Sebuah alasan

30 4 0
                                    

Semua hal yang manusia lakukan ada alasan di baliknya.

Mengapa kita selalu berharap karna setidaknya dengan ini kita memiliki alasan untuk berjuang, kita pasti punya alasan untuk apa dan mengapa kita melakukan hal yang bisa saja melukai hati kita sendiri dan yang tahu alasan itu hanyalah orang yang merasakannya.

" Maaf Vanka, aku hanya tidak ingin kau terluka. Itu saja." Gumam Levi sambil melihat birunya langit dari atap sekolah. Handphone nya berdering

" ya halo tante.."

-" ya levi mengerti."

Levi menerima telpon dengan ekspresi yang susah di artikan bahkan oleh Vanka sekalipun.

Vanka?

Yah Vanka kini tengah berdiri di balik pintu melihat Levi menerima telpon penting dari seseorang sampai membuat laki-laki itu sedikit terburu pergi hingga tidak melihat sedikitpun kearah Vanka yang berdiri bagai patung di sana.

" apa tadi itu benar kau..." gumam Vanka melihat Levi menuruni tangga tergesah-gesah.

" telpon dari siapa itu? apa Levi dalam masalah sekarang? Haiss seharusnya kau tanyakan pada langsung Vanka bukan bergumam seperti orang gila seperti ini." Vanka mengacak rambutnya Frustasi hingga berantakan beruntung dia memiliki rambut yang lembut hingga sekasar apapun dia mengacak rambutnya pasti akan rapi seperti semua. Rambut yang indah.

Sejuta pertanyan berputar dalam otak Vanka. Pertanyan besar tentang siapa menelpon Levi menjadi topik utama di pikirannya. Dia bisa gila terus memikirkan Levi.

" ehm Vanka... kau tidak gila kan?" tanya Valda hati-hati mengingat Vanka sedari kembali dari menemui Levi di atap sampai kembali kedalam kelas bergumam dan berdecak tidak jelas.

" ya aku sudah gila sekarang, memikirkan Levi bisa membuat otakku mau meledak rasanya. Si bodoh Levi juga tidak melihatku sama sekali padahal aku ada di sana!" Umpat kesal Vanka pada sikap Levi. Laki-laki itu sungguh membuat Vanka kesal, baru saja dia bersikap baik pada Vanka dan sekarang tabiat aslinya kembali lagi. Cuek dan dingin. Apa mau laki-laki itu sebenarnya, mempermainkan perasaan Vanka?

Seberapa pentingkah Telpon itu sampai membuat Levi tidak kembali kedalam kelas.

" stt stt Mala, apa kau tahu kemana Levi?" tanya Vanka pada gadis berkerudung yang duduk di depannya.

" Aku dengar Levi izin pulang sakit." jawab Mala sedikit berbisik, mengingat ini sudah memasuki jam pelajaran selanjutnya

" sakit? Levi bahkan terlihat sangat sehat tadi, apa ini karna telpon itu?" gumam Vanka bingung.

Vanka sungguh penasaran dengan siapa yang menghubungi Levi dan ada apa. Gadis ini bahkan tidak tahu sikapnya ini pantas atau tidak tapi apa salahnya mengkhawatirkan keadaan orang yang kita sukai.

Hari ini mereka masih harus menyelesaikan hukuman dari pak Anwar jadi masih ada kesempatan Vanka bertemu dengan Levi, itupun jika laki-laki itu datang.

" kau sudah bisa menghubungi Levi?" tanya Vanka gelisah melihat Valda yang tak kunjung berbicara dengan Levi.

" dia tidak menerima telponnya.."

" hah aku sungguh kesal sekali padanya hari ini. Apa yang dia lakukan sebenarnya?" lagi-lagi Vanka mengumpat kesal pada Valda.

" heyy bisa saja memang ada sesuatu yang sangat mendesak. Kita kan tidak pernah tahu." Valda benar, bisa saja Levi sedang berada dalam keadan mendesak, membuatnya tidak dapat dihubungi.

" kalo begitu kita batalkan saja pertemuan ini." Semudah itu Vanka membatalkan pertemuan yang sudah terjadi, mereka bahkan sudah ada di sebuah kafe tinggal memulai saja.

MournfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang