Maaf, Ra

27.9K 1.6K 84
                                    

Saira POV

Aku memandangi wajah suamiku yang terlihat pucat. Sepulang kuliah tadi aku melihatnya terduduk di kamar mandi dengan baju yang basah dan darah yang mengalir dari tangannya. Serpihan kaca tersebar dimana-mana. Keadaan kamar tidur dan kamar mandi yang berantakan meyakinkan aku kalau ada sesuatu yang dia alami. Aku yang panik langsung bergegas mengangkatnya ke atas kasur, mengganti bajunya yang basah dan membersihkan lukanya. Uh. Jangan tanya gimana adegan ganti bajunya, aku sambil merem kok.

*TING TONG*

Aku bergegas membuka pintu apartemen, itu pasti dr. Dito. Iya saking paniknya aku, aku coba nelfon dr. Dito untuk meriksa keadaannya Rendra.

"Hey, Ra. Gimana suami kamu? Udah sadar?"

"Belum, mas dokter. Tolong diperiksa ya. Suami saya di kamar"

"ok."

Aku menunggu dengan cemas di luar kamar. Tak lama dr Dito keluar kamar dan tersenyum padaku.

"nggak kenapa-napa kok, suami kamu cuma demam karena kelelahan aja, sama mungkin tubuhnya lemas karena kehilangan banyak darah. Tapi udah saya infus. Untung kamu bilang ke saya untuk bawa infus"

"alhamdulillah"

"yaudah saya pulang dulu ya, Ra. Nanti kalau dia sadar kasih dia minum dan makan. Jangan lupa ini obatnya ditebus"

"oke, mas Dokter. Makasih banyak ya mas"

"iya, Ra. Jangan sungkan-sungkan ya. Saya pamit dulu"

Aku bergegas kembali ke kamar Rendra setelah mengantar dr. Dito ke depan pintu apartemen. Aku terenyuh melihat keadaan Rendra. Aku lebih memilih melihat mata tajamnya yang menatapku penuh benci dibandingkan melihat matanya yang terpejam, aku lebih senang melihat bibirnya membentuk senyum sinis untukku dibandingkan bibir pucat seperti ini.

"Ren...bangun.."

Aku mencoba membangunkannya sekali lagi dengan suara pelan. Uh. Air mataku udah memenuhi mataku. Melihat orang yang kau sayangi terbaring lemah didepanmu memang menyedihkan. Bahkan aku masih berharap aku bisa menggantikan posisinya saat ini sekalipun ia menyakitiku. Aku meletakkan kepalaku disamping tangannya yang kugenggam dengan erat. Aku lelah. Aku memejamkan mata dan tanpa sadar aku tertidur.

*Rendra POV*

Argh. Kepala gue bener-bener pusing. Gue mengerjap-ngerjapkan mata gue sambil memegangi kepala gue yang pusing dengan tangan kiri gue. Ugh. Tangan kiri gue di infus. Lalu gue melihat sekeliling dan dengan mudahnya mengenali ruangan ini. Ternyata ini masih kamar gue Cuma ditambahi infus aja. Gue memandangi dengan heran keadaan kamar gue yang udah balik kayak semula. Nggak ada serpihan kaca ataupun buku-buku berserakan sama sekali. Gue mengernyitkan dahi saat gue baru sadar kalau ada orang lain di kamar gue. Gue tengokkan kepala gue ke arah kanan gue, pantes tangan kanan gue susah digerakkin, ketindihan saira toh. Eh? Saira?

Gue memastikan penglihatan gue sekali lagi. Benar, itu Saira. Dia terduduk di lantai dengan kepalanya bersandar di kasur gue. Si bodoh. Emang badannya nggak sakit apa tidur dengan keadaan begitu. Gue tersenyum miris melihat keadaan sahabat gue, oh istri gue malah. Gue mengulas balik semua hal yang udah pernah gue lakuin sama dia sebelum dia jadi istri dan setelah dia jadi istri gue. Betapa bodohnya gue, bisa aja diperdaya sama Marlena dan malah nggak percaya dengan orang yang udah menemani gue beberapa taun terakhir ini. Gue meletakkan tangan kiri gue yang bebas di atas kepalanya, mengelus pelan rambut kesukaan gue dari dulu. Rambutnya yang hitam lurus benar-benar lembut. Dulu banget sebelum semuanya berubah gue selalu suka ngeledekin Saira dengan ngacak-ngacak rambutnya atau jambakin rambutnya dengan pelan, padahal semua itu cuma alibi gue aja biar bisa ngerasain rambutnya yang halus.

Unwanted WifeWhere stories live. Discover now