"Ra, bangun jangan tidur disitu"

Gue berusaha membangunkan Saira dengan suara normal gue tanpa suara dingin seperti biasanya. Saira berjengit kaget saat mendengar suara gue. Dia langsung bergegas bangun dan terlihat menjaga jarak dengan gue. Matanya terlihat lega tai juga menyiratkan ketakutan. Ah, sedalam itu ya Ra gue melukai perasaan lo?

"ma..maaf Ren gue ketiduran semalem, gue nggak sengaja kok tidur dikamar lo"

Saira dengan terbata-bata menjelaskan maksudnya kepada gue. Gue bener-bener udah merusak persahabatan kita ya Ra. Apa mungkin lo fikir gue akan ngamuk kayak biasanya Ra? Gue menerawang kaku melihat ketakutan Saira yang tergambar begitu jelas.

"tolong ambilin air ra, gue haus"

"iya ren"

Lalu Saira pergi dengan cepat meninggalkan kamar gue. Gue hanya bisa tersenyum miris melihat tingkah Saira... Maafin gue Ra. Maafin gue.

*Saira POV*

Ugh. Bego. Bego. Bego. Bisa-bisanya sih aku ketiduran di kamar Rendra. Kalau Rendra ngamuk gimana ugh. Aku bergegas mengambilkan air yang Rendra minta dan segera kembali untuk mengantarkan air minumnya. Di depan pintu kamarnya aku berhenti sebentar menarik nafas yang panjang dan dalam. Bersiap menghadapi kemarahan Rendra yang lain. Huf.

Aku memasuki kamar Rendra lalu menyerahkan air minum yang kubawa. Rendra langsung menghabiskan dalam sekejap. Kayaknya beneran haus deh..

"Lagi nggak, Ren?"

"Nggak usah Ra"

Aku berniat mengembalikan gelas ke dapur dan segera pergi dari kamar Rendra. Tapi sebelum sempat membuka pintu kamarnya aku mendengar Rendra kembali memanggilku.

"Ra"

"iya, Ren? Lo butuh apa?"

"Gue butuh lo, Ra"'

Aku mengerjapkan mata berkali-kali. Menganga mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Rendra barusan.

"Sini, Ra.."

Aku seperti terhipnotis oleh mata Rendra yang memandangku. Oh sial. Ini bukan mata Rendra suamiku yang kejam itu. Ini mata Rendra sahabatku yang ngocol ituloh. Iya. Ini matanya. Liat aja tuh matanya ngeliatin aku pake tatapan lembut tapi ngeledek gitu. Ih serem. Jangan-jangan ini bukan Rendra.

"Itu dahinya gausah dilipet gitu kali Ra. Gausah mikir keras. Udah sini buruan duduk."

Aku duduk di bagian kasur yang tadi ia tepuk. Kini Rendra tersenyum tulus kepadaku untuk pertama kalinya setelah pernikahan kami. IYA. CATET BAIK-BAIK YA. INI SENYUM TULUS. TULUS LOH. BUKAN SINIS.

"Maaf, Ra"

Aku ternganga melihat kelakuan Rendra yang benar-benar berubah sehabis pingsan. Tadi senyum sama aku.. sekarang minta maaf. Minta maaaf?

"Maaf, karena gue udah berperilaku nggak baik sebagai suami lo. Nggak bisa jadi pemimpinn rumah tangga yang baik. Ga bisa jaga lo dengan baik. Dan malah menyakiti lo dengan kelakuan dan kata-kata gue yang kasar. Gue.....gue terlalu buta buat tau kebenarannya, Ra"

Aku benar-benar ternganga saat ini. Rendra terlihat menunduk dan menyesali perbuatannya. Tangannya bertautkan satu sama lain memilin jari-jarinya. Argh. Aku benar-benar ingat dengan gesture tubuhnya saat ini. Rendra beberapa tahun lalu melakukan hal semacam ini di hadapan Mamanya saat kembali dari rumahku dengan mobil Mamanya yang penyok sana-sini.

"Ra..lo marah banget sama gue ya? Gue bener-bener minta maaf, Ra. Pernikahan kita terasa terlalu cepat dan salah. Sampe gue bener-bener nggak bisa mikir dengan jernih. Otak gue udah tersesat entah dimana, Ra. Maafin gue.. kalo lo belom bisa maafin gue.. gue nggak papa kok, Ra.. gue tau gue udah brengsek banget sama lo"

Aku tersenyum mendengar penuturan Rendra. Rendra masih menunduk tak berani melihatku. Aku benar-benar bahagia sekarang. Mataku sudah berkaca-kaca ingin segera memeluknya. Mengatakan semua baik-baik saja dan kita akan seperti dulu lagi. Tapi entah mengapa ada bagian hatiku yang menolak. Perkataannya yang menganggap bahwa pernikahan ini salah. Yaampun, Ra. Terus saja berkutat dengan semua harapan bodohmu itu. Mau kamu apasih. Rendra udah balik jadi yang dulu lagi nih. Yaudah. Jangan ngarep dia tiba-tiba bisa jatuh cinta terus hidup kamu bahagia selamanya kayak di dongeng barbie deh.

Aku menarik nafas panjang dan dalam untuk menetralkan hatiku dan pikiranku yang berkecamuk. Aku menepuk pundaknya pelan agar ia mengalihkan pandangannya ke arahku. Aku berusaha tersenyum setulus mungkin. Menandakan bahwa semuanya baik-baik saja. Aku melihat Rendra mengerjapkan matanya ke arahku dengan muka heran. Em.. apa senyumku terlalu aneh ya? Lalu aku melihat Rendra ikut tersenyum dan menarikku ke dalam pelukannya. Memelukku dengan begitu erat.

"Gue kira.. gue akan kehilangan orang yang gue sayang lagi, Ra"

Aku mengernyit mendengar perkataannya. Lagi? Siapa yang sudah meninggalkan Rendra? Marlena? Mana mungkin wanita ular itu mau ninggalin Rendra? Ah tau deh. Eh tunggu berarti Rendra sayang sama aku kan? hehehehehe

"makasih ya Ra, udah mau maafin gue.. lo emang bener-bener sahabat terbaik yang gue punya. Gue sayang banget sama lo, Ra.. maafin gue"

Aku tergugumendengar perkataannya selanjutnya. Mataku sudah berkaca-kaca. Oh malangnyaaku. Sudah jadi istripun masih hanya dianggap sebagai sahabat saja. Well done,Rendra. Kamu menerbangkanku setinggi mungkin dan menjatuhkannya dalam sekejap. Hebat. 

********

HOLAAAAA! adakah yang menunggu ini cerita? kalo ada...MAAFIN AKU YA! maaf baru update sekarang huhu skripsi gue baru banget selesai. terus baru selesai bolak-balik konsul abstrak sama manusia dari planet lain juga. makanya baru bisa bikin cerita lagi sekarang. otak gue udah agak plong dikit hehehehe insyaAllah gue bisa sidang seminggu atau dua mingguan dari sekarang, doain lancar yaak. biar cepat lulussss amiiinnn wkwkwk

 btw, maafin typo ya. keyboard laptop gue udah agak weird karna usianya uzur. kalo ceritanya makin aneh. ya maapin juga deh. ini bukan akhir dari segalanya kok. masih banyak rahasia Rendra yang belum terungkap pun Saira. wkwk sabar-sabar nunggu updateannya ya. gasabar juga gapapa sih hak kalian wahai pembaca hehe.

p.s. mkasih vote dan komennya. yang banyak ya. biar makin semangat wkwkwkwkwk miluv!

Unwanted WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang