Part 19

9.9K 778 43
                                    

Nathan bersedekap erat, mencoba menghalau dinginnya udara AC yang berada di suhu tertinggi. "Matiin aja deh. Gue bisa hipotermia."

Citra heran. Memang bisa terkena hipotermia di suhu 24°C? Dia menggapai remote AC yang terletak di dinding dekat rak buku dan mematikannya. "Pengap dong, bos. Dibuka aja jendelanya ya?"

Nathan hanya mengangguk. Demamnya sudah lumayan turun namun tetap saja masih terasa menyakitkan. Seluruh pegawainya sudah tahu dia tengah kurang sehat namun mereka hanya diam saja, tahu kalau bos besar mereka ini orang yang workaholic. Ditambah lagi keadaan perusahaan tengah goyah, jadi tidak ada yang bisa mereka lakukan untuk menghentikan sang direktur. Mereka juga menahan panasnya ruang meeting siang tadi karena Nathan bilang untuk menyetel suhu AC di titik paling tinggi.

Citra selesai membuka dua jendela ruangan Nathan dan melirik bos sekaligus sahabatnya itu. Wajah tampan Nathan pucat, tapi tidak sepucat saat datang tadi. Kalau tahu keterlambatan sang bos dikarenakan 'tidur demi mengurangi pusing' maka sudah sejak awal dia menelpon tante Atika untuk menggeret anaknya pulang.

Benar-benar.

"Notulen selesai. Mau makan siang sekarang?" tanya Citra.

Nathan hanya mengangguk. "Air putihnya tiga gelas."

Pipinya terasa membara. Dia mengusap-usapnya agar terasa lebih baik. Saat tengah membaca notulen yang dibuat oleh sekretarisnya, ponsel Nathan berbunyi nyaring. Dia mengangkat panggilan dari Direktur Pemasaran.

"Ya?"

"Malik Jukardi kecelakaan, Pak. Yang mengirim Crossair A-11 atas nama Asset Petroleum ke Filiphina. Saya tadinya mau mengabari Mbak Citra, tapi tidak diangkat."

Citra memang suka lupa untuk tidak membawa ponselnya saat makan siang. "Kok bisa? Udah ditangani?"

"Iya, Pak. Anak itu baru mau jalan ke bandara untuk balik ke Jakarta. Tapi saat mau menyebrang zebra cross bandara, dia ditabrak lumayan kencang dan langsung dibawa ke klinik darurat yang ada di NAIA. Kaki kirinya ada yang retak, kata dokter. Dia baru mau dipindahkan ke rumah sakit sekarang."

"Oke-oke. Baik. Kirim satu orang untuk bantu dia disana. Jika sudah fix alamat rumah sakit dan kamar inap, segera hubungi saya lagi."

"Iya, Pak. Baik. Terimakasih. Tapi ..."

"Ya, kenapa?" tanya Nathan tidak sabaran. Duh, ada-ada saja.

"Kejadiannya belum ada tiga puluh menit yang lalu. Ponselnya terlempar dan dipungut sama yang nabrak dia. Orang itu juga membantu Malik ke klinik, orangnya sudah pulang sekarang. Tapi Malik bilang ponselnya diotak-atik sama orang itu, data berisi surat jalan dan penerimaan barang sudah dihapus."

Nathan terdiam. Matanya memandang permukaan meja dengan pandangan kosong. "Hanya data itu yang dihapus?"

"Iya, Pak. Dia cek yang lain masih ada. Dia sangat yakin 100%. Walaupun lagi keadaan sekarat, Malik tetap mencari hp-nya. Pria itu yang megang sambil sesekali memencet layar. Password-nya belum aktif karena baru akan terkunci setelah 10 menit. Dan Malik menghitung kejadian dari dia main ponsel lalu tertabrak hingga ponselnya dipegang orang itu belum ada 7 menit."

Rasanya memang ada yang janggal. Nathan menerima semua info itu dan berjanji akan membantu. Ketika panggilan berakhir, Citra kembali dan membawakannya makan siang.

"Kenapa?"

Nathan menutup mata. Kenapa hanya kedua data itu saja yang tidak ada? Kenapa orang itu menghapus datanya? Siapa sebenarnya orang itu dan apa motifnya? Sepertinya dia harus menemui Malik setelah orang itu tiba di Jakarta. "I wanna puke."

Final Masquerade Series (#1) : No One Needs To KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang