dalam 30 menit terasa lama. Sampai akhirnya bus berhenti. Jimin berdiri. seolah berpamitan, ia tersenyum kepada Yura, menunjukkan eye smile-nya yang mampu mendebarkan hati Yura. Yura hanya bisa membalas dengan senyum kaku.

Sepanjang sisa perjalanan, Yura tersenyum sambil menenangkan debaran hatinya.



Kini, ia menyesal. Mengapa dulu ia memberanikan diri untuk melihat Jimin?
Ah, harusnya aku menunduk saja, pikirnya.

“Kalau saja dulu aku diam tanpa banyak tingkah, aku pasti tidak akan merasakan apa yang aku rasakan saat ini!” Tangisnya pun pecah.

Hari itu adalah hari pertama dan terakhir ia melihat Jimin. Ia tidak pernah tau di mana Jimin bersekolah maupun tempat tinggalnya. Yura selalu berusaha mencari sosok manis Jimin dan eye smile-nya  di dalam bus yang Ia naiki.
Tapi nihil. Ia tidak pernah menemukan sosok Jimin, bahkan sampai Yura lulus SMA.

Tiga tahun telah berlalu, Yura hanya mampu meratapi dirinya. Meratapi hatinya.
Bagaimana lagi caranya menemukan Jimin? Tak ada satupun informasi yang ia ketahui tentang Jimin.

Ya, tiga tahun bukan waktu yang sebentar untuk menanti dan mencari. Tiga tahun bukan waktu yang mudah dilewati. Melupakannya pun bukan perkara mudah, Yura lebih memilih untuk mencari-cari lelaki ditemuinya di bawah hujan tiga tahun lalu.

Kini Yura telah duduk di bangku kuliah, namun tetap saja pertemuan tiga tahun lalu belum tergantikan. Ah, alangkah indahnya jika pertemuan bisu itu tidak pernah terjadi.

Pertemuan BisuWhere stories live. Discover now